Bab 9

14.8K 1.6K 68
                                    

Halo!! Apa kabar?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Halo!! Apa kabar?

Penasaran gak sama mereka tidurnya gimanaa????

Kirim ombaknya yang banyaaak kalau penasarannn 🌊🌊🌊

***

Lelaki itu sudah membaringkan tubuhnya di kasur, sedangkan aku memasuki kamarnya dengan ragu. Sebenarnya bukan Kama yang tidur duluan, tapi aku yang memang sengaja berlama-lama di ruang makan—dengan alasan belajar. Tak ada sofa yang mungkin bisa aku buat untuk tidur. Satu-satunya cara adalah tidur di lantai.

Bantalku terpaksa aku kembalikan ke kamarku untuk ibu dan bapak. Alhasil aku hanya membawa bantal sofa luar yang cukup kecil, ya setidaknya cukup untuk kepalaku. Aku tak berani membangunkan Kama, mungkin ia juga sama kelelahannya denganku seharian ini.

Badanku rasanya pegal semua. Seminggu ini aku seperti tak diberi waktu untuk beristirahat. Belajar sampai malam, membersihkan kamar, lalu tadi juga sempat masak-masak banyak dengan ibu.

"Na?" kata Kama saat aku baru saja memasuki ruangan remang itu.

"Hm?"

"Sudah selesai belajarnya?" tanya pria itu sok peduli.

"Ya," balasku singkat.

Kama bergerak. Pupil mataku membesar berusaha melihat apa yang pria itu lakukan. "Kamu mau sebelah kiri atau kanan?"

"G...gimana?" tanyaku gelisah.

"Tidurnya. Kamu suka di sebelah tembok atau di ujung kasur?"

Aku menelan ludah tanpa sengaja. Kenapa pria itu menawarkan satu kasur denganku?

"Saya di... bawah aja," kataku berusaha mencari kenyamanan di lantai.

"Kamu jangan tidur di lantai."

"Terus mas mau yang di lantai?"

Kama menghela napas pendek. "Gak ada yang di lantai. Saya gak mau ada yang masuk angin—"

"Oh. Apa Sebaiknya saya tidur di sofa?" balasku menunjuk sesuatu diluar, yang entah tepat merujuk pada pintu atau tidak. Aku bahkan masih kesulitan mencari keberadaannya. Minus sialan ini membuatku susah menatap benda-benda dengan jelas.

"Gak ada yang tidur di sofa atau lantai." Kama segera menarik tanganku hingga bokongku menyentuh kasurnya dengan lembut.

Ini skinship kita yang pertama kali setelah kita mendarat di Australia. Selama satu bulan ini, aku sangat jarang bertukar sapa dengan Kama apalagi saling menyentuh. Oleh karena itu, sentuhan kecil dan singkat ini entah mengapa seperti sengatan listrik yang memercikan bunga api kecil di sekujur tubuhku.

"Tangan kamu panas Na. Kamu sakit?" tanya Kama tiba-tiba.

Aku terpaku di tempat. Dia mengangkat lengan dengan cepat. Telapak tangannya yang besar menyentuh pelipisku.

A Reason to be With You [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang