Ruangan yang berukuran kecil itu di isi dengan barang-barang yang sudah usang. Penuh dengan debu-debu, seperti telah ditinggalkan sangat lama.
"Gue, ini gue dimana?"tanya orang yang ada di ruangan itu, ia telah sadar dari pingsannya.
"Akhirnya lo bangun juga peat,"ujar orang itu kepada Peat.
Orang itu kemudian berjalan kearah Peat dengan ekspresi yang tidak bisa di mengerti oleh Peat. Peat di bawa oleh orang itu karena ingin menunjukkan sesuatu kepadanya, entah itu apa.
Namun, sebelum di bawa Peat sempat ingin berteriak jadi dengan terpaksa, ia harus memukul kepala Peat agar rencana yang telah disusunnya tidak sampai berantakan hanya karena suara berisik dari Peat.
"Kenapa lo bawa gue kesini?"tanya Peat yang familiar dengan orang yang berdiri tepat di hadapannya. Ia sedikit takut dengan orang yang ada di depannya itu.
Karena orang itu langsung menarik tangan Peat dengan sedikit kasar."Ikut gue, gue mau nunjukin sesuatu ke lo."Peat langsung di tarik untuk keluar dari ruangan itu.
Namun peat melawan, ia menarik tangannya kembali tapi tetap saja genggam itu tidak bisa terlepas dari pergelangan tangan peat."nggak, gue ga mau,"ujar Peat yang terus mencoba menarik tangannya kembali.
"Lo bisa ga sih ga usah ngelawan."merasakan perlawanan dari Peat membuat orang itu emosi dan mencengkeram kuat pergelangan tangan Peat.
"Akhhh!!"teriak Peat merasakan sakit di pergelangan tangannya
Orang itu kemudian melonggarkan cengkraman nya dari tangan peat Peat."maaf,"ucapnya merasa bersalah.
Orang tersebut kembali menarik tangan peat dan membawanya ke sebuah ruangan."Ini, maksudnya apa? kenapa ada gue di foto itu?"tanya peat mengarahkan jari telunjuknya ke arah bingkai yang sudah berdebu.
Setelan melihat foto itu begitu banyak pertanyaan yang ingin sekali peat lontar kan tapi semua itu di tepis oleh jawaban dari orang yang membawa peat tadi,"Mereka keluarga lo, Peat."
jawaban itu membuat Peat sedikit pusing. Keluarga? jelas-jelas gue tau siapa keluarga gue, ga mungkin mereka keluarga gue. Pemikiran itulah yang ada di benak Peat sekarang.
"Ga mungkin!! keluarga gue bukan mereka, lagian siapa 2 anak kecil itu gue ga kenal mereka."Peat kembali mengarahkan jari telunjuk ke arah dua anak kecil yang sedang di gendong oleh sepasang kekasih.
Dua anak yang dilihat oleh Peat adalah saudaranya, saat itu mereka masih bayi dan Peat sudah berumur 5 tahun.
"Mereka adalah saudara lo peat,"jelas orang itu meyakinkan Peat.
"Gak, gue anak tunggal, gue ga punya saudara,"ujar Peat kepada orang tersebut.
Karena melihat Peat yang tidak percaya, orang itu kemudian mengambil sesuatu di salah satu laci yang ada di ruangan tersebut,"Ini, lo bisa liat isinya kalau lo ga percaya sama ucapan gue,"ujar orang itu memberikan beberapa berkas kepada Peat.
"Di situ juga udah ada bukti kalau DNA lo cocok sama keluarga ini,"celetuk orang itu, menjelaskan kepada Peat.
"Kalau ini beneran, gue mau ketemu sama 2 saudara kandung gue, mereka masih ada kan?"
"Lo belum selesai baca berkasnya kan? disitu udah tertera siapa Saudara lo dan juga nama mereka."
"Gue ga butuh itu, gue mau ketemu saudara gue secara langsung,"ujar peat lagi
"Gue mau pastiin kalau yang ada di berkas ini bukan cuma tulis."
Setelah peat mengucapkan itu orang tersebut kemudian kembali menarik tangan peat ke arah luar rumah itu.
Rumah tersebut sudah sangat kumuh karena telah ditinggalkan bertahun-tahun, sangat penuh dengan debu.Saat ini mereka sudah berada di dalam mobil, Peat sangat amat penasaran akan di bawa kemana oleh orang tersebut. Dan kemudian bertanya kepada orang itu,"Lo mau bawa gue kemana?"tanya peat.
"Nanti juga lo bakal tau."Setelah berkata seperti itu orang tersebut melanjutkan mobilnya, yang sempat terhenti karena kemacetan yang melanda di kota.
Setelah cukup lama berkendara dengan mobil, akhirnya mereka telah sampai ke tempat yang mereka tuju saat ini. Peat bingung kenapa ia di bawa ke rumah sakit oleh orang ini. Apakah saudaranya itu sedang sakit?
