Chapter 22 | Melihat Senyumnya

484 24 6
                                    

Chapter 22 | Melihat Senyumnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chapter 22 | Melihat Senyumnya

🎸🎸🎸

Ada kalanya aku bersemangat. Namun, kala lelah aku mengerti, memperjuangkanmu tak lagi punya arti.

-----------

Suara pukulan terdengar makin membabi buta.

"Ijal." Geraman itu muncul begitu saja dari bibir Galaksi. Wajahnya ditutupi masker agar identitasnya tidak mudah diketahui oleh musuh. Sialnya, Ijal malah terjebak di kandang musuh. Cowok itu sudah babak belur, dan Galaksi harus membawanya pergi dengan cepat dari sana.

Pada dasarnya, Febs selalu bergerombol. Itulah yang paling Galaksi benci dan kewalahan melawan mereka seorang diri. Teman-teman barunya yang lain menunggu di mobil. Mereka tidak mengambil risiko dengan keluar begitu saja, karena rencana Galaksi pasti gagal jika mereka melakukannya.

Galaksi sudah menduga Febs bakal menyiapkan banyak hal sejak kasus kematian misterius murid-murid di sekolah mereka. Namun, Galaksi tidak mengira bahwa Ijal ketahuan dengan mudahnya.

Napas Galaksi naik turun. Ia kesulitan membawa ljal yang tidak sadarkan diri. Ijal sangat berat dan Galaksi terpaksa menarik tubuh cowok itu seadanya.

Galaksi baru bisa bernapas lega saat dirinya dan Ijal sudah memasuki mobil. Akhirnya mereka berhasil pergi dari kandang musuh. Galaksi mengatur napas, sementara temannya yang lain mencoba memberi Ijal minyak angin agar cepat sadar.

Debar jantung Galaksi bergemuruh. Di benaknya, ia nyaris tidak percaya apa yang dialami dan dirasakan Antariksa ketika melawan musuh-musuhnya dulu. Galaksi mengusap wajahnya gusar, dan Farshad mengulurkan sebotol air mineral kepadanya. Galaksi terlihat sangat gusar.

Ztriks menyetir dalam kecepatan tingga hingga mobil itu meninggalkan wilayah SMA Febs. Sementara Galaksi berperang dengan dirinya sendiri. Ingatannya terus tertuju kepada Laluna, sosok yang selalu dicintainya.

"Lo tahu gak, Gal?" tanya Laluna seraya tersenyum manis. Senyum yang sangat disukai Galaksi.

Galaksi menggeleng. "Gue bukan peramal, Na, lo kan belom cerita."

"Antariksa suka sama gue."

Saat itu, harusnya Galaksi sadar kalau senyum ceria Laluna bukanlah untuk dirinya. Senyuman itu untuk Antariksa, hanya saja cewek itu tidak tahu harus membagi senyumnya kepada siapa. Bahkan, Laluna tidak pernah menyadari senyum Galaksi.

Lantas siapa yang akan melihat senyumannya?

* * *

"Kesel ih," gerutu Kayla tiada henti.

Ia menatap cowok di depannya dengan penuh kejengkelan. Tangan Kayla berkacak pinggang, detik selanjutnya ia menarik rambut Galaksi cukup keras. Galaksi mengaduh kesakitan.

"Lo itu sebenernya niat ngajarin gue gak sih?" tanya Kayla, ekspresi kesal terpampang jelas di wajahnya. "Gue udah capek-capek ke kafe, tapi lo malah diam aja!"

Galaksi mengusap kepalanya yang terasa perih. "Bacot, ini tuh cara gue belajar."

Kayla melongo mendengar itu. Belajar apanya? Selama satu jam dirinya hanya memperhatikan buku, dan berharap Galaksi akan menerangkan semua materi untuk lomba nanti. Entah dengan cara apa cowok itu berhasil membujuk Bu Dina agar memberikan kesempatan itu pada Kayla.

"Belajar itu kayak guru di sekolah, guru menerangkan dan murid paham," jelas Kayla dengan suara cukup keras. "Jadi lo harus nerangin materi-materi ini ke gue."

Galaksi bertumpu pada sikunya, lalu menatap Kayla lama. Cewek itu jadi grogi karena ditatap begitu oleh Galaksi. Sementara itu, pengunjung yang lain juga tidak mau kalah. Kayla mendapati sejumlah cewek betah memperhatikan meja mereka. Lebih tepatnya, memperhatikan Galaksi yang mengenakan setelan kasual dengan jaket keren.

"Gue udah kasih kesempatan lomba buat lo. Tapi lo belom bilang janji buat timbal balik."

Kayla menghela napas mendengar ucapan Galaksi. Kalau saja bukan karena keuntungan yang ia dapat, Kayla sebenarnya tidak sudi menerima penawaran Galaksi.

"Lo emang maunya timbal balik apa sih?" tanya Kayla pada akhirnya.

Galaksi tersenyum mendengar itu, lalu ia mengeluarkan sebuah buku dan pulpen. Kayla menerimanya dengan dahi mengerut. Buku itu masih kosong melompong.

"Tulis kata-kata yang menurut lo paling bagus," ucap Galaksi. "Kalau udah selesai, kasih ke gue, dan gak usah khawatir dengan kegagalan nanti, karena ...."

"Karena ...?" Kayla menautkan kedua alisnya.

"Karena Galaksi selalu menang," lanjutnya dengan percaya diri tingkat tinggi. Dan rasanya Kayla ingin menonjok wajah Galaksi saat itu juga.

"Gal," panggil Kayla ketika melihat cowok itu hendak menutup wajahnya dengan buku.

"Hmm," sahut Galaksi singkat.

Sejak pertama kali dipeluk oleh Galaksi, semakin lama hatinya merasa resah. Apalagi setelah tahu fakta bahwa cowok itu memberinya napas buatan.

"Kalau gue ...," ucap Kayla ragu, membuat Galaksi balik memperhatikan cewek itu. "Gak jadi deh."

Galaksi tiba-tiba tertawa. Kayla tertegun melihat itu. Selama ini, entah sadar atau tidak, sepertinya ia belum pernah melihat Galaksi tersenyum kepadanya, apalagi tertawa seperti itu. Ditambah, Galaksi menjawil hidungnya cukup keras. Membuat jantung Kayla memompa darah dengan cepat.

"Gal, apa cuma gue cewek pertama yang lihat lo senyum?" tanya Kayla tidak tahan.

Galaksi terdiam. Mungkin jawabannya adalah "ya". Karena Laluna tidak akan pernah melihat senyumnya.

🎸 🎸 🎸

Gimana chapter ini menurut kamu?

SEMOGA KAMU SUKAAA

NEXT?

VOTE!

KOMEN!

SHARE ke teman-teman kamu!

TERIMA KASIH

FOLLOW MEDIA SOSIALKU

OUTWITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang