Bab 18

101 6 0
                                    

"Eh Zean, itu bukannya nyokap bokap lo ya!!" Pekik Silo mengernyit melihat sepasang pasutri yang tengah saling menempel bagai ulat keket, seakan menyadari sesuatu hal matanya langsung membelalak sempurna, mengingat jika itu adalah orang tua dari maha pangeran Zean.

"Eh iya, itu bokap nyokap lo Zean, kok bisa??" Tambah Bima tidak percaya, mengambil ponselnya yang terletak diluar lapangan ia segera  memfoto momen itu untuk sohibnya, Bimo sangatlah tau mengenai keadaan temannya ini maka dari itu ia ingin temannya bisa melihat momen itu lewat foto, namun yang Bimo tidak tau bahwa jika sebenarnya Zean sering melihat interaksi romantis diantara orang tuanya. 

Mendengar pekikan teman - temannya membuat Zean menghentikan aksi dribelnya, terhenyak Zean melihat orang tuanya yang ada di sekolahnya, memikirkan itu membuat sesuatu menggelitik didalam dadanya, apakah itu perasaan yang sama seperti yang dirasakan para teman - teman ketika orang tua mereka yang menyepatkan diri untuk hadir di sekolah ditengah kesibukan kerja yang padat? Zean berterimakasih pada Tuhan untuk ini, ia senang namun gengsi untuk memperlihatkannya. Memutuskan untuk istirahat, Zean mengambil tempat disamping teman - temannya untuk duduk. 

Walau tidak memperlihatkan ekspresi, ia tetap menatap keberadaan orang tuanya. Sedangkan Kemila dan Zean yang tengah menjadi pusat perhatian tidak menyadari tentang itu, mendengarkan Kemila bercerita Zean dengan senang hati untuk mendengarnya, sampai akhirnya Kemila berhenti untuk bercerita dan mengajaknya untuk menghampiri keberadaan sang putra yang kini sudah selesai bermain basket.

"Hai, Zeann!!" Seru Kemila cerah. Sambil menggenggam tangan suaminya, Kemila tidak menyadari tatapan teman - teman Zean yang sedang cengo. 

"Kalian sudah selesai mainnya??" Tanya Kemila, mengabaikan jika Zean tidak merespon sapaannya.

"Iya tante, kami sudah selesai mainnya." Jawab Bimo.

"Kamu Bima? Keponakan Tari, wah aku tidak tau jika Tari sudah punya keponakan sebesar dirimu." 

"Iya tante, hehehe." Jawab Bimo, sedikit salting melihat senyum ibu temannya yang bahkan tidak pernah ia lihat sebelumnya. Merasa bahwa ini adalah momen yang tepat untuk pendekatan membuat Kemila ingin bergabung, tanpa dipersilahkan Kemila mengambil ancang - ancang untuk duduk. Namun hal itu urung ketika Alex menahan dirinya, ingin protes namun matanya lebih dulu dikejutkan dengan prilaku suaminya yang tengah melepaskan jas untuk menjadi alas dirinya duduk. 

"Eh, Mas nggak usah!!" Pekik Kemila berusaha menghentikan, namun gerakannya kalah cepat dengan tangan suaminya yang menarik tubuhnya untuk duduk di atas jas hitam mahal itu. 

"Tidak papa." Balas Alex, kemudian memberikan kode kepada bawahan untuk menyerahkan dua kantong makanan dan minuman itu kepadanya. Bima dan Silo yang menerima bingkisan itu langsung memekik senang dan bergegas untuk mengeluarkannya satu persatu, sedangkan Zean seperti tidak begitu minat dengan melakukan apa yang dilakukan oleh para temannya ini.

"Yaampun Om, makasih lo jajannya. Sering - sering ya. WKWKWK" Canda Silo yang mendapat geplakan manis dari Bimo.

"Nggak tau diri banget lo ngap, tapi iya sih hehehe." 

"Lo mah, emang besti ya kita." Seru Silo dengan tak sabar memeluk Bimo dan Zean berbarengan. Zean yang terhimpit diantara tubuh Silo dan Bimo pun hanya memasrah diri. Melihat pemandangan itu, pasangan suami istri itu kini sedang merasakan perasaan satu arah yang sama yaitu sama - sama terharu. Mereka bersyukur, anaknya mendapat teman yang baik dan juga bisa diandalkan. 

...

