"Hai, Ra."
"Hai juga," Ara tersenyum ikut melambaikan tangan pada yang menyapanya di lorong sekolah pagi ini.
"Hai Ara,"
"Hai,"
"Pagi, kak Ara."
"Kak Ara, apa kabar nya?"
Lagi lagi Ara tersenyum. "Aku baik, makasih udah nanyain."
Ini udah biasa banget Ara alami di setiap paginya. Dan Ara nggak pernah cuek, Ara selalu menanggapi setiap sapaan dari semua orang dengan ramah. Baik itu kakak kelasnya, teman seangkatannya, ataupun adik kelasnya.
Badan Ara agak terhuyung pas ada seseorang yang rangkul dia tiba tiba. "Met pagi, bro!"
Ara memutar bola matanya malas. Siapa lagi kalau bukan Adel. Gampang ketebak sih seharusnya. Soalnya cuma Adel yang berani rangkul Ara kayak gitu. Kalo Azizi mah, mana mau. Gengsi katanya. Kalo murid lain? Ya nggak mungkin lah! Mana berani!
"Kayak nggak seneng gitu lo ketemu gue," Kata Adel.
Ara berdecak. "Berat tau nggak sih?" Adel yang di bilangin ya cuma nyengir aja.
"Eh Azizi mana? Nggak masuk lagi?" Tanya Adel sama Ara.
"Lah mana tau gue. Kirain tadi dia barengan sama elu jalannya." Jawab Ara mengedarkan pandangannya, mana tau Azizi ada di sekitar situ.
"Dia kenapa ya? Kok sus banget gitu."
"Apalagi rumahnya itu semalam, ihh serem banget! Padahal nggak biasanya kan beg—"
"Sssttt...!" Desis Ara menghentikan ocehan Adel.
Bukan tanpa alasan Ara ngelakuin itu. Riuh terdengar makin bising, semakin dan semakin bising. Ara menoleh kebelakang, mencari jawaban mengapa keriuhan ini bisa terciptakan.
"Kenapa dah?" Adel ikut noleh, di samping Ara.
Ara mengerutkan dahinya. Berusaha menyempitkan pendengarannya pada banyak orang yang kian berbisik, bersuara seakan membicarakan sesuatu yang anehnya mampu menarik perhatian Ara. Padahal biasanya, Ara nggak terlalu peduli sama yang gini gini.
"Azizi?"
"Hah beneran? Azizi temen sekelas nya Ara kan?"
"Sumpah! Ga expect gue dia ternyata kayak gitu,"
"Kalo kak Ara sama kak Adel tau, reaksi nya bakal gimana ya,"
"Apa jangan jangan Ara sama Adel juga ikutan lagi,"
"Ah mana mungkin kesayangan gue kayak gitu. Azizi nya aja kali yang brengsek banget."
"Masa sih cok!? Margareth bisa rusak nih!"
Telinga Ara berdengung. Disusul dahinya yang berdenyut tiba tiba. Kenapa? Kenapa mereka membicarakan Azizi seakan menjelek-jelekkan? Bahkan sampai ada yang mengatai Azizi brengsek. Sebenarnya ini kenapa?
"Ada ap—"
Omongan Ara terpotong pas Adel nubruk pundaknya lumayan kuat. Abis itu, Ara liat Adel yang jalan dengan tangan terkepal, mendekati sekelompok orang yang tengah sibuk membicarakan sesuatu dengan kondisi muka marah.
PLAK!
Tamparan keras dari Adel membuat pipi seorang siswi menjadi merah. Ara langsung samperin Adel, narik bahu Adel kebelakang sambil liat tajam orang orang di sekitarnya.
"Del!"
"Maksud lo apaan kata katain temen gue!? Lo tau apa tentang Azizi hah!? Berani berani nya lu!!" Marah Adel membludak, menciptakan semburat merah di seluruh wajahnya.
"Ih serem. Anak buah nya marah euy, takut banget gue."
Mata Ara bergerak cepat, membelokkan badannya lalu berjalan cepat menuju asal suara yang membuat amarahnya bangkit.
"Apa yang kalian maksud sekarang ini? Tolong jelaskan." Ara menarik nafasnya sebelum ngomong, berusaha meredam amarahnya agar tidak keluar.
"E-eh, tentang kak Azizi—"
"To the point! Kenapa kalian ngomongin Azizi seakan akan dia ngebuat suatu kasus memalukan?!" Tanya Ara menaikkan suaranya. Ini pertama kalinya Ara membentak adik kelasnya.
"Lah, elu nggak tau?"
Ara menoleh, matanya langsung menemui Hansel. Manusia yang Ara anggap siluman babi menatap nyalang dirinya.
Dua duanya diam saling lempar tatap. Ara dengan muka datarnya, dan Hansel dengan muka sombongnya. Selalu seperti itu, menyebalkan bagi Ara.
"Wahhh," Hansel bertepuk tangan. "Parah banget, katanya sahabat?"
"Jaga ucapan lu!" Ara mencengkram kerah seragam Hansel emosi.
"Kalem bro,"
"Kasih tau gue, kenapa sama Azizi!" Tanya Ara paksa.
Hansel tertawa, entah apa yang lucu. Tapi fokus Hansel kemudian beralih pada seorang gadis yang berjalan menunduk, berjalan di dekat Hansel dan Ara berdiri.
Ide jahil muncul di otak Hansel. Hansel mendorong Ara, hingga Ara mundur menubruk gadis yang ternyata Kathrina itu.
"Tuh cewek lo. Peluk dong, katanya cinta." Ucap Hansel dengan nada mengejek.
Kathrina mendorong tubuh Ara, menjauh dari ya. "Maaf, Ra."
Ara cuma diem, nggak ada reaksi sama sekali. Kathrina langsung nunduk terus jalan. Nggak mau berlama lama ada di dekat Ara.
"Ini dia si pembawa rusuh! Huuuu!!"
Sorak riuh kembali berbunyi. Ara langsung noleh lagi, jalan cepat ke bagian tengah koridor lorong pake muka garang.
"Azizi," Lirih Ara memanggil nama temannya.
Jelas terlihat Azizi berjalan seperti biasa. Seakan tak peduli sama sorakan yang di tujukan padanya. Sementara Adel udah ngepaling tangannya kuat kuat. Hampir mukulin semua orang disana, tapi Ara ngisyaratin buat nahan emosinya aja.
"Ara, Ara." Hansel datang kembali.
"Masih mau temenan sama dia? Drug addict loh dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
GOLDEN HOUR - CHIKARA (On Going)
Novela JuvenilGolden hour, waktu emas. Bagi Ara, waktu emas dirinya adalah ketika sebuah perasaan aneh tiba-tiba tumbuh tanpa disiram saat berada di dekat Chika. "Kalaupun satu dunia menentang perihal kita, aku tidak gentar. Biarlah aku mati di garis perjuangan...