ִ ࣪𖤐 Birva, seorang remaja jompo dari golongan menengah yang suka menggoda om om berduit (tentunya yang masih fresh dan ganteng) harus merenggut nyawa karena tidak sengaja bertabrakan dengan sebuah mobil saat dirinya sedang mengendarai motor dengan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
˚ ༘♡ ⋆。˚ 🍂ꕥ
"Apa yang terjadi?" Zevan bertanya, nampak wajahnya berkerut tak suka melihat pemandangan di depannya.
Segera Birva mendorong pelan Damar agar menyingkir dari atas tubuhnya. Sedangkan Damar hanya pasrah, bahkan saat dia ingin membantu Birva berdiri malah di tolak mentah-mentah.
"Om- Ze, jangan salah paham dulu. Ini cuma karena kecerobohan ku.." ucap Birva untuk meyakinkan Zevan.
"Sebelumya aku yang menarik Mas Damar, jadi karena itu kita jatuh. Mungkin karena aku terlalu kuat menariknya." Jelas Birva sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal, sebab dia gugup karena terlalu malu.
Zevan menatap Birva sejenak, dia menghela nafas panjang. "Baiklah, jadi urusan mu dengannya sudah selesai kan?"
"Iya.."
"Kalau gitu biar aku yang mengantarmu pulang."
Tanpa pamit, Zevan menarik pergelangan tangan Birva untuk keluar dari ruangan Damar. Walaupun sentuhannya lembut, tetapi Birva tidak menyadari ada rasa posesif yang sekarang menggerogoti tubuh Zevan.
"Eh-tapi aku bawa motorku."
"Ikut saja dengan ku, motormu biar ku urus nanti."
Sementara di sisi Damar, dia masih berdiri di tempatnya. Terdiam di sana, dengan beberapa pikiran yang muncul.
'ada apa dengan Zevan?'
. . . . .
Di perjalanan bersama dengan Zevan hanya ada keheningan, karena keduanya hanya fokus pada diri masing-masing. Birva dengan berbagai pikiran anehnya, dan Zevan yang fokus menyetir.
Perjalanan mereka hanya di temani music yang ber-alun pelan melalui speaker.
Namun untuk beberapa saat Birva memecahkan keheningan, dia menyadari kalau jalan yang di lewati Zevan berbeda dengan jalan menuju rumahnya.
"Om Ze, ini bukan jalan pulangku. Om tidak salah jalan kan??" Birva bertanya, dia menatap Zevan yang tetap fokus menyetir.
"Memang benar."
"Terus kita mau ke mana?"
"Ke rumah ku."
"Huh?"
"Kau akan menginap di sana untuk semalam, aku sudah meminta izin pada Hendra. Aku tau, pelayan yang biasa menjaga mu tidak ada di rumah kan?"
"Bi Viana? Bukannya dia bilang hanya menjenguk orang tuanya?"
"Apa dia ada bilang hanya sebentar?"
Mendengar itu Birva terdiam, pada akhirnya Birva menurut saja. Karena di hadapannya saat ini adalah Zevan, entah kenapa dia tidak suka ambil resiko jika lawannya adalah Zevan.