#Part 11

1.5K 78 8
                                    

Sudah dua hari ini aku tidak masuk sekolah karena kakiku terkilir. Kemarin Viola dan Rere juga datang ke rumah untuk belajar kelompok dan menjengukku. Ya, kakiku sudah membaik.

Malam ini kuputuskan untuk ke rumah Dhania. Aku akui kalau Dhania mulai berubah sejak pertemuan kami---aku, Kak Divo dan Viola---di kafe pagi itu.
Angin malam berhembus kencang saat aku berjalan di trotoar menuju rumah Dhania.

Suasana sepi mencekam menyelimuti jalan ini. Sampai di rumah Dhania, aku mengetuk pintu rumahnya sampai berkali-kali tapi tidak ada jawaban dari dalam rumah. Aku menghembuskan nafas gusar dan segera berbalik. Suara pintu terbuka membuatku menoleh, aku lihat yang keluar bukan Dhania melainkan pembantunya.

"Emm... Bi, Dhania ada di rumah?"

"Mbak Dhania lagi pergi keluar sama temennya, kayaknya cowok soalnya pakai motor besar tadi, Mbak."

Dahiku sedikit berkerut. "Cowok? Kira-kira siapa yah, Bi?"

"Wah, Bibi kurang tau deh, Mbak."

"Ohh, iya udah deh, aku permisi dulu, Bi."

Aku berjalan keluar dari rumah Dhania dan merapatkan jaketku. Benar-benar sangat dingin, mungkin ini akan turun hujan.

...

Sinar-sinar kecil matahari menyelip masuk melalui tirai tipis yang terdapat pada jendela. Aku matikan alarm di handphoneku dan segera bergegas ke sekolah. Selesai sarapan aku mengambil pudding yang ada di dalam kulkas. Aku membuat pudding itu kemarin siang setelah kakiku benar-benar sembuh.

Begitu aku sampai disekolah, aku segera ke kelasku. Sebelum aku naik ke tangga, aku sempat melihat sekelibat seseorang yang mirip dengan Dhania dan Kak Raffa. Hmmm... mungkin itu hanya bayangan saja.

Aku masuk ke dalam kelas dan berjalan mengarah ke tempatku. Tiba-tiba saja seseorang menabraku dan aku kehilangan keseimbangan karena lantai yang kuinjak juga sedikit licin dan basah. Pantatku berhasil mencium lantai yang dingin itu.

"Ale, maaf nggak sengaja. Gue nggak tau kalau ada lo di belakang gue."

"Makanya kalau lagi pel lantai itu liat-liat dan jangan sembarangan. Bisa bahayain orang lain tau! Untung cuma gue aja yang kena."

Daniel---teman kelasku---mengulurkan tangannya dan membantuku berdiri. Tapi yang terjadi malah Daniel juga ikut terpeleset dan berada diatasku. Aku menahan dada bidangnya dengan tanganku.

"Niel, berdiri. Diliatin banyak orang."

Ada beberapa temanku terkekeh saat aku dan Daniel jatuh bersamaan. Daniel yang tersadar langsung berdiri dan membantuku berdiri juga. Aku mengedarkan pandanganku dan semua orang melihat ke arah kami---aku dan Daniel---dengan pandangan bertanya-tanya.

"Cieee..."

Blush

Pipiku sedikit panas, sepertinya memerah saat semua teman kelasku berbicara seperti itu. Oh tidak, jangan-jangan aku ketahuan sama teman kelasku kalau pipiku memerah.

"Ehem, pipinya merah tuh," celetuk Hadi.

"Lo nggak jelas, Di," ucapku sambil berjalan ke kursiku.

"Yang salting mah susah," ucapnya lagi.

Aku menatap tajam ke arahnya. "Gue nggak blushing dan salting. Jadi lo nggak usah ngomong yang aneh-aneh, deh."

"Yah, nggak mau ngaku. Jujur aja kali," ujarnya sambil bersidekap dada.

Aku rasa Hadi sedang memancing amarahku. Tanganku mengepal kuat sambil menghembuskan nafas dan mengeluarkannya berkali-kali. Kali ini aku mencoba menenangkan diriku sendiri tapi tidak bisa, amarahku sudah memuncak dan sepertinya hanya tindakan yang bida membuatnya diam. Aku keluar dari kursiku, tapi tanganku ditahan sama Viola yang tadi hanya melihatku dengan diam.

"Lepas, Vi! Nggak usah lo tahan tangan gue! Dia udah nggak bisa dibilangin lagi!" bentakku ke Viola.

