Mataku mengerjap sehabis bangun dari tidur. Kali ini aku bangun lebih siang karena sekolah sedang libur. Itulah yang pelajar suka termasuk aku, hehe. Aku melihat ke pintu balkon yang sengaja tidak aku tutup dengan rapat. Tirai yang ada pada pintu balkon terbang kesana kemari sebab angin yang sedang berhembus kencang di luar sana. Aku membenarkan posisi menjadi duduk sambil memeluk boneka beruang besar. Percakapan di LINE tadi malam membuatku sedikit terusik. Aku ingin tahu siapa yang ia panggil dengan sebutan "sayang" ataukah panggilan itu hanya sebuah angan-angan saja tidak bermaksud lebih. Ah, sangat sulit untuk membedakan hal itu. Rasanya hanya masalah seperti itu saja aku terlalu menjadikannya sebuah beban. Dengan cepat aku menyingkap selimutku dan berjalan ke arah balkon.
Begitu pintu balkon dibuka, bau petrichor kembali menusuk indra penciumanku. Sangat tenang dan nyaman. Dengan masih mengenakan piyama, aku menengadahkan telapak tanganku ke bawah rintik hujan yang mulai turun membasahi tanah. Satu persatu dan semakin lama semakin deras. Aku suka, suka sekali dengan hujan. Malah aku lebih banyak menghabiskan waktu ku untuk bermain air hujan tanpa memikirkan resikonya.
Hujan mulai besar dan kilat sudah menyambar sana sini. Kilat merupakan salah satu kelemahanku. Aku kembali ke dalam kamar, mencuci muka di kamar mandi dan segera turun ke bawah.
Kakiku melangkah menuruni anak tangga. Saat sudah sampai di bawah, aku melihat sebuah mobil yang terparkir di dekat teras rumah. Aku melihat sekitar rumah yang tampak sangat sepi. Dahiku mengernyit, lalu berpikir sambil menaruh jari jari telunjukku di dagu. Yang membuatku lebih heran, kenapa Bibi begitu sibuk menyiapkan makanan, apakah ada tamu?
Aku berjalan mendekati dapur. Tampaknya Bibi tidak melihatku, sebaiknya aku diam saja dan membuat susu cokelat. Bibi memanggilku ketika aku baru saja mengambil bubuk susu cokelat di dalam kulkas.
"Mbak, cari makanan ya? Bibi belum masak."
Aku menutup pintu kulkas dan mengambil gelas. "Nggak kok, Bi. Aku belum laper, cuma mau bikin susu aja," ucapku sambil memasukkan beberapa sendok bubuk susu cokelat.
Bibi menganggukan kepalanya, kembali menaruh kue kering di dalam toples dan aku mengambil air panas pada dispenser.
"Ada tamu?" tanyaku langsung pada bibi sambil mengaduk susu cokelatku.
"Iyah, Mbak. Kayaknya temennya Mas Rudi," jawabnya dengan aksen jawanya yang kental. "Mbak, ndak mau kesana?"
"Males lah paling nanti aku yang dikacangin."
"Dikacangin itu apa yah, Mbak? Bibi ndak tau."
"Di diemin gituh lho, Bi."
"Oh, begitu."
Aku menganggukan kepala. "Aku ke kamar dulu ya, Bi," pamitku.
Sekilas aku melihat dari ruang untuk nonton film tampak ramai. Sepertinya memang itu temannya Kak Rudi dan aku melanjutkan jalanku menuju kamar.
Begitu sampai di dalam. Handphoneku berkedap-kedip tanda ada sebuah notifikasi masuk. Kuletakkan gelas susu di atas meja belajarku dan meraih handphone yang ada di atas nakas. Dengan cepat aku membuka pesan dari Viola.
RViolaniR : kuy, jalan. Qtime.
AlenataAB : hujan
RViolaniR : Gue bawa mobil kok, tenang aja. 30 menit lagi gue sampe rumah lo. Siap-siap yaa. Bye!
Aku menggelengkan kepala karena masih tidak menyangka punya teman satu kelas seperti Viola. Terlihat tomboy, tapi hatinya sangatlah baik. Aku menggulirkan layarku ke atas mencari pesan penting selain dari Viola. Ternyata tidak ada, hanya pesan dari grup dan pesan dari promosi barang. Mataku terbelalak ketika melihat jam yang ada di layar handohoneku. Tanpa sadar aku sudah nenghabiskan waktu lima belas menit hanya untuk memeriksa pesan. Aku melempar handphoneku ke atas kasur dan segera berlari ke kamar mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
BE A RAINBOW
Teen FictionAwalnya aku nggak percaya sama yang namanya "Love at first sight" sampai akhirnya aku melihatnya untuk yang pertama kali. Aku suka dan tidak bisa menjelaskan dengan kata-kata betapa tampannya dia. Tapi, hatiku sakit melihat orang yang aku suka sudah...