Tanpa berlama-lama orang tersebut keluar dari mobilnya, membuka pintu disebelahnya dan kemudian kembali menarik peat untuk masuk ke dalam rumah sakit itu. Orang tersebut menarik tangan Peat dengan sangat kasar.
Membuat Peat merasa kesakitan di pergelangan tangannya,"Lo bisa pelan-pelan ga sih, sakit tau."
Orang tersebut tidak menghiraukan perkataan Peat dan tetap terus menariknya hingga mereka sampai di depan ruangan yang bertuliskan ICU.
Di dalam ruangan itu terdapat seseorang yang sedang tertidur dengan berbagai macam alat terpasang pada tubuhnya, sedangkan yang satunya lagi sedang duduk di kursi dengan posisi di samping orang yang tertidur dan sambil menggenggam tangan orang itu.
Peat bisa melihat itu dari luar ruangan karena pintu ruangan tersebut memiliki bagian yang sedikit transparan di bagian atasnya.
Setelah beberapa saat orang yang ada di dalam ruangan itu pun keluar menampilkan raut wajahnya yang kebingungan dengan kedatangan orang di depannya saat ini.
"Fort, Peat? kenapa kalian di sini."
Orang yang membantu Peat dan juga sekaligus membawa Peat itu adalah Fort.
"No-noeul,"kata Peat yang sedikit terbata karena terkejut.
"Fort, bilang kalo ini ga bener, iya kan? ga mungkin kan kalo itu Noeul."Peat yang terlihat sangat terkejut dan juga masih tidak percaya.
"Itu bener Peat, gue udah periksa itu langsung dan terbukti cocok,"tutur Fort, meyakinkan Peat.
"Maksudnya apa yang cocok Fort? apa yang sedang kalian bicarakan ini, kenapa bersangkutan dengan namaku?"tanya Noeul, bingung dengan pembicaraan mereka.
Tanpa berpikir lama Peat langsung menarik Noeul ke dalam pelukannya. Mendekap tubuh Noeul dengan sangat erat, seakan pelukan itu akan terlepas.
Air mata keluar begitu saja dari kelopak mata Peat, membuat Noeul tersentak kaget karena bajunya sudah setengah basah di bagian bahunya."Lo ... lo kenapa Peat?"tanya Noeul, bingung dengan perilaku Peat.
Jujur saja, dirinya masih mempunyai trauma, walaupun Noeul mencoba melawan rasa itu tetap saja dia masih takut ketika berdekatan dengan seseorang. Terutama orang itu penyebab trauma nya
datang.Awalnya Noeul ingin melepaskan pelukan dari Peat, karena setiap mendapatkan sentuhan dari seseorang ingatan tentang kejadian itu selalu muncul. Tapi, Noeul mencoba menahan dirinya, ia mencoba untuk tidak memberontak seperti dulu.
"Noeul ... maafin phi, maaf Noeul."Isakan Peat terdengar jelas di telinga Noeul, rasa sakit yang di rasakan Peat seperti tersalur kan ke arah Noeul. Karena saat ini tubuh Noeul bergetar hebat, reaksi yang diberikan Peat membuat Noeul tanpa sadar menitihkan air mata nya.
Sakit yang di rasakan Noeul selama ini begitu sangat pedih, kehilangan rumah yang selama ini menjadi tempat persinggahan dari semua masalahnya membuat diri itu rapuh. Ia berpikir bahwa semua sakit itu hanya ketika kehilangan orang tuanya. Tidak pernah ia pikirkan sebelumnya bahwa ia harus merasakan ketakutan ketika akan berdekatan dengan seseorang.
Sekarang ia hanya mempunyai Yim, satu-satunya keluarga yang dimiliki nya.
"Peat ... sudah, tolong, lepasin gue Peat,"pinta Noeul, agar pelukan itu terlepas.
"Gue udah maafin lo Peat ... tapi tolong, setelah ini, pergi jauh dari hidup gue peat,"pintanya.
"Nggak bisa Noeul, bagaimana gue bisa ninggalin lo sedangkan kita ini sauda-"
Perkataan peat terpotong karena terdengar suara seseorang dari Ruangan ICU.
"No-eul,"lirih seseorang dari dalam ruangan ICU.
To be continued....
Maaf banget aku baru update cerita ini, karena aku baru beberapa hari ini buka wattpad.
Untuk reader ku tercinta makasih udah setia baca cerita ku.
Di tunggu chapter selanjutnya ya.
![](https://img.wattpad.com/cover/339728896-288-k705960.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
We're Just Friends?(Bossnoeul)
Hayran Kurguhai guys ini cerita pertama aku di WP semoga kalian suka sama ceritanya ya, aku buat cerita ini karena aku lagi suka sama kapal BN spoiler dikit suka sama sahabat itu sudah biasa bukan? tapi Bagaimana jadinya jika kalian harus melihatnya bergandenga...