Bab 1

42K 2.2K 83
                                    

Hai!!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hai!!!

Cek ombak dulu donggg buat cerita baru ini 🌊🌊🌊

Rate cover sama sampul babnya dong. Do you like it? 

Disclaimer: ceritanya mungkin bakal agak sedikit lama update karena aku risetnya juga lumayan susah. Kalau ada yang janggal dan kalian mau kasih saran soal perdokteran ini aku terbuka banget yaa. Xixi, tencuuu!

Happy Reading! Semoga suka yaaa.

***

Aku meneguk ludahku kesusahan setelah mendengar apa yang baru saja lelaki itu ucapkan. Mataku mengerjap beberapa kali seolah mencari kesadaran, lalu detik berikutnya aku menyesal. Aku sangat menyesal telah mengucapkan tawaran seperti itu kepada seorang lelaki yang aku kira ia tak akan mau.

Ya aku sebenarnya ingin rencanaku berhasil, lelaki itu sebenarnya bukan solusi utama, tapi jawabannya membuatku ingin berubah pikiran. Tak mungkin, tak mungkin Kama menyetujui tawaranku untuk menikah dengannya!

Meskipun aku bukan ibunya tapi aku dan mungkin semua orang yang kenal dengannya tau bahwa lelaki ini tak pernah bercanda apalagi berbohong. Lalu ketika Kama mengatakan 'Iya' untuk ajakanku, aku tak mungkin tak menganggap itu gurauan.

"Iy..iya?" tanyaku memastikan.

Kama mengangguk. Ia membuang gelas kopi sekali pakai ke sampah lalu memandangku. "Kamu butuh persetujuan ibu kamu untuk pergi ke Australia kan? Oke."

Tunggu dulu. Tunggu! Aku menghadang Kama saat ia melangkah pergi meninggalkanku. Meninggalkan aku yang masih melongo dan tak paham dengan jawabannya. Biasanya seseorang akan memberi alasan kan kenapa ia setuju atau tidak? Tapi Kama adalah makhluk dingin, kaku, tak terbaca.

"Dokter setuju sama ajakan saya?"

Ini nikah loh woy! Nikah! Bukan ajakan mau makan atau nongki—walau aku sendiripun tak yakin ia akan mau aku ajak begituan. Kenapa dia dengan mudah menyetujuinya?

"Iya."

Aku menunggu beberapa detik, mungkin saja ada penjelasan lain yang akan ia katakan. Namun nihil! Kama tetaplah Kama.

"Kenapa?" tanyaku penasaran.

"Kamu yang ngajak saya."

Hah? Jawaban macam apa itu? Dia menyetujui ajakan untuk menikah karena aku yang mengajaknya? Dia bodoh?

Oh seharusnya aku kembali berkaca jika ingin menyebut pria dengan predikat cumlaude lulus 3,5 tahun dan mendapatkan spesialis di umur 31 tahun. Lelaki itu tak tahu rasanya frustasi mengulang UKMPPD karena berhasil menduduki peringkat 3 besar nasional UKMPPD dalam sekali coba. Bahkan saat banyak dokter umum kesusahan mencari praktik lelaki ini dengan kepintarannya sangat mulus bisa bekerja di rumah sakit swasta terkemuka.

A Reason to be With You [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang