Bab 15

15.1K 1.6K 271
                                    

Halo apa kabar?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Halo apa kabar?

Siapa yang penasaran sama lanjutannya? Kira-kira mereka bakal ngapain?

Minta ombaknya yang buanyak dong supaya Kamaruna bisa nangkring di tagar2 wattpad teratass 🌊🌊🌊

Happy Reading!

***


Bibir Kama menyentuh bibir bagian atas dan bawah secara bergantian. Mengecupnya lama, pelan, dan berkali-kali. Seperti sedang menyantap es krim yang takut akan cair, Kama tak membiarkan bibirku menganggur terlalu lama.

Ia membiarkanku terbiasa dengan kehadirannya—kehangatan bibirnya. Aku tak tahu teknik mencium apa yang Kama gunakan hanya saja aku menyukai ketika Kama tak terburu-buru dalam mengeksplorasi bibirku. Ia menyentuh dengan sangat lembut hingga degup jantungku nyaris tak terasa saking cepatnya.

Tanganku tak tinggal diam mengikuti irama yang kami buat. Jemariku perlahan ikut bergerak menyentuh titik-titik sensitif di lehernya. Menekannya pelan lalu menggeser lembut, menekan lagi lalu berputar-putar. Kama membuatku mengerti dengan sendirinya bagaimana tubuhku bereaksi akan ciumannya.

Tak ada yang memberitahuku kemana gerakan tanganku selanjutnya kecuali saraf kecil di telunjukku yang seolah mengirim sinyal bahwa aku kembali ke tempat semula saat aku pertama kali menyentuhnya. Hatiku menghangat saat merasakan jantung Kama bertalu-talu di balik tulang dada bidang yang kini kusentuh. Bukan aku saja yang menderu akibat ciuman ini.

"Can you feel that?" ucap Kama menghentikan ciuman kami.

Bola matanya yang bersinar menatapku seperti rembulan di tengah temaram. Kenyamanan yang baru aku rasakan pertama kali. Aku menyukai bagaimana Kama memandangku dengan tatapan memuja seperti ini.

Aku mengangguk kembali menyentuh dadanya. Tak perlu mengulang materi anatomi untuk aku paham dimana letak jantung. Aku mengetahuinya, dengan pasti. Tak perlu juga EKG untuk mendeteksi anomali ritme jantung yang berdetak tak normal.

"It beats because of you," ucapnya dengan suara parau.

Aku tak mampu menyembunyikan senyum yang terbit di bibirku. Dengan berani aku memajukan sedikit kepalaku untuk mencium bibirnya.

Kama membalasnya dengan ciuman lain yang memabukan. Lidahnya sempat membelai bibir bawahku sebelum akhirnya masuk pelan ke dalam bibirku. Aku tahu ini sangat sangat gila. Kita tak pernah merencanakan ini sebelumnya, bahkan bisa dibilang bahwa ini menyalahi kesepakatan kita berdua.

Kami berjanji tak akan terlibat dengan urusan masing-masing, namun lihat apa yang terjadi sekarang. Pria itu, Kama Bagaskara, suamiku, suami yang aku nikahi karena kesepakatan kini mendaratkan sejumlah kecupan menelusuri leher menuju telingaku. Meninggalkan bercak merah yang aku yakin tak akan hilang dalam semalam.

A Reason to be With You [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang