Paginya, pemakaman Liana. Liana dimasukkan ke liang lahat, sudah tertutup semua dengan tanah. Banyak orang yang merapalkan doa untuknya.
"Selamat Jalan, An. Semoga kamu bahagia disana," ucap Raffa sebelum pergi meninggalkan pemakaman itu.
Banyak karangan bunga didepan rumah Liana. Seakan Liana memang sudah benar-benar pergi.
"Ikhlas Raf. Semuanya juga mau Liana sembuh tapi Tuhan berkehendak lain," ucap Kak Divo sambil menepuk pundak Kak Raffa.
"Ya, gue tau, Vo."
Aku lihat Kak Raffa masuk ke dalam rumah Liana. Tepatnya ia masuk ke dalam kamar Liana. Hanya kamar itulah yang mengingatkannya tentang Liana. Kak Raffa juga tidak menutup pintunya dengan rapat. Aku yang tersadar bahwa Kak Raffa belum makan sedari pagi itu pun lantas ikut menyusul ke kamar Liana.
Tok.. Tok..
Aku mengetuk pintunya perlahan dan saat itu juga Kak Raffa menoleh. Aku berjalan mendekati Kak Raffa yang sedang memegang sebuah bingkai foto. "Makan dulu yuk Raf. Kamu dari tadi pagi belum makan."
"Nggak. Aku nggak mau makan."
Aku berdecak pelan. "Raffa, bisa nggak sekali aja kamu nurut. Kamu nanti drop lagi kayak semalem."
"Hm, oke. Aku akan makan sekarang. Tapi, temenin ya."
Aku menganggukkan kepala kecil, lalu mengandeng tangan Kak Raffa keluar dari kamar Liana. Kak Raffa juga sudah menaruh kembali bingkai foto itu. Kami berjalan ke arah meja makan. Aku mula menyiapkan makanannya. Kak Raffa segera memakannya walaupun hanya sedikit. Tak lama setelah itu aku melihat Kak Divo masuk ke dapur.
"Vo, dimana tante Nanda ?"
"Dikamar kayaknya. Lo pucet Raffa, lebih baik lo pulang deh sekarang," ujar kak Divo sambil duduk di hadapanku.
"Ya udah gue pulang sekarang aja. Lo gue tinggal ya. Duluan vo," kata Kak Raffa sambil bangun dari duduknya, lalu menggenggam tanganku.
Kak Raffa mengetuk pintu kamar tante Nanda dan langsung pamit kepadanya. Setelah itu, Kak Raffa langsung menancapkan gas mengantarkanku ke rumah.
...
Aku turun dari motor Kak Raffa begitu sudah sampai di depan rumahku. "Istirahat. Besok udah sekolah. Jangan lupa minum obat."
Kak Raffa menganggukan kepalanya dan langsung melajukan motornya kembali.
...
Awal semester kali ini, Kak Raffa masih menjadi ketua OSIS sekaligus memimpin MOPDB tahun ajaran baru. Di tahun ini Kak Raffa naik ke kelas 12, begitupun denganku yang naik ke kelas 11. MOPDB tetap dilaksanakan selama tiga hari. Dan selama itu pula Kak Raffa sadar kalau Liana sudah pergi meninggalkan mereka semua.
Aku tahu saat ini Kak Raffa pasti sedang fokus pada masa depannya. Sudah tidak ada waktu untuk main-main dan memikirkan masalah yang sepele. Kak Raffa tahu dikelas 12 ini pasti ia akan lebih disibukkan oleh pendalaman materi, ulangan, try out dan terakhir UN.
Kak Raffa berpisah kelas dengan Kak Divo. Ia mendapatkan 12 IPA 1, sedangkan Kak Divo mendapatkan 12 IPA 3. Begitupun denganku yang pisah kelas dengan Viola, tapi ia sekarang satu kelas dengan Julian.
"Kalian nggak ada niatan buat jadian gituh?" tanyaku pada Viola saat semuanya duduk di kantin.
"Lo kalau ngomong suka ngaco, Len."
"Apa, sih? Gue bener kali kalian itu udah lama deket kenapa nggak jadian aja daripada cuma jalanin hubungan tanpa status."
"Udah lah gue ke kelas aja bosen disini. Lagian bentar lagi masuk," ketus Viola sambil berdiri.
Semua orang yang ada disini mendelik mendengar ucapan yang baru saja dilontarkan oleh Viola.
"Viola hari ini aneh banget," ucap Dhania.
"Emang. Nggak tau tuh dia kenapa bisa begitu," jawabku.
Begitu bel masuk semuanya kembali ke kelas.
...
Bel pulang sekolah berbunyi, Aku melihat Viola jalan terburu-buru di sepanjang koridor. Sepertinya memang kali ini dia sedikit aneh. Sampai di rumah, aku langsung membuka aplikasi Line dan memberikan pesan ke Viola.
AlenataAB : Vio, lo kenapa hari ini ? Bisa cerita sama gue ?
Tidak lama kemudian pesannya pun dibalas.
RviolaniR : Gue nggak kenapa kenapa kok. Nggak ada yang harus gue ceritain sama kalian. Beneran deh.
AlenataAB : Gue tau, lo bohong.
RViolaniR : Gue nggak bohong, Alenata Audrie Bimantara.
AlenataAB : ohh, begitu. kalau ada masalah cerita aja oke.
Read.
Itulah terakhir kali yang dilakukan sama Viola ketika membaca pesan terakhir dariku. Saat ini aku tagu bahwa Viola sedang membohongi dirinya sendiri. Aku sangat yakin bahwa dirinya mempunyai masalah, tapi dia tidak cerita dengan siapapun karena Viola sendiri tahu kalau dia bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.
...
Dua minggu setelah masuk sekolah ada acara serah terima jabatan. Hari ini Kak Raffa sudah resmi melepas jabatannya sebagai ketua OSIS di sekolahnya. Semua orang memandangnya dengan terharu. Hampir seluruh pengurus OSIS yang satu angktan dengan Kak Raffa menangis haru karena tugas mereka kini sudah selesai.
...
Pelajaran hari ini selesai, semua siswa keluar dari kelasnya masing-masing begitupun juga denganku. Aku berjalan menuruni tangga, tidak sengaja ia bertemu dengan Viola.
"Vio, tumben keluar kelas terakhir."
"Gue ha... habis piket tadi," jawabnya gugup.
Aku mengernyitkan dahi tidak mengerti Viola menjadi seperti ini. Dari kejauhan aku melihat Kak Raffa dan Kak Divo.
"Hai, kak Divo," sapaku ramah.
"Hai, Alen makin cantik aja."
Aku terkekeh kecil. "Makasih lho kak. Oh, iyah sabtu ini kita jadi pergi kan?" tanyaku.
"Jadi dong," kata Kak Raffa yang langsung merangkul pundakku.
"Lo mau ikut nggak, Vi?" tanyaku.
"Lo juga ikut nggak, Vo?" tanya Kak Raffa pada Kak Divo.
Aku lihat, Viola melirik Divo sekilas dan langsung menundukkan wajahnya. Sedangkan, Kak Divo bersikap biasa saja. Aku dan Kak Raffa saling mengernyitkan dahi. Bingung di antara dua sejoli itu.
"Kalian kenapa, deh? Nggak biasanya diem-dieman kayak gini. Ada masalah?" tanyaku sambil mengamati keduanya.
"Gue nggak kenapa-kenapa kok. Dan buat tawaran lo yang hari sabtu gue terima. Gue duluan ya," ujar Viola, lalu berlari keluar gerbang sekolah.
"Gue juga terima tawaran lo. Nanti kasih tau aja tempatnya dimana. Gue duluan," ucap Divo lalu berjalan ke tempat parkir dengan santainya.
Aku dan Raffa saling pandang dan mengangkat kedua bahu.Kami tidak tahu apa yang terjadi antara Viola dan Kak Divo. Tapi satu hal yangaku tahu, bahwa aku saat ini merasa sangat bahagia. Bahagia bisa menjadi salahsatu orang yang terpenting untuk Kak Raffa. Kak Raffa bagaikan pelangi untukhidupku. Ia banyak memberikan warna. Seperti pepatah mengatakan, Pelangi tidakakan indah jika hanya satu warna, jangan memaksa sama dan terima perbedaan yangindah sebagai suatu hal berguna. Ya, itu benar dan aku akan menjadikan sebuahpengalaman atas semua kejadian yang telah terjadi di dalam hidupku.
.....................................
yeay!! akhirnya selesai juga :v itu viola sama divo kenapa ya? mau lanjut ceritanya divo dan viola? atau biarkan tetap menggantung begitu aja hehe...
vomment yaa... dan kasih saran buatku lagi :"
JANGAN LUPA BACA CERITA SERIES-KU YAAAA!!!! AKU TUNGGU VOMMENT KALIAN.
Love,
Delia
KAMU SEDANG MEMBACA
BE A RAINBOW
Teen FictionAwalnya aku nggak percaya sama yang namanya "Love at first sight" sampai akhirnya aku melihatnya untuk yang pertama kali. Aku suka dan tidak bisa menjelaskan dengan kata-kata betapa tampannya dia. Tapi, hatiku sakit melihat orang yang aku suka sudah...