Tepat dua hari dari kejadian itu aku sudah meneguhkan hati. Sebisa mungkin aku memaafkan Kak Raffa meskipun ia sudah menyakitiku.
Pagi ini Viola datang ke rumah. Bahkan sebelum aku bangun dari tidur nyenyakku.
"Lo ngapain Vi datang ke rumah gue sepagi ini?"
"Gue tuh mau curhat sama lo."
"Bentar gue cuci mandi dulu. Nanti cerita di bawah aja."
Aku segera mengambil beberapa baju yang ada di dalam lemariku dan langsung masuk ke dalam kamar mandi. Tiga puluh menit setelah itu, aku keluar dari kamar mandi.
"Lo mau langsung curhat atau mau sarapan dulu?"
"Langsung aja deh."
Sekarang aku dan Viola berada di ruang tamu sambil menonton film kartun.
"Lo tau nggak? Dua hari kemarin tuh Kak Divo ajakin gue jalan. Tapi tiba-tiba aja nggak jadi dan dia minta di lain waktu. Pas besoknya gue hubungin dia, katanya dia lagi sibuk dan nggak bisa jalan lagi sama gue. Gue takut dia suka sama cewek lain. Dia begitu kenapa ya?"
Aku yang mendengarkannya itupun terbelalak. Dia hari yang lalu katanya!? Bertepatan denganku yang bertengkar dengan Kak Raffa.
"Lagi jagain cewek lain kali."
"What?! Maksud lo cewek lain?"
"Dua hari yang lalu, gue berantem sama Kak Raffa gara-gara dia peluk cewek lain yang di rumahsakit, disana gue lihat juga ada Kak Divo. Entah ngapain, mungkin jagain cewek iu sementara sampai Kak Raffa dateng."
"Kok lo nggak cerita sama gue?"
"Gue-"
Ting... tong...
Bunyi bel rumah membuatku menghentikan ucapanku. Baru saja aku ingin membukakan pintunya, tapi kalah cepat dengan Viola. Tidak lama setelah itu Viola datang kembali ke ruang tamu dengan seseorang yang ada di belakangnya.
"Siapa,Vi?" tanyaku.
"Pacar lo."
Begitu aku mendengarkan suara Viola. Aku langsung berdiri dan berjalan hendak meninggalkan ruang tamu. Dengan sengaja aku sedikit ingin menjahili Kak Raffa. Tidak seperti dugaanku jika Kak Raffa akan menarik tanganku dan menjelaskan semuanya. Tapi kali ini tidak, ia malah mengunci diriku dengan memelukku dari belakang. Ia juga menaruh kepalanya di bahuku.
"Maaf," lirihnya dan membuatku tak tega.
"Hmmm," jawabku masih dengan kepura-puraanku menjahili Kak Raffa.
"Kamu masih marah? Ini cuma salah paham. Dia kemarin yang peluk aku dan nggak sengaja aku balas pelukannya dia. Jujur aku kaget dan khawatir sama dia saat tahu kalau dia masuk rumahsakit. Dari dua hari kemarin aku juga udah nggak jengukin dia."
"Ya... terserah kamu." Rasanya saat ini aku ingin tertawa lebar. Puas melihat wajah Kak Raffa dengan tatapan yang memelas.
"Jangan ngambek dong. Namanya dia itu Liana. Dia sahabatku dulu. Aku juga pernah suka sama dia tapi sekarang udah nggak lagi karena aku sukanya sama kamu. Cuma kamu orang yang aku sayang saat ini."
Mataku mengerjap mendengar ucapannya, pipiku juga sedikit memerah tapi langsung aku kembali menormalkan keadaanku. Aku melepaskan diri dari pelukan Kak Raffa dan menatapnya tajam.
"Jawab pertanyaanku ya."
"I-iyah."
"Kamu masih suka sama Liana?"
"Jangan marah dan ngambek lagi ya! Aku sayang sama dia sebagai adik dan nggak lebih dari itu."
"Bohong!" tukasku.
KAMU SEDANG MEMBACA
BE A RAINBOW
Teen FictionAwalnya aku nggak percaya sama yang namanya "Love at first sight" sampai akhirnya aku melihatnya untuk yang pertama kali. Aku suka dan tidak bisa menjelaskan dengan kata-kata betapa tampannya dia. Tapi, hatiku sakit melihat orang yang aku suka sudah...