Pintu terbuka dengan sedikit terbanting ke tembok. Semua orang dikelas termasuk aku melihat ke arah pintu. Ternyata Fachru---ketua kelasku---sedang bersidekap dada sambil menaikkan alisnya sebelah dan menyunggingkan senyuman yang sinis.

"Siapa yang buat kekacauan kelas ini?" ucap Fachru dengan lantang.

Semua orang di kelas pada diam, termasuk Daniel yang masih bergeming ditempat semula dengan tidak melanjutkan acara mengepel lantainya tadi. Aku langsung menarik dua sudut bibirku dan mengangkat tangan kananku.

"Gue yang udah buat kacau kelas ini. Kenapa, Ru?"

Fachru menyipitkan matanya seolah tidak percaya kalau aku yang membuat kekacauan di pagi ini.

"Bukan Ale, tapi gue. Ini salah gue bukan salah dia," ucap Daniel.

Fachru menganggukan kepalanya dan memasukkan tangannya ke dalam saku. Boleh aku katakan kalau Fachru juga mempunyai wajah yang tampan dan tegas, tapi tidak terlalu tampan seperti Kak Raffa.

"Niel, lo beresin ini sekarang juga! Dan buat yang lain ke perpustakaan sekarang! Biar Daniel menyusul aja nanti."

Alisku tertaut dan menatap Fachru bingung.

"Bu Dian bilang ke gue tadi. Dia udah nunggu disana," ujarnya lagi dan teman-temanku hanya ber-ohh ria.

"Emang bel masuk udah bunyi yah? Perasaan gue nggak denger bel masuk, deh," celetuk Josephine.

"Udah dari tadi, tapi pakai kentongan karena listriknya mati."

Aku menganggukan kepala, menyiapkan buku dan alat tulisku. Setelah selesai aku berjalan lebih dulu dan keluar dengan membanting pintu. Ya, aku masih kesal dengan semuanya.

Perpustakaan ada di lantai 1, tepatnya di ujung koridor. Di tempat itu sangat sepi karena tidak banyak orang yang berminat datang ke perpustakaan kalau tidak di suruh oleh guru.

Di koridor ini benar benar sangat sepi karena semuanya sedang ada KBM di kelasnya masing-masing. Hanya ada kelas yang sedang berolahraga, itupun mereka fokus ke pelajarannya bukan ke hal lain. Beberapa meter lagi aku sampai di depan perpustakaan, tapi langkahku terhenti ketika ada cewek dan cowok dengan posisi seperti ingin berciuman. Aku sedikit memicingkan mataku dan aku mengenali orang itu. Mataku terbuka, mulutku menganga lebar, aku menutup mulutku dan segera berbalik badan.

Aku melanjutkan jalan ke arah yang berlawanan dengan hati yang sedikit sakit. Ya, cowok itu Kak Raffa, hanya ia yabg aku kenali sedangkan ceweknya aku tidak mengenalinya sama sekali.
Buku yang ada di tanganku ku dekap erat dan berjalan cepat. Teman-temanku yang baru saja turun menatapku bingung kenapa jalan terburu-buru dan menghentikan langkahku.

"Lo kenapa, Le?" tanya Viola.

"Gue mau ke UKS kayaknya badan gue agak panas. Ru, gue izin ya ke UKS bilang gue lagi sakit," pamitku.

Aku berjalan cepat ke arah UKS. "Mau dianterin nggak?" teriak Daniel.

"Nggak usah, makasih. Gue bisa sendiri," ucapku langsung berjalan cepat lagi.

Aku mengalihkan jalanku ke taman belakang sekolah karena aku tidak benar-benar sakit hanya sedikit membuat dadaku sedikit terhimpit. Di bawah pohon rindang ini aku duduk dan di sinilah pertama kali aku berbicara sedikit panjang dengan Kak Raffa. Aku menutup kedua mataku dengan bayangan Kak Raffa dan cewek itu terngiang-ngiang dikepalaku.
Kurasakan bulir-bulir air mataku mulai turun dan membasahi pipiku. Aku tau kalau aku tidak punya hak untuk cemburu karena aku memang bukan siapa-siapanya dia. Hanya sebagai adik dan kakak kelas. Terasa sangat miris sekali.

Suara kaki melangkah mendekat ke arahku membuat aku membuka kedua mataku dan menoleh ke arahnya.

"Gue tau kalau lo bakal ke sini karena lo nggak benar-benar ke UKS."

^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

Hayoo, cowok yang pergi sama Dhania siapa dan cowok yang nyamperin ke taman belakang sekolah siapa yah? Haha...

Maaf baru update lagi, wkwk. Kemarin ada banyak kendala. Jadi maafkan.

Tetap vomment yaa!! Kalau bisa kasih saran ^-^

BE A RAINBOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang