بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اَللهم صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
𝐇𝐚𝐩𝐩𝐲 𝐑𝐞𝐚𝐝𝐢𝐧𝐠
___________________"Jadi, siapa yang mengajak duluan?" tanya Pak Bondan dengan suara yang agak kesal, berdiri tegak sambil memegang mistar kayu berukuran satu meter. Mistar itu menciptakan bayangan yang seolah mengancam di ruangan.
"Dia, Pak," kata Arga sambil menunjuk Cirak di sampingnya.
Panik, Cirak menggeleng-geleng kepala. "Dia, Pak," ujarnya sambil menunjuk Gilang, yang segera mengangkat kedua tangannya.
"Bukan, Pak, Cakra!" teriak Gilang, kembali menunduk menatap sepatunya yang tali sepatunya tidak terikat.
Alis Cakra berkerut, menatap teman-temannya yang saling menyalahkan.
"Kok gue?"
"Jadi, ini yang benar siapa?" tanya Pak Bondan dengan nada jengah, sambil memukul mistar ke meja dengan keras.
Suara keras itu membuat para guru di ruangan ikut terkejut.
"Maaf, Pak... Bu..."
Pak Bondan meminta maaf dengan senyum ramah. Para guru kembali ke aktivitas mereka. Memang jika ada masalah seperti ini yang ditangani adalah Pak Bondan, tapi jika kasusnya parah seperti yang dilakukan empat remaja ini, biasanya langsung dilaporkan ke kepala sekolah.
"Iya, ayo ngaku," tambah Keyra, ikut mengompori suasana.
"Diem lo, bocah ingusan!" sembur Gilang.
"Ye, enak aja! Kita seumuran, kalau lo lupa. Kalau gue bocah ingusan, terus lo apa? Bocah ileran?" balas Keyra, membuat Gilang melotot marah.
"Keyra," tegur Pak Bondan dengan tegas.
"Maaf, Pak," sahut Keyra, menangkupkan tangannya di depan dada dan menunduk singkat.
"Kalau tidak ada yang mau mengaku, saya akan lapor hal ini ke kepala sekolah dan mengusulkan agar orang tua kalian dipanggil," kata Pak Bondan serius.
"Ibu saya sudah meninggal, Pak. Bapak mau gali kuburannya?" Cirak menanggapi dengan nada datar.
"Siapa juga yang bilang ibu kamu? Bapak kamu!" balas Pak Bondan.
"Saya dari lahir tidak pernah ketemu sama ayah saya. Bapak mau bantu cariin?"
Cirak mengajukan permintaan yang tak mungkin.
"Siapapun, keluarga kamu bisa!"
Pak Bondan mulai kesal.
"Saya tidak punya keluarga di bumi, Pak. Kalau di Mars masih punya," kata Cirak dengan nada santai.
"Siapa, Rak?" tanya Gilang.
"Alien," bisik Cirak, yang membuat keduanya tertawa kecil.
"Kenapa kalian ketawa, ada yang lucu?" tanya Pak Bondan pada seluruh manusia yang ada di ruangan termasuk Keyra.
"Gak ada, mungkin ini gejala sakit jiwa kali ya Pak, abis ini di bawa ke RSJ aja ya," saran Keyra.
"Sialan lo," umpat Gilang tak terima hal itu membuat Keyra mengulurkan lidah, terlihat mengejek.
Berbeda dengan Cirak, Arga, dan Gilang, Cakra nampak termenung bergelut dengan fikirannya. Tangan cowok itu sudah keringat dingin saat ini. Bukan hanya tangan tapi pelipisnya juga padahal ruangan ini ber-AC.
*****
Keempat remaja itu berdiri di koridor sekolah, tepat di depan ruang kepala sekolah. Cakra bersandar di tembok dengan sikap tak acuh, sambil menyandarkan tangan di dada. Tak lama, pintu kayu terbuka dan dua wanita serta seorang pria paruh baya melangkah keluar dari ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAKRA KEEGAN TARIQ (Revisi)
Fiksi Remaja"Hatiku yang memilihmu, dan penggeraknya adalah sang Pencipta," kata Cakra. "Saya yakin, kamu adalah yang terbaik dari sebaik-baiknya wanita di luar sana," lanjutnya.