Bab 17: Nyinyir

212 21 6
                                    

“Gendut banget ya jadi orang, nggak malu apa mirip kayak orang obesitas?”

Perkataan nggak penting itu keluar dari mulut Idah yang lagi beli sayur. Siapa lagi orang yang dimaksud kalau bukan Thea. Heran, dia tuh sehari aja bisa nggak sih, nggak nyinyirin Thea? Ya walaupun sebenarnya Idah kayak gitu karena bencinya sama Thorn, tapi berhubung Thea itu kakaknya Thorn, ya ikut dihujat juga.

“Nggak apa-apalah berat badan 65kg. Yang penting tingginya sepadan karena 160cm keatas. Lah situ? Tinggi 150cm aja nggak sampai.” balas Thea sambil terkikik geli di teras rumah. Biasanya pagi-pagi begini, Thea emang rajin nyapu dan nyirami tanaman depan rumah.

Mata Idah langsung melotot. Emang bener tuh omongannya Thea. Malah langsung kena ulti itumah. Secara genetik, Idah memang berasal dari keturunan orang yang tinggi badannya sedikit lebih pendek daripada orang pada umumnya. Makanya nggak heran Idah sering dapat panggilan 'cebol', usia udah 24 tahun tapi tinggi badannya baru 140cm.

“Nggak usah ngejelekin fisik orang!” bentak Idah nggak terima. “Lah situ juga bawa-bawa fisik saya, giliran diimbangi nggak terima.” kekeh Thea. Thea emang mentalnya kuat bener, malah kalau diajak adu mulut, ada aja bahan ngelesnya.

“Biarin teh saya gendut, yang penting saya udah tinggi, muka gemoy lagi. 'Kan lemaknya banyakan di pipi.” tambah Thea sambil nahan tawa. Idah langsung kepal tangan erat-erat. Aneh emang, padahal dia yang nyinyir duluan, pas dibales malah marah.

“Woi! Minggir! Orang ganteng mau lewat!”

Pak Memet tukang sayur, Thea, dan Idah seketika noleh ke sumber suara. Ada cowok kekar yang ototnya besar-besar, siapa lagi kalau bukan Galuh, dan disampingnya ada Alea si cewek tomboy. Ya emang pada dasarnya narsisnya Solar sama Galuh itu 11 12, namanya juga bestie.

“Istrikuuu!!” isak Seno yang masih diseret Galuh sama Alea. “Suamikuuu!!” teriak Idah langsung lari dari depan gerobak tukang sayur ke depannya Seno. “MUNTAH SEKEBON!!” ledek Thea dan Alea bersamaan sambil bikin pose mau muntah.

Seno sama Idah langsung pelukan kayak Teletubbies. Sedangkan Pak Memet langsung bingung ini pada kenapa. “Heh, Kang, Neng, bangun atuh! Ngapa duduk disitu, nanti bajunya kotor!” omel Pak Memet kayak lagi ngomelin anaknya yang main pasir.

“Thea! Ini nih orang yang mau ngeb*n*h adek lo!” teriak Alea sambil nunjuk-nunjuk Seno. Sebenernya Alea itu orang Sunda, tapi berhubung Galuh orang Betawi, akhirnya ya ikut-ikutan gue-elo kayak lakinya.

Mukanya Seno langsung pias ketakutan. Panik ga? Panik ga? Panik ga? Panik lah masa engga, apalagi tatapannya Thea udah tajem banget, palingan bentar lagi udah ambil panci terus ditepokin ke palanya Seno.

“Tadi tuh Alea lagi ngecek listrik di luar kondominium, Teh. Eh, ada cowok ketok-ketok pintu ke kondominiumnya Kang Solar. Alea kira teh cuma tukang paket, eh taunya pas nggak dibukain pintu, dia malah dobrak pintu Teh. Nggak lama, Thorn jerit 'TOLONGGG!!!', nah Alea panggil Kang Galuh terus samperin kesana, siapa tau ada apa-apa gitu 'kan. Eh ternyata bener, cowok ini lagi mojokin Thorn ke dinding sambil deketin pisau ke lehernya Thorn.” jelas Alea panjang kali lebar kali tinggi kali luas kali isi.

“Eh! Maksud kamu apaan ya ganggu adek saya! Jelas-jelas adek saya tuh nggak mau ya sama kamu, dulu aja udah pernah kamu lamar tapi ditolak 'kan! Ya udah mundur aja sana, nggak usah ngancem-ngancem segala!” geram Thea ngomel nonstop.

|Flashback on|

“Mau nggak mau, kamu harus nikah sama Akang, Thorn. Karena orangtua kamu gagal bayar hutang ke bapa Akang!” kata Seno bersikeras. “Nggak! Pokoknya Eneng nggak mau nikah sama Akang! Thorn masih kecil, jangan harap Akang hancurin mimpinya Thorn untuk sekolah tinggi-tinggi!” ucap Thorn keras kepala (saat itu Thorn baru umur 16 tahun).

Tiba-tiba, Kang Robi datang untuk menyelamatkan hutang. “Ini, Sen. Saya aja yang bayar hutang almarhum mertua saya. Diterima ya, dan tolong jangan paksa-paksa Thorn untuk nikah sama kamu lagi karena hutangnya sudah lunas.” kata Kang Robi.

***

“Neng, kali ini Akang mau ngelamar Eneng dari kesungguhan hati, bukan karena perjodohan semata. Eneng mau nggak, nikah sama Akang?” tanya Seno sambil membuka kotak cincin berisi cincin tunangan di taman pas nyamperin Thorn yang lagi makan es krim.

“Maaf Kang, saya nggak bisa terima lamaran Kang Seno. Thorn nggak suka cowok yang hobi main judi, mabuk-mabukan, dan foya-foya. Thorn lebih suka cowok yang mau kerja keras demi menghidupi anak istrinya, bukan menghidupi hawa nafsunya.” tolak Thorn secara halus.

|Flashback off|

“Akang nggak usah deh ngejar Thorn lagi. 'Kan Kang Seno udah jadi suaminya Neng Idah, harusnya yang Akang cinta itu Neng Idah, bukan Neng Thorn.” pinta Idah.

Bersambung.....

.
.
.
.
.

Maaf agak panjang, soalnya ketambahan momen flashback

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Maaf agak panjang, soalnya ketambahan momen flashback.

Gara-Gara Keasinan: SOLTHORN [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang