Apa yang kini mendasar, bukankah terang pada akhirnya akan gelap juga. Begitupun dengan langit malam yang sedang Kemila lihat, tidak ada bintang ataupun bulan. Hanya ada kumpulan awan yang tidak dapat ia lihat dengan jelas melalui balkon kamar favoritnya.
"Apakah tawarannya masih berlaku?" Tanyanya pada penerima telfon, segera setelah mendapatkan jawaban Kemila langsung mematikan ponselnya. Dia tidak akan kembali duduk diatas pembatas balkon, cukup dengan tempo hari lalu yang memalukan itu. Suaminya Alex sedang berada didalam ruang kerja pribadinya sekarang dan akan sangat memalukan jika suaminya mengetahui jika ia tidak bisa turun lebih lagi kemungkinan dia akan jatuh dengan tidak elitnya.
Menggelengkan kepala ribut, Kemila berusaha mengenyahkan pikiran- pikiran konyol yang terlintas dikepalanya. Hembusan angin mulai kencang, menyapu kasar helaian rambut Kemila. Merasa akan turun hujan, ia lantas segera masuk kedalam kamar dan tidak lupa mengunci pintu kaca penghubung balkon.
Menggosok tangan lembut, 22.23 ponsel Kemila menyala, menampilkan waktu yang sudah larut. Namun, suaminya belum juga kembali. Melepaskan mantel yang ia pakai, Kemila berinisiatif untuk menemui suaminya sekarang.
Dengan langkah ringan, tujuannya kini ingin kedapur. Membuatkan segelas susu hangat tidaklah buruk bukan? Penerangan sekitar telah redup, bahkan tidak dapat ia lihat lalu lalang pelayan yang biasanya ramai. Kemila terhenyak, sesaat ingatan masa lalu pemilik tubuh asli ini terlintas menampilkan suara gemuruh makian dan pecahan benda- benda. Merasa pusing, Kemila berpegangan pada tangga yang ia pijak. Tubuhnya merosot, Kemila merasa lemas. Jujur ia sendiri tidak tau bagaimana visual yang jelas dari gambar itu, hanya saja teriakan dan segalanya seperti terputus- putus yang membuatnya sangat tidak nyaman.
"Tarik nafas... Dan keluarkan" Kemila mulai mengatur dirinya dengan memberikan kalimat - kalimat penenang.
Setelah merasa baik dia bangkit berjalan dengan pelan menuju dapur. Sambil menjijit, Kemila berusaha menggapai kotak susu miliknya yang ada dirak atas. walau cukup susah, ia berhasil mendapatkan kotak susunya. Segera ia menyiapkan satu gelas serta sendok, memasukkan bubuk susu sesuai takaran barulah Kemila memasukkan air hangat dan mengaduknya perlahan.
Tanpa Kemila sadari, ada pasang mata yang mengamati tingkah lakunya didalam sudut tergelap didalam ruang.
TOK... TOK...
Mengetuk pelan, Kemila membuka perlahan pintu ruang kerja suaminya. Setelah berhasil masuk, Kemila segera menutup pintunya. Berbalik, Matanya bersitatap langsung dengan mata tajam suaminya yang dingin. Kemila menunduk, ia sadar atas sikap tidak sopannya yang langsung masuk tanpa menunggu balasan lebih dulu dari Alex.
"Aku... aku membuatkan susu hangat untukmu. Kamu ingin mencobanya?" Tanya Kemila yang masih menyimpan rasa takutnya disana. Mendongak, tatapan suaminya sama sekali tidak berubah. Dingin seolah mengintimidasinya dengan patuh.
"Duduklah!" Perintah Alex sambil menepuk- nepuk pahanya, memberi perintah untuk Kemila duduk disana.
"Ta.." GLEKK
Menelan ludah kasar, Kemila segera melaksanakan perintah Alex untuk duduk dipaha pria itu. Dengan gugup, Kemila mencoba untuk rileks walau rasanya mustahil untuk dilakukan. Apakah, kesalahannya sangat fatal hingga suaminya bersikap demikian.
Memberanikan diri untuk mendongak, matanya kini bersibobrok dengan mata suaminya.
"Kamu tau kesalahanmu Dear?"
"Huh?" Kemila terkejut, mau takut tapi panggilan yang baru saja dikeluarkan dari mulut suaminya sungguh membuat Kemila tidak dapat menyempunyikan rona merah yang mulai keluar dikedua pipinya.
"Tidak sopan?" Cicit Kemila yang lansung dihadiahi senyum kecil Alex.
"Bukan Dear, kamu tidak lihat jam sekarang? ini sudah larut dan kamu masih terjaga."
"Tapi, kamu juga sama saja. Kamu bahkan masih sibuk dengan pekerjaanmu itu, tidak taukah kamu aku menung.." Kemila menjeda kalimatnya setelah sadar apa yang baru saja ia katakan barusan.
"Kamu menungguku?" Tanya Alex, berusaha menggoda istrinya yang berhasil menambah rona merah dikedua pipi milik Kemila.
"Bukan begitu... kamu ih, em... kamu mau susu coklat? aku membuatnya sendiri."
"Boleh." Mendapat jawaban dari suaminya, segera Kemila menyodorkan langsung gelas tersebut didepan mulut Alex dan membantunya untuk minum. Menyisahkan setengah, Alex segera menggeleng untuk memberi tahu istrinya bahwa itu cukup. Tanpa protes, Kemila berhenti lalu tanpa risih Kemila meminum sisa susu yang diminum suaminya.
"Masih lama?" Tanya Kemila sambil meletakkan gelas kosong disudut yang tidak dekat dengan berkas- berkas penting.
"Tinggal sedikit, tidurlah." Balas Alex, satu tangannya mengusap bagian kepala istrinya lembut dan mendorongnya pelan untuk bisa bersandar ditubuhnya dengan santai. Kemila yang mendapat belaian lembut suaminya merasa tenang dan dalam sekejab mampu membuatnya untuk tidur.
tok... tok.. tok...
belum sempat ia menjawab, pintu kerjanya lebih dulu terbuka. Menampilkan wajah tampan milik Zein.
"Aku masuk pa." Tanpa menunggu jawaban Papanya, lebih dulu ia duduk dikursi kosong yang terletak tepat didepan meja Papanya. Ditatapnya seseorang yang sedang duduk dipangkuan Papanya dengan nyaman, dia tidak akan kaget lagi dengan interaksi kedua orang tuanya. waktu- waktu terakhir ini cukup banyak untuk memberikan gambaran mengenai kedekatan keduanya, yeah tidak ada baku hantam atau teriakan seperti dulu lagi. Entahlah, dia sekarang harus bersyukur atau tidak, toh dia sudah 17 tahun. Hal semacam itu tidak akan berpengaruh lagi untuknya.
"Ada apa?"
"Di... ehm, maksudku Mama. Bisakah kamu mengizinkannya untuk datang kesekolahku siang besok? ada pertemuan untuk wali murid, wali kelasku memaksa." Dia enggan tentu saja, cukup canggung sebenarnya. Jika bukan karna paksaan ayahnya kemarin, dia tidak akan merepotkan diri untuk memanggil perempuan yang dipangku ayahnya dengan sebutan Mama.
Alex tersenyum ringan, ada apa dengan putranya sekarang? sejak kapan putranya ini akan meminta hal semacam ini.
"Aku tidak ingin memberinkan Izinku." Tolak Alex, mengetikan beberapa tulisan dia langsung menutup laptopnya.
"Kenapa?" Pertanyaan bodoh, Zean memaki pertanyaan yang baru saja keluar dari mulutnya didalam batinnya. Tentu saja, walaupun dia punya hak atas Mamanya itu tidak akan berguna jika dihadapkan oleh otoritas dari Papanya sendiri.
"Ru akan mengurusnya besok untukmu. Sekarang istirahat lah, aku harus membawa istriku untuk istirahat dengan nyaman."
"Baiklah." Tanpa membantah, Zean berdiri membukakan pintu untuk Papanya. Ia dengan sengaja menunggu Papanya yang berusaha untuk menggendong Mamanya tanpa ingin mengusik tidur Mamanya. Barulah setelah Papanya berhasil keluar, ia baru bisa untuk menutup pintunya.
Karna pintu yang tidak ditutup dengan benar, tentu saja hal ini memudahkan Alex untuk membukanya. Meletakkan tubuh istrinya dengan perlahan. Meneliti tubuh istrinya, ia baru sadar jika tidak ada sandal rumahan favorit istrinya yang menempel dikaki jenjang Kemila. Mungkin itu tertinggal diruang kerja miliknya pikir Alex. Tak ingin membuat tubuh istrinya kedinginan, ia segera membumbuhi tubuh istrinya dengan selimut yang secara khusus ia pesan untuk Kemila.
Setelah selesai dengan istrinya, Alex melangkah lebih dulu kearah kamar mandi. Kemudian setelah melakukan ritual wajibnya ia segera menyusul istrinya yang tengah bergelung didalam selimut, mengambil posisi disamping, tubuhnya menghadap kearah istrinya. Dengan gerakan pelan, dimiringkannya tubuh Kemila untuk menghadap kearahnya. Kemudian, dipeluknya tubuh sintal istrinya dengan penuh. Menenggelamkan wajahnya lebih jauh kedalam ceruk Kemila.
"Kamu hanya milikku dear."
![](https://img.wattpad.com/cover/320358182-288-k80246.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Liku itu Aku (kimsanyu2)
Aléatoire(Cerita ini hanya fiktif) Luna adalah seorang bartender di salah satu club milik kakak teman sekolah SMA. Meninggal akibat tembakkan dan kemudian tuhan membuat jalan baru untuknya. Memasuki tubuh seorang wanita bernama Kemila merupakan suatu kegila...