“Kang, Eneng nggak ketemu-ketemu! Akang ngomong yang jelas atuh!” protes Thorn setelah sekitar setengah jam muter-muter doang nggak ketemu arah tujuan, sedangkan hasrat muntahnya udah naik lagi.
Solar cuma bisa tarik nafas, lalu dihembuskan. Ya iyalah kalo ditahan mulu ntar mengundang banyak orang untuk makan nasi kotak. “Akang udah ngomong yang jelas lho, Neng. Masa harus diulang-ulang?” tanya Solar mulai kesel tapi tetep lembut.
Thorn manyun. Dia merasa bersalah karena dia yang nyetir, tapi dia juga yang buta map. Alhasil nggak sampai-sampai. Mau protes juga ini kesalahannya sendiri.
“Akang setirin aja ya? Takutnya keburu Eneng kenapa-napa. Akang khawatir sama Eneng, takutnya nanti kondisi kesehatan Eneng makin bermasalah.” kata Solar. “Iya juga sih Kang. Ya udah, kita berhenti dulu ya di depan mebel itu, baru kita ganti posisi.” usul Thorn. Solar ngangguk setuju.
Thorn berhenti di depan mebel, terus turun dari motor. Solar juga turun dari motor, pindah ke depan gantian nyetir. Sedangkan Thorn duduk di belakang sambil meluk pinggang Solar dari belakang.
“Udah siap belum Neng?” tanya Solar. “Udah Kang. Yuk jalan.” balas Thorn. Tanpa banyak cingcong, Solar pun mengendarai motor ke rumah sakit terdekat disitu. Mumpung Thorn masih anteng, belum kumat mual-mualnya.
***
“Pasien nomor urut 208, atas nama Thorn Dewi Lestari, silakan masuk ke poli kandungan.” ucap operator rumah sakit.
“Lah, Akang mesen nomor urutnya ke poli kandungan, bukan poli umum?” tanya Thorn dengan polos. “Iya Sayang. Firasat Akang ngomong kalau kamu mual karena ada calon dede bayi di perut Eneng, bukan karena masuk angin. Soalnya Eneng akhir-akhir ini mood swing dan sering minta ini-itu juga, yang kalau nggak diturutin Eneng bakal marah banget sama Akang. Udah yuk, ayo kesana.” jelas Solar panjang kali lebar kali tinggi kali luas kali isi supaya Thorn nurut.
“Iya juga sih Kang. 3 bulan terakhir ini, Eneng nggak datang bulan sama sekali. Antara mikir biasa aja karena sering telat juga, atau curiga ada apa-apa sih. Apalagi statusnya Eneng 'kan udah nikah.” lirih Thorn sambil jalan ke poli kandungan. “Pantesan, Akang lihat juga kamu nggak pernah nggak salat selama 3 bulan ini. Ya udah, biar nanti dokternya yang periksa ya, dokternya temen Akang kok disini.” ucap Solar.
“Selamat datang, Bapak dan Ibu. Silakan duduk.” ucap seorang dokter wanita dengan formal. “Lah, Kang Solar? Neng Thorn?” ucap Alea reflek. “Lho? Kamu siapa kok kenal kami?” tanya Thorn.
“Neng, ini tuh Alea, sahabatnya Akang, dia tetangga kita yang waktu itu nolongin kamu juga pas kejadian Seno itu. Kalau nggak salah dia juga bilang kalau dia adik iparnya Thea.” jelas Solar. “Buset jahat amat kamu Thorn. Nggak inget sama aku. Mentang-mentang pas aku di luar tempat kerja nggak pakai hijab.” protes Alea sambil manyun.
“Oh iya ya... Maaf ya aku teh lupa sama kamu.” kekeh Thorn tanpa dosa. “Ya udah deh, keluhannya apa nih?” tanya Alea sambil mengambil buku catatan pasien.
“Bini gua tuh mual-mual, pusing. Mood swing dan ngidam-ngidam juga. Tapi pas udah dimakan, malah muntah-muntah juga. Dia juga nggak datang bulan selama 3 bulan terakhir.” jelas Solar singkat. “Oh oke, ya udah. Thorn, kamu baring dulu di kasur itu, aku periksa dulu ya.” pinta Alea. Thorn langsung nurut dan baring di kasur.
“Hari pertama haid terakhirmu kapan?” tanya Alea sambil membuka celana Thorn dan mengoleskan sebuah cairan pada perut Thorn. “12 Mei 2024.” kata Thorn.
Dalam beberapa menit, Alea berhasil mendapati sesuatu dalam perut Thorn. Dan sesuatu itu adalah janin, meskipun belum diketahui jenis kelaminnya.
“Selamat, Solar, Thorn! Janin kalian sudah berusia 3 bulan, tepat pada bulan ini. Kesehatannya dijaga semaksimal mungkin ya Thorn, jangan kebanyakan stress juga! Solar harus siap-siap jadi suami dan ayah siaga ya.” pesan Alea sambil menitikkan air mata terharu.
“J-Ja... nin? Alhamdulillah Yaa Allah!” ucap Solar terharu lalu melakukan sujud syukur ke arah kiblat. “Neng, Akang selalu siap dampingin Eneng. Eneng nggak boleh banyak pikiran ya, kalau ada apa-apa biar Akang aja yang mikir. Makannya yang sehat ya Neng, biar urusan ini lancar sampai lahiran.” kata Solar.
Thorn ikut menangis terharu, dan menganggukkan kepala. “Pasti, Kang. Karena yang Eneng jaga saat ini bukan hanya diri Eneng sendiri, tapi juga janin di dalam rahim Eneng.”
Bersambung.....
.
.
.
.
.Gimana? Udah dapet feel-nya? Awoakowwkowkw, congrats for Solar-Thorn!^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Gara-Gara Keasinan: SOLTHORN [✓]
Fanfictie[COMPLETED] Thorn Dewi Lestari, gadis remaja berusia 18 tahun yang baru saja lulus SMA, terpaksa menikah dengan seorang dokter tampan yang suka merayu wanita dan tebar pesona. Awalnya, karena Thorn sedang banyak pikiran tentang pekerjaan setelah lul...