#Part 18

1K 54 6
                                    

Pergi keluar rumah merupakan salah satu cara menghilangkan kebosanan yang melanda saat di rumah. Tapi, tidak ada yang bisa aku lakukan saat ini. Hanya berdiam diri di dalam kamar sambil menonton beberapa film yang sudah di tonton berkali-kali.

Pintu kamarku di ketuk dua kali. Aku segera bangun dari tidurku dan membuka pintu. Terlihat Bibi yang sedang membawa lap dapur.

"Ada apa apa, Bi?" tanyaku dengan bingung.

"Itu tadi ada temen mbak, itu loh temennya mas Rudi juga yang waktu itu pernah ke sini."

"Ohh, suruh masuk aja Bi. Tapi, Kak Rudi kan belum pulang."

"Dia cuma titip kotak besar di bawah, mau Bibi ambilkan?"

Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. "Ah, biar aku aja yang ambil kotak itu."

Setelah mengambil kotak besar dari bawah. Aku segera membuka kotak itu di dalam kamar. Cukup kaget melihat isi kotak itu karena ada beberapa cokelat dan secarik kertas kecil di dalam kotak itu. Tapi, aku beterima kasih kepadanya walaupun aku tidak tau siapa teman Kak Rudi yang aku kenal.

Pintu kamarku terbuka, muncul seorang cowok yang jarang sekali pulang ke rumah karena disibukkan oleh tugas kuliahnya.

"Dek, Lo nggak seneng apa gue pulang. Kok nggak ada sambutan gituh."

"Haha, nggak gue gak seneng lo pulang. Bikin ribet aja kalau lo pulang ke rumah," ucapku sadis pada Kak Rudi.

Ya, tidak jarang aku dan Kak Rudi bercanda seperti ini. Sudah lama banget rasanya tidak bercanda-canda dengannya ketika ia memasuki bangku kuliahnya. Aku dengan cepat turun dari kasur dan langsung mendekap Kak Rudi. Kak Rudi mengelus rambutku. Ah, kalian tahu? Ini sangat dramatis sekali.

"Oh, iyah Kak. Ada yang kasih kotak, isinya cokelat gituh terus dia kasih secarik kertas doang. Katanya itu temen Kak Rudi yang aku kenal yang pernah dateng ke rumah. Itu siapa yah?" ujarku sambil melepas dekapanku pada Kak Rudi.

"Ohh dia kan temen kamu yang sekaligus jadi temen akrab Kak Rudi."

"Dia siapa sih kak? Kok aku nggak inget ya?"

"Nanti juga tau, dia bakal pindah ke sekolah kamu juga."

Mataku terbelalak dan mulutku sedikit terbuka. "Kak Rudi nggak lagi bercanda kan?"

Kak Rudi bersidekap dada. "Nggak kok. Kalau nggak percaya tanya Mama aja. Eh iyah, baru inget Papa sama Mama kemana?"

"Keluar kota. Kenapa?" ujarku.

Kak Rudi menghela nafasnya. "Kak Rudi kangen sama Papa dan Mama. Eh, pas pulang malah nggak ada di rumah. Ini mah sama aja Kak Rudi jagain anak bocah di rumah," celetuknya yang membuatku melotot tajam ke arahnya.

"Aku udah besar tau, udah masuk ke SMA masih aja di bilang anak bocah. Aku kan udah nggak ingusan lagi kecuali lagi pilek."

Kak Rudi tekekeh kecil. "Hehe, yang bilang bocah ingusan itu siapa? Bukan Kak Rudi loh yah. Jadi jangan marah ke Kak Rudi. Daripada kamu bosen di rumah mendingan jalan-jalan aja, gimana?"

"Oke. Tapi, aku siap-siap dulu."

Kak Rudi pergi menuju kamarnya dan aku bersiap-siap untuk pergi. Kotak yang masih terbuka, aku tutup kembali dan menaruhnya di meja riasku. Biar nanti aja aku makan seluruh cokelat itu.

Aku keluar dari kamar dan menuru tangga satu persatu. Dengan kaos polo hitam yang Kak Rudi pakai, membuatnya jauh lebih keren dari biasanya. Dia merapatkan jaket kulitnya, memakai helm dan menstater motornya. Melihat Kak Rudu yang sudah siap seperti itu membuatku langsung keluar dari dalam rumah. Begitu aku naik ke atas motor, Kak Rudi langsung melajukan motornya dengan kecepatan sedang.