Sebelum istirahat sekolah datang, keluarga Lee lebih dulu untuk pulang. Saat ini mereka bertiga sedang berkumpul di ruang tv yang menampilkan berita. Menyimak dengan tenang, tangan Kemila tak berhenti untuk memasukkan berbagai cemilan yang baru saja ia beli ketika pulang dari sekolah Zean. Sedangkan untuk kedua prianya, mereka hanya sibuk dengan duania-nya masing - masing, Alex yang sedang membuka email dan Zean yang tengah membaca buku, sama sekali mereka tidak begitu memperhatikan apa yang tengah diberitakan oleh tv. 

Alex yang lebih dulu selesai, langsung mengelus rambut istrinya. Posisi mereka saling bersebelahan dengan Kemila yang ditengah. 

"Zean." panggila Kemila memulai obrolan, walau tak ada tanggapan dari anaknya tapi ia yakin jika Zean mendengar. 

"Kamu tau, Mama sangat menyayangimu." Ucap Kemila diringi senyum tulus, matanya dengan teduh menatap sayang Zean sebagai anaknya. 

"Mama nggak tau, apa yang sedang anak Mama rasakan dan fikirkan untuk saat ini. Tapi yang pasti jadi remaja yang beranjak dewasa itu tidak mudah, bukan Mama ingin terlihat jadi sok peduli atau ingin terlihat jadi pahlawan untuk Zean bukan. Mama ingin bersama anak Mama nak, terbukalah tak papa. Jika kamu berfikir Mama akan mengacuhkan kamu kembali itu tidak akan terjadi, Mama sayang Zean begitu juga Papa hanya saja kami juga masih belajar jadi orang tua nak. Maaf jika sikap kami yang telah berlaku buruk kepadamu Zean, Mama Papa sayang Zean. Jika suatu saat nanti Mama tidak lagi ber..."

Grepp

Pelukan hangat membungkus tubuh Kemila dikedua arah, dia tidak kuat alhasil bendungan dikedua matanya telah luruh membasahi wajah eloknya.

"MAA/DEAR" 

"Jangan mengatakannya, aku tidak ingin mendengarnya." Ucap Zean parau. Tidak lagi, demi tuhan dia sangat menyayangi istrinya dan ia tidak ingin kehilangan untuk kedua kalinya. Tubuh Kemila lemas, pundaknya basah, bukan keringat yang ia keluarkan melainkan air mata dari dua cintanya. 

"Maaf Mama, aku salah." Parau Zean tertahan, Kemila menggeleng tidak setuju dengan ucapan yang anaknya itu keluarkan. Anaknya tidak salah, itu adalah kesalahannya  sebagai orang tua yang mengabaikan anaknya dialah yang seharusnya meminta maaf disana.

"Zean tidak salah, jangan meminta maaf nak." Alex diam, begitu pula dengan Zean. Mereka hanya tidak terlalu suka dengan situasi semacam ini.

Banyak menangis, membuat Kemila mengantuk. Dengan tanpa sadar, matanya tertutup membiarkan tubuhnya meluruh pada tubuh yang mendekapnya saat ini.

"Mamamu sudah tidur, kembalilah kekamarmu Zean. Biar Papa yang mengurus Mamamu sekarang." Titah Alex yang disetujui oleh Zean, memberikan jarak, dengan termangu Zean membiarkan Papanya membawa tubuh Mamanya kelantai atas.

Tak ingin membiarkan dirinya terlalu lama diruang TV, Zean segera bangkit meninggalkan bukunya yang masih tergeletak dilantai. Pikirannya kalut, memikirkan perkataan Mamanya barusan membuatnya begitu bersalah dengan apa yang selama ini ia lakukan. Mamanya sudah baik sekarang, namun dia justru malah bersikap dingin dan tak sopan. Sesuatu hal didalam dirinya merasa sakit, namun dia tidak begitu tau dimana persisnya.

Setelah sampai dikamar, bunyi ponsel mengalihkan perhatiannya. Tanpa minat, ia segera membuka pesan yang dikirim oleh temannya Bima.

Memandang lama, Zean menatap foto kedua orang tuanya yang dikirim oleh Bimo. Mengakhiri, ia menutup pesan tersebut dan menaruh ponselnya kembali. Mematikan lampu kamar, saat ini ia ingin segera mengistirahatkan fikirannya sejenak.








Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Liku itu Aku (kimsanyu2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang