Di café...
"Mbak, saya pesan hot chocholate 2, roti capuchinonya 2, dan satu porsi kentang goreng."
"Baik, mbak. Ini minumannya dan makanannya akan segera diantar kesana."
Aku berjalan mencari sahabatku. Dia bilang tadi mau mencari tempat duduk, tapi mataku sudah berkeliling ke semua penjuru tempat duduk café yang ada di lantai satu ini masih tidak menemukan dimana keberadaan Dhania. Saat aku berbelok mau menaiki tangga, tidak sengaja aku menabrak seseorang yang membuat bajunya menjadi basah dan minumanku tumpah begitu saja.
"Lo kalau jalan liat-liat apa! Baju gue sampai kotor kena minuman lo!"
"Lah lo juga jalan asal nabrak-nabrak aja, gak liat apa gue bawa minuman!"
Masih ada orang yang kaya gini, dia yang nabrak. Kok jadi aku yang disalahin.
"Gue nggak mau tau, pokoknya lo harus tanggung jawab!" bentaknya.
"Ee-ng... gimana caranya gue harus tanggung jawab?"
"Lo harus gantiin baju gue."
"Ya udah sini, buka baju lo nanti gue cuciin," pintaku.
"Gila lo... lo mau bikin gue malu, huh?"
"Lagian ini 'kan bukan salah gue doang, salah lo juga kali jalan ngga pake mata."
"Kok lo jadi marah? Harusnya 'kan gue yang marah sama lo."
"Ya jelas lah, orang lo yang nabrak gue duluan."
"Ahh, sudah lah capek gue ngomong sama orang kaya lo," ucapnya sambil melangkahkan kaki menjauh dariku.
"EH, LO JANGAN ASAL PERGI AJA. GANTIIN MINUMAN GUE!" teriakku.
Dasar orang nyebelin.
Aku langsung kembali ke antrian untuk membeli minuman lagi. Karena minumanku tadi jatuh gara-gara dia. Setelah aku mendapatkan kembali minumanku, aku mencari Dhania di lantai dua café ini, ternyata memang Dhania ada di lantai dua dengan makanan yang sudah ada di atas meja.
"Lama banget lo, Ale. Gue udah nungguin lo dari tadi!"
"Iyah sorry kali. Tadi tuh ada cowok nggak jelas nabrak gue, bukannya minta maaf sama gue malah dia yang marah-marah. Emang sih baju dia kotor juga, seenggaknya dia harus gantiin minuman yang tumpah bukan malah kabur begitu aja."
Dhania mencubit pipiku. "Iya udah kali nggak usah cemberut gitu mukanya. Kita dateng disini buat jalan-jalan bukan buat cari musuh dari luar."
"Tapi, tetep saja gue masih kesel banget sama dia. Benci gue sama dia," ketusku sambil memakan kentang goreng.
Kalau di lihat-lihat cowok itu memang sangat tampan, tubuhnya tinggi, suaranya yang berat membuat ke tampanannya jauh lebih meningkat, tapi sayang dia punya sifat yang ngeselin. Eh? Apaan sih, kok aku malah jadi ngebayangin dia. Aku menggelengkan kepalaku dan menyeruput hot chocholateku yang sudah hampir dingin.
...
Aku baru sampai di rumah jam tujuh malam. Dhania segera pulang dan tidak mampir ke rumahku. Saat aku memasuki gerbang terlihat motor besar, seprtinya itu motor cowok. Aku teringat bahwa di rumahku hanya ada dua orang cowok, satu itu Papaku dan satu lagi Kak Rudi---kakak kandungku. Tunggu... ini pasti Kak Rudi yang pulang ke rumah, tadi Papa ke Bandung menaiki mobil jadi yang datang adalah kak Rudi. Aku segera masuk ke dalam rumah dan menjatuhkan barang belanjaanku di lantai ketika melihat punggung tegap Kak Rudi yang sedang berjalan ke arah tangga.
"KAKAK!" teriakku dan berlari memeluknya dari belakang. Aku sudah sangat rindu dengan Kak Rudi.
Kak Rudi sekarang kuliah di salah satu universitas yang ada di Bogor, sudah sampai semester lima. Ia pulang ke rumah di hari Sabtu dan Minggu atau saat libur semester.
KAMU SEDANG MEMBACA
BE A RAINBOW
Teen FictionAwalnya aku nggak percaya sama yang namanya "Love at first sight" sampai akhirnya aku melihatnya untuk yang pertama kali. Aku suka dan tidak bisa menjelaskan dengan kata-kata betapa tampannya dia. Tapi, hatiku sakit melihat orang yang aku suka sudah...