9. Rasa yang menyeruak

24 5 0
                                    

Cora memiliki trauma terhadap api.

Elang memperhatikan semuanya, bagaimana Gemma memangku Cora yang tidak sadarkan diri menuju rumah yang diikuti Mama dan Papanya yang tampak panik dan khawatir. Gemma membaringkannya di sofa dan butuh beberapa menit untuk Cora akhirnya siuman.

Mata gadis itu terlihat lelah dan kosong untuk beberapa saat, untuk kemudian mulai menyadari keberadaan orang-orang yang mengelilinginya.

"Ma?" Cora menatap wajah Mama yang sudah nyaris menangis berlutut di lantai menghadap Cora yang berbaring di sofa.

"Iya nak, ini Mama. Ezath kemari, bawa air minumnya kemari. Minum dulu ya Cora?" Ujar Mama.

Cora mengernyitkan dahi, lalu teringat alasan mengapa Ia berbaring sekarang. Satu tangannya terulur menyentuh kepala, dan entah sejak kapan tangannya gemetar. Bahkan sekujur tubuhnya.

Gadis itu menggeser tubuhnya, mencoba duduk meski sekujur tubuhnya gemetar. Ia tidak perlu membuat siapapun mencemaskannya, namun jemari Gemma yang berdiri di dekatnya sudah terulur menyentuh lengan Cora.

"Aku nggak apa-apa Ma," ujar Cora yang di bantu Gemma duduk bersandar di sofa, siapa saja bisa melihat kalau wajah gadis itu begitu pucat.

"Antar aku pulang sedikit lebih cepat tidak apa-apa kan Gemma?" Tanya Cora, Gemma hanya diam namun tidak mempermasalahkannya.

"Mama temani di apartemen ya nak?" Mama menawarkan diri sementara Cora tersenyum seraya menggeleng pelan.

"Kalau ada apa-apa aku bakal telepon Mama," ucapnya dengan tatapan sungguh-sungguh, lalu menoleh mendongak menatap Gemma.

"Pulang sekarang ya Gem," pinta Cora, Gemma menoleh menatap Mama Elang yang terlihat masih sangat cemas begitu juga Papa. Namun ia tau Cora tidak bisa di cegah. Gemma mengangguk, membantu Cora bangkit dan membiarkannya melangkah ke luar rumah di papah Mama Elang.

Elang mendapati Gemma yang menatapnya dengan tatapan tidak biasa, pria itu menghampiri Elang sebelum mengantar Cora pulang.

"Aku akan kembali, kita perlu bicara." Katanya sambil menepuk bahu Elang. Gemma juga mengajak Bianca ikut, ia akan mengantarnya kembali ke hotel. Tentu Gemma tidak akan membiarkan Bianca tetap berada di sana lebih lama lagi.

Elang bisa melihat kecemasan yang tidak juga memudar di wajah kedua orang tuanya, dan tentang trauma Cora ia mendengarnya dari Ezath. Adiknya tidak berkata lebih banyak, karena setelah itu sibuk membereskan kekacauan di halaman depan rumah.

Sebenarnya Elang bisa saja bertanya pada orang tuanya, tapi ia tidak melakukannya. Trauma Itu mungkin juga hal yang selama ini Elang ketahui, tapi ia melupakannya. Pikiran itu entah kenapa membuatnya marah.

🌻

Elang berdiri menghadap kotak besar yang ada di atas tempat tidur, jemarinya terulur dan membukanya. Terdapat setelan jas berwarna hitam, begitu rapi dan tampak belum tersentuh.

Juga ada sebuah kotak kecil berwarna biru navi, Elang meraihnya dan membukanya. Terdapat sepasang cincin di dalamnya, membuat Elang tertegun di tempat. Itu cincin pernikahan, bahkan terdapat ukiran nama di bagian dalam cincin. Nama Elang dan Cora.

Pria itu memejamkan mata, besok adalah hari pernikahan. Seharusnya besok ia menjadikan gadis itu sebagai istrinya. Seharusnya besok adalah hari yang paling membahagiakan bagi dirinya dan Cora, bukankah begitu?

Elang terduduk di lantai bersandar ke kaki tempat tidur, menatap kegelapan malam di balik jendela kamarnya. Ia tidak mengerti, Ia tidak mengingat apapun, tapi entah kenapa ia juga tidak bisa mengenyahkan sesak dan rasa sakit yang memenuhi dadanya.

Our Lost Memories Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang