Mata Ara melihat pergerakan bola yang melesat kencang. Tubuhnya dibawa lari oleh kedua kakinya, menuju ke sisi kiri lapangan dan melompat bersama seorang temannya untuk melakukan blocking.
Seketika arah bola berubah. Bola melambung jatuh ke atas kubu lawannya. Tatkala itu juga, Ara membungkukkan tubuhnya dan menjadikan lututnya sebagai tumpuan. Menyeka beberapa bulir keringatnya lalu ber-tos ria dengan rekan se-timnya lalu duduk di tepi lapangan.
"Ada masalah?" Tanya seseorang menghampiri Ara yang lagi nyeka keringatnya pakai handuk.
Lulu, rekan se-tim Ara yang lebih muda darinya beberapa bulan duduk di sampingnya. Menanyakan keadaan Ara karena ia sendiri pun sadar bahwa tadi Ara tidak bermain seperti biasanya.
Ara menggelengkan kepalanya. "Nggak ada, makasih udah nanyain." Ucap Ara.
"Masa sih? Belum percaya juga lu ama gue, Ra?" Lulu menampilkan muka memelasnya.
"Nggak gitu, Lu. Tapi emang nggak ada kok." Jawab Ara meyakinkan temannya.
"Padahalkan kita udah jadi temen se-tim dari empat tahun yang lalu. Kenapa sesusah itu sih lu buat cerita sama gue? Walaupun gue orangnya suka bar-bar, tapi gue bukan tipe orang yang suka bocorin curhatan orang lain."
"Bukan gitu maksud gue, Lu." Balas Ara rada nggak enak sama Lulu.
"Gue cuma—"
Lulu menepuk bahu Ara sebentar lalu beranjak, "Nggak papa deh, gue nggak mau maksa lu juga. Entar elu nya malah nggak nyaman lagi sama gue."
"Nggak usah merasa bersalah atau nggak enakan gitu. Gue pergi dulu yah! Laper." Lulu tersenyum riang, setelah melihat raut muka Ara yang agak cemberut. Setelah itu dia pergi, untuk mengisi perutnya yang sejak tadi meronta minta di isi.
Hembusan nafas terdengar. Ara merebahkan badannya begitu saja, menjadikan tangannya sebagai bantalan kepalanya agar tidak langsung menyentuh lantai lapangan.
My Chika is calling...
Tangan Ara langsung menggapai ponselnya yang berdering saat melihat nama pacarnya yang menelfonnya.
"Halo?"
"Halo, Ara! Kamu kemana? Kok belum pulang? Aku mau sama kamuu,"
Senyuman Ara seketika terulaskan, "Ini habis kelar latihan Voli. Aku otw pulang deh."
"Oke! Cepetan ya, aku mau ceritain sesuatu sama kamu."
"Iya, Chika. Aku matiin ya?"
*Panggilan berakhir
***
Saat mendengar pintu rumah terbuka, Chika bergegas keluar menghampirinya. Memeluk orang kesayangannya yang barusan aja sampai se-erat mungkin.
"Aku bau keringat tau," Ucap Ara, agak ngedorong Chika ngejauh.
"Yaudah mandi sana buruan."
"Kamu mau cerita apa?" Tanya Ara.
Chika menggeleng. "Mandi dulu, nanti aku ceritain."
***
"Mau cerita sambil peluk kamuu,"
"Sini sini," Ara membuka lengan nya lebar lebar, menerima tubuh Chika mendarat di dekapnya lalu mengusap lembut rambut panjang pacarnya.
"Tadi temen kamu kesini, bawa adiknya." Kata Chika mulai bercerita.
"Hah?" Ara agak bingung. "Siapa? Adel? Perasaan dia nggak punya adik deh."
KAMU SEDANG MEMBACA
GOLDEN HOUR - CHIKARA (On Going)
Teen FictionGolden hour, waktu emas. Bagi Ara, waktu emas dirinya adalah ketika sebuah perasaan aneh tiba-tiba tumbuh tanpa disiram saat berada di dekat Chika. "Kalaupun satu dunia menentang perihal kita, aku tidak gentar. Biarlah aku mati di garis perjuangan...