Chapter 2

7.5K 249 3
                                    

I'M COMING MY FREEDOM

Jam dinding di kamar Rey menunjukkan pukul 21.35. Rey memandang keluar jendela kamar asramanya. Hujan masih saja deras mengguyur sembari ditemani petir yang kadang-kadang berteriak nyaring. 

Rey diam tanpa mengucapkan satu patah kata apapun. Dia juga tak mempedulikan suara dengkur pulas Igo yang sudah tertidur sejak tadi. Rey juga tak mengindahkan rasa nyeri yang terasa di pipinya yang biru lebam. Karena dia tahu, rasa sakit di pipinya itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan rasa sakit yang menyerang hatinya. 

Bagaimana hatinya tidak sakit, jika harus merasakan kehilangan orang yang begitu dicintainya sepenuh hati. Ikhlas tanpa pamrih.  

Kenangan di benaknya seakan kembali di putar ulang. Bayangan senyum Neyna, gadis yang begitu dicintainya. Bayangan ketika Neyna meninggal akibat penyakit kanker darahnya. 

Hah...semua itu adalah kenangan berharga Rey tentang Neyna. Baik isinya duka maupun suka, tapi Rey tetap menjadikannya kenangan dalam hatinya dan tak akan lekang oleh waktu. 

Walaupun sekarang Neyna tak lagi berada disampingnya, Rey tidak kunjung dapat menghapus bayangannya. Bagaimana bisa dia melupakan gadis cinta pertamanya itu demikian mudah? Karena di setiap helaan nafasnya selalu terbayang gadis itu. Rey sendiri bahkan tidak tahu, apakah dimasa mendatang dia dapat menambatkan hatinya pada gadis lain selain Neyna? 

'Na, lo tau? Saat ini gue kangen banget sama elo. Lo gimana di surga? Apakah surga seindah yang elo bayangin dulu?' batin Rey menyapa Neyna dalam hening. Dia tahu, pertanyaannya itu tak akan pernah terjawab. Namun desauan angin yang turut menyapa hujan, baginya adalah sebuah jawaban Neyna dari surga. 

'Na...kalau lo masih hidup, gue bakal nyatain perasaan gue ke elo yang belum sempet gue nyatain. Tapi, sayangnya...semua itu nggak akan terjadi,'Rey menghembuskan nafas panjang. Dalam hatinya berharap semoga saja Tuhan mengirimkan seorang gadis seperti Neyna, untuk dirinya...

####


Shesa berkali-kali menutup telinganya dengan bantal sofa yang empuk, jika Abi mulai mengejek rambutnya. Rambutnya yang dulu panjang tapi berantakan, kini sudah panjang, lurus dan hitam. Ini semua berkat tangan lincah Tince, si hairstylist di salon langganan Arnet. 

"Aduh...adikku ini makin cantik aja. Gue harus terimakasih nih, sama Arnet!"ledek Abi. 

"Ah...kak Abi! Jangan ngeledekin terus donk! Gue jadi malu tau!" 

"Wah...Shesa jadi lebih cewek, nih. Kejar target ya, Sa?"kali ini giliran Deto yang bertanya. 

Shesa memandang Deto heran. "Maksud lo, kak?" 

"Kejar target dapet cowok di sekolah baru,"jawab Deto sambil tertawa lepas. 

"Hahahahahahahaha!"tawa Abi yang memekakkan telinga makin membuat jengkel Shesa.  

Shesa melempar bantal ke mulut Abi."Makan tuh bantal! Rese banget sih kalian berdua!" 

"Waduh? Kalo penampilan udah feminim, sikap juga harus ikut feminim, Sa! Masa eksterior kayak kelinci tapi interior kayak singa betina kelaparan?" 

"Resek! 'Ya Allah...kenapa aku diberi kakak-kakak jahil seperti ini? Berikanlah mereka kewarasan, ya Allah'. Dasar Kak Deto, Kak Abi ngebetein!" 

"Shesa, koper kamu udah siap semua? Barang yang mau kamu bawa?"tanya Mama. 

Shesa berbalik memandang mamanya. Menghentikan serangan brutalnya terhadap kakaknya. "Baju, seragam, buku dan semua keperluan Shesa udah masuk ke koper. Tapi....,"Shesa langsung berlari ke dapur. Semenit kemudian dia kembali ke ruang keluarga. "Koper makanan juga udah siap!" lapornya pada mamanya. 

T-Rex LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang