Kulihat penampilanku di depan cermin. Keadaanku sudah membaik dari kemarin. Aku menyingkap tirai jendela karena cahaya matahari tiba-tiba saja tidak seterang biasanya.
Aku lihat ke langit luar. Mendung. Sebentar lagi akan turun hujan, sebaiknya aku cepat sampai sekolah. Setelah berpamitan dengan Papa dan Mama, aku berangkat ke sekolah.
Baru beberapa menit aku meninggalkan rumah, titik-titik air hujan mulai terlihat di kaca jendela mobil. Hujan gerimis menyambutku saat aku sampai di sekolah. Kali ini aku tidak berlari karena aku tidak ingin kejadian itu terulang lagi.
Aku memasuki kelas yang sudah terlihat sangat ramai. Tidak terasa sudah mau memasuki ujian kenaikan kelas. Aku harap masalah akan selesai sebelum ujian kenaikan kelas dimulai.
...
Bel jam pelajaran terakhir berdering. Selama pelajaran berlangsung hanya di berikan motivasi saja. Kebetulan guru yang sedang memberikan motivasi merupakan wali kelasku.
Lima belas menit sebelum bel pulang, wali kelasku sudah keluar dari kelas. Aku merapikan barang-barangku yang berserakan di meja. Setelah itu aku membuka akun sosial media dan mencari-cari sesuatu. Tiba-tiba timelineku muncul sebuah tulisan di akunnya Kak Raffa. Ini pertama kalinya aku melihat tulisan sepanjang ini.
'You can't be hard on yourself for these were the cards that you were given so you have to understand that these, like... that's not who you are. You're trying to be the best you can be but that's all you can do. If you don't give it all you got, you're only cheating yourself. Give it all you got, but if it ends up happening, it ends up happening.'
Ini tulisan terpanjang yang pernah aku baca di akunnya Kak Raffa. Bel pulang berbunyi, semua teman kelasku berhamburan keluar termasuk Viola yang juga sudah keluar. Hujan mulai mereda walaupun masih gerimis halus.
Aku keluar kelas dan mencari Dhania ke kelasnya. Baru saja aku ingin melihat ke dalam, Dhania sudah keluar dari kelas.
"Dha, gue minta maaf sama lo. Bener-bener maaf."
"Nggak perlu," ucapnya sambil berjalan.
Aku menarik tangan Dhania, tapi ia segera menepis tanganku. "Dha, jangan kayak gini."
"Apa mau lo sekarang? Lebih baik lo itu nggak usah ada dideket gue lagi," ucap Dhania dengan suara tinggi.
"G-gue minta maaf, Dha. Gue tau gue salah. Please, maafin gue. gue nggak mau ribut kayak gini," ujarku dengan suara yang agak lirih.
Tubuhku lunglai saat Dhania mendorongku. Aku terjatuh. Untung saja sekolah sudah sepi, jadi tidak ada yang melihat pertengkaran kami di lapangan dengan keadaan hujan. Dhania masih mengucapkan kata-kata yang membuatku menohok hati.
"Berhenti semuanya!" sebuah suara lantang yang membuatku menoleh.
"Ka-Kak Raffa," gumamku.
"Gue bilang berhenti, Dha," ucap Kak Raffa sambil menarik lengan Dhania. Dhania menepis tangan gue, lalu menatap Kak Raffa tajam. Aku berdiri tegak di samping Kak Raffa.
"Kenapa lo jahat sama sahabat lo sendiri, Dha? Katanya lo mau selesain masalah baik-baik. Tapi sekarang apa?"
"Cih, nggak bisa pakai cara baik-baik," ujarnya. "Harusnya lo jangan nanya gue. Tanya, tuh, sama orang yang lo sayang, itu?" ucap Dhania dengan sinis.
"Nggak seharusnya lo kayak gituh sama sahabat lo. Mau bagaimana pun dia itu tetap sahabat lo."
"Gue nggak punya sahabat kayak dia. Asal lo tau yah, kita itu ribut gara-gara lo. Paham Raffa Dirga Prawijaya orang yang paling famous seantero sekolah!"
KAMU SEDANG MEMBACA
BE A RAINBOW
Novela JuvenilAwalnya aku nggak percaya sama yang namanya "Love at first sight" sampai akhirnya aku melihatnya untuk yang pertama kali. Aku suka dan tidak bisa menjelaskan dengan kata-kata betapa tampannya dia. Tapi, hatiku sakit melihat orang yang aku suka sudah...