Aku mengajak Kak Rudi ke salah satu mall terbesar. Memang aku ingin jalan-jalan, tapi aku tidak ingin terlalu jauh. Sampai di mall, Kak Rudi merangkulku. Kami ---aku dan Kak Rudi---berjalan-jalan mengunjungi satu persatu toko yang cukup menarik perhatian. Hanya beberapa barang saja yang baru aku beli. Kami berjalan kembali setelah memasuki toko aksesoris. Dari arah yang berlawanan, aku melihat Kak Raffa dan Dhania. Aku tersenyum miris melihat itu. Karena tidak tahan melihat mereka berdua akhirnya aku mengajak Kak Rudi untuk pulang.

"Kak, ayo pulang. Aku udah capek."

Kak Rudi mengernyitkan dahi dan menatapku dengan bingung. "Nggak jadi nonton film?"

"Nggak usah deh, Kak. Kapan-kapan aja."

"Oke."

Aku sedikit menoleh ke belakang sebelum akhirnya aku berjalan menuju tempat parkir. Kak Rudi melajukan motornya dengan cepat dan aku menyenderkan kepalaku pada punggung Kak Rudi. Airmataku mulai menetes kembali.

Sesampainya aku di rumah, aku langsung turun dan masuk ke dalam rumah tanpa berbicara lebih dulu dengan Kak Rudi. Kak Rudi yang melihat itu hanya menaikkan alisnya sebelah. Ia mungkin, bingung dengan sikapku yang tadi sangat aktif sekarang menjadi diam.

Aku menaiki tangga dan masuk ke dalam kamarku. Kujatuhkan tubuhku ke atas kasur, rasanya begitu sakit melihat orang yang aku sayang bersama cewek lain yang merupakan sahabatku sendiri. Jadi apakah aku harus terluka dulu untuk menyukaimu lebih dalam? Terkadang tanpa di sadari orang yang sudah berjuang malah di buang.

...

Masuk sekolah menjadi berbeda sejak pernyataan Kak Raffa saat di pos satpam. Hari ini aku sengaja datang pagi agar tidak bertemu dengan Kak Raffa. Tapi, ada seseorang yang memanggil namaku dari belakang.

"Alenata."

Aku menoleh dan disana terlihat Kak Raffa sedang berjalan ke arahku. Sebenarnya aku sangat tidak ingin bertemu dengannya ataupun dengan Dhania.

"Pagi, Kak," sapaku kepadanya.

"Pagi. Tumben dateng pagi," ucap Kak Raffa sambil terekekeh.

Aku tersenyum kepadanya. Aku tidak ingin terlalu sakit hati karena terlalu akrab seperti ini.

"Oh, iyah. Nanti ada anak baru yah?" tanya Kak Raffa sambil berjalan.

"Mungkin," jawabku singkat.

Aku sedang tidak perduli dengan keadaan yang ada. Suasana hatiku sangat kacau, tidak ada gairah sedikit pun. Rasanya hambar, benar-benar hambar dari biasanya. Aku dan Kak Raffa berjalan dalam diam. Beradu dengan pemikiran masing-masing. Aku berpisah dengan Kak Raffa karena berbeda koridor.

Begitu masuk kelas, aku lihat hanya ada beberapa orang saja. Termasuk Hadi yang sibuk dengan buku tugasnya. Aku menaikkan alisku sebelah, baru kali ini aku melihat Hadi yang berkutat dengan buku tugasnya.

Aku berjalan ke tempatku dan langsung menenggelamkan kepalaku di antara lipatan tanganku. Hembusan nafas gusar terdengar sangat jelas, entah kenapa ini lebih berat dari tugas yang di berikan oleh guru.

Aku menegakkan tubuhku. Kulihat, teman-teman kelasku satu persatu datang. Dengan beberapa cewek yang suka rumpi berteriak kencang karena bertemu dengan anak baru. Viola datang dengan muka yang sedikit kesal. Apa yang terjadi dengannya?

"Lo kenapa, Vi?"

Viola menoleh. "Lo tau ada anak baru kan? Dia itu orang yang hampir nabrak lo dan dia juga yang tolong lo waktu lo pingsan saat hujan besar."

"Serius?" tanyaku pada Viola.

Viola menganggukan kepalanya. Berarti aku bisa berterima kasih kepadanya, tapi kapan? Aku saja tidak tahu kelasnya dimana. Mungkin, nanti bisa aku tanya pada yang lainnya.

^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

Baru update lagi nih, yeay !!! Hahaha ^-^

Tetap Vomment yaa !!!

Happy Reading

BE A RAINBOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang