11

30 2 0
                                    


~Hidup itu seperti bianglala, berwarna namun hanya sementara. Seperti indurasmi yang memantulkan cahaya nya pada ayar, tampak indah namun tak terjamah~

HAPPY READING 🥀

Seminggu sudah berlalu, namun anak istimewa itu tak pernah lagi menginjakkan kaki di bangunan tempatnya menuntut ilmu. Mungkin bagi orang yang melihat nya tempat itu adalah tempat yang bagus untuk anak seperti jo, karena di tempat itu jo bisa di Terima dalam keadaan yang terbatas. Namun bagi rain sang bunda joshua, tempat itu bak neraka bagi joshua. Tempat di mana anak seperti joshua menerima berbagai cacian dan kekerasan karena keterbatasan yang di miliki nya.

"Mulai hari ini bunda nggak akan biarin mereka nyakitin jo lagi." Ucap rain sambil memeluk erat jo dan mengelus lembut pucuk kepala anak nya itu.

"Bunda akan meluangkan waktu untuk jo, dan jo bisa belajar dengan bunda." Sambung nya sambil melepas pelukan erat nya.

Selama seminggu terakhir, nathan tidak pernah lagi berniat memukul jo. Entah apa alasan nya, namun rain sangat bersyukur pada perubahan suami nya. Namun perubahan itu belum cukup untuk mengobati keretakan pada hati rain. Ia selalu ingin menangis melihat bekas luka di tangan, punggung dan wajah jo akibat kekerasan di sekolah dan di rumah nya sendiri.

Rain kembali memeluk erat jo, bahkan begitu erat nya pelukan pada jo hingga membuat rain tidak menyadari tetesan cairan berwarna merah pekat keluar dari hidung nya dan mengenai rambut jo.

Jo yang tersadar segera melepaskan pelukan dari bunda nya, kemudian pandangan nya teralihkan pada darah yang mengalir dari hidung bunda nya.

"Darah! Darah! " Teriak jo dengan wajah yang tampak ketakutan.

Rain perlahan mengusapkan jari nya pada bagian hidung nya, betapa terkejut nya ia saat melihat cairan merah dari hidung nya kini sudah melekat di jemari yang tadi ia gosokkan pada hidung nya.

"Nggak papa nak, bunda cuma ke capean an kok. Jo tunggu sebentar ya, bunda ke toilet dulu." Rain meninggalkan joshua yang masih memandang dirinya.

Di guyurnya tangan yang terkena darah itu dengan air dari sebuah gayung plastik yang sudah tampak usang. Rain yang sibuk membersihkan darah di hidung nya, tak menyadari kepulangan nathan.

Saat melewati kamar jo, nathan tak melihat keberadaan rain. Ia pun memasuki kamar jo dengan tatapan tajam nya. Ia menatap marah pada jo yang duduk di atas ranjang sambil menggerogoti kuku nya.

"Kau itu bodoh!, Karena kau aku menyakiti orang yang aku sayang. Kalau saja bukan karena rain, maka sudah lama kau mati di tangan ku." Ucap nathan sambil menampar pipi jo. Jo sama sekali tak bergeming, ia terus menggerogoti kuku kuku tangan nya. Hal itu tentu saja membuat Nathan naik darah, hingga kedua tangan nya terulur untuk menjambak rambut jo.

"Sakit!, sakit! " Teriak jo sambil memegang kepala nya.

Nathan sedikit pun tak mendengar teriak kesakitan jo. Nathan semakin menarik kuat rambut jo, hingga nyaris terlepas dari kulit kepala nya.
Tarikan yang kuat itu membuat badan jo terhempas ke lantai dari atas ranjang nya.

Rain yang masih berada di toilet mendengar suara ribut dari kamar jo. Ia cepat cepat mengelap hidung nya dengan handuk kecil. Rain berlari secepat mungkin menuju kamar jo, Sayang nya kamar jo terkunci dari dalam.

"Jo! " Panggil rain sambil memukul pintu itu dengan tangan nya. Rain tau betul apa yang terjadi di dalam kamar itu karena ia mencium bau parfum milik nathan.

"Sakit!, sakit!, sakit!." Teriak jo dari dalam kamar nya saat belt milik nathan menghantam punggung nya bertubi tubi.

"Nathan berhenti!, kalau kau terus menyakiti jo ku. Biar aku mati saja nathan!! " Teriak rain dari luar kamar jo sambil terus menggedor pintu kamar jo. Namun tetap saja tak ada respon sama sekali dari nathan. Telinga nya seakan tuli akibat emosi yang sudah menguasai jiwa nya.

Air mata mengalir deras di wajah rain saat mendengar teriakan jo yang begitu menyayat hati nya.
"Ya Tuhan tolong jo ku! " Ucap rain sambil terduduk lemas di depan kamar jo.

Setelah puas dengan belt nya, kini nathan melepas sepatu nya. Ia kemudian memukul kan sepatu itu pada kepala jo. "Anak pembawa sial harus mati! " Teriak nathan yang terus saja memukul jo secara membabi buta.

"NATHAN BERHENTI!, KALAU TIDAK AKU AKAN MENUSUKKAN PISAU DI PERUT KU!!, BIAR KAU BAHAGIA MELIHAT JASAD KU." Teriak rain dari luar kamar nya. Nathan menghentikan kegiatan nya, ia kemudian berlari membuka pintu kamar jo. Betapa terkejutnya nathan melihat rain yang sudah mengarahkan pisau pada perut nya dan bersiap untuk menusukkan benda tajam itu pada perut nya.

"Rain, sayang jangan sayang." Ucap nathan sambil berusaha mendekati rain.

"Satu langkah kau mendekat, maka pisau ini akan langsung menembus perut ku!." Ancam rain pada nathan.

Nathan tak lagi berusaha mendekati rain, namun di saat rain sedang lengah, nathan segera merebut pisau itu dari tangan nya. Namun rain memberontak dan menarik pisau itu dengan kasar hingga melukai telapak tangan nathan.

Apakah rain peduli? Jawaban nya tentu tidak. Rain membiarkan nya begitu saja dan segera berlari masuk ke dalam kamar jo. Rain juga mengunci pintu kamar jo dari dalam.

"Jo hiks... Hiks.. " rain terkulai lemas melihat kondisi jo yang memprihatinkan. Rain memeluk tubuh lemah itu dan mendekap nya dengan erat.

"Maafkan bunda nak, maaf." Ucap rain sambil mengelus lembut pundak jo yang tampak merah kebiruan. Ia juga merasa ada benjolan di beberapa bagian di kepala jo. Rain tak mampu berkata kata lagi, hanya air mata yang bisa mengungkapkan betapa sakit hatinya ia melihat kondisi anak nya.

Jo menatap wajah bunda nya, ia segera menghapus air mata yang mengalir deras di wajah bunda nya.

Rain mengambil tangan itu dan mencium nya dengan lembut.
"Jo sepertinya bunda terlalu sulit menjalankan janji bunda untuk melindungi jo. Bunda gagal jo!, bunda nggak bisa melindungi jo." Ucap Rain dengan isak tangis yang terdengar sangat memilukan.

~Aku tak pernah dapat membuat hujan ku berhenti bersedih~

Joshua Kingston ChevalierTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang