BAB I "Pohon terseram di dunia"
Kita harus pandai bersyukur bagaimanapun keadaan kita. Karena Tuhan akan menambah nikmat-Nya jika kita pandai bersyukur kepada-Nya.
***
[Surabaya, Masa SMA Abidzar]
"Awakmu lapo seh kok selalu gawe handsock koyok ngunu. Nggak gerah apa? Mau lomba voli ya?"
Bimo selalu heran ketika melihat temannya yang satu ini selalu memakai handsock panjang seperti yang selalu dipakai oleh ukhti-ukhti di luaran sana, padahal temannya itu laki-laki, loh. Banyak yang menanyakannya kepadanya, apa yang terjadi kepada temannya itu? Seperti makhluk aneh yang tinggal di dunia ini.
"Yo karepku lah," jawab temannya itu dengan menulis catatan Bimo yang kemarin tidak sempat dia tulis karena izin sakit.
Enaknya anak satu itu diapain ya? Selalu saja bikin orang darah tinggi dengan jawabannya yang singkat, padat, dan kadang nggak jelas. Dibuang sayang, tapi kalau dipelihara juga merugikannya.
Bimo juga nggak tau pelet apa yang digunakan Abi kepadanya. Namanya saja Abi, tapi sikapnya sama sekali tidak mencerminkan bapak-bapak. Justru Abi sikapnya masih kekanakan, namun dia memiliki magis tersendiri bagi Bimo. Meskipun menyebalkan, tapi Bimo tidak bisa menjauhinya.
"Nanti aku ikut les ya, bilang sama tante Sinta tolong siapkan porsi makan malam buat aku juga." Bimo tiba-tiba bersuara di tengah heningnya jam istirahat. Saatnya Bimo yang balas dendam. Meminta sesuatu yang tidak mungkin ditolak oleh Abi, karena mau tidak mau Abi harus menurutinya.
Bimo tahu bahwa nanti malam adalah jadwalnya Abi untuk les. Kalau menurut Bimo sih itu cuman gaya-gayaannya Abi aja. Mana mau sih Abi jika disuruh belajar. Dia aja duduknya di belakang supaya nggak ketahuan kalau selama ini pakai handsock.
Jam pelajaran berjalan seperti biasanya. Sangat membosankan menurut Bimo. Bahkan, barisan belakang ada yang tertidur. Tapi, karena Bimo adalah murid yang baik hati dan tidak sombong, maka dia tetap memperhatikan guru-guru yang sedang mengajar meskipun dia sebenarnya ingin juga pergi ke alam mimpi seperti teman-temannya yang lain.
Sampai waktu jam pulang sekolah, Bimo langsung pergi ke lapangan futsal, tentunya sudah ganti baju. Melihat banyak orang di lapangan membuat Bimo menjadi lebih bersemangat. Keberadaan mereka entah mengapa menjadi energi tersendiri untuknya. Meskipun mereka sama-sama capek dari kegiatan KBM di sekolah, tapi semangat mereka untuk ikut futsal tidak akan padam.
Selesai latihan, Bimo langsung menuju ke rumah Abi. Meminta jatah makan malamnya, sekaligus belajar bersama dengan temannya itu. Bukan belajar sih kalau Bimo, lebih ke makan cemilannya.
Selagi mbak Khanza, guru lesnya Abi belum datang, Bimo dan keluarga Abi pun menyempatkan diri untuk makan malam bersama.
"Om, bulan depan Bimo ada tanding futsal loh. Kalau nggak sibuk, nonton ya om," Bimo bersuara di tengah suasana makan malam yang hening.
"Oke. Nanti kamu chat om aja tanggalnya. Nanti om atur jadwal untuk liat pertandingan kamu," jawab Rio selaku ayah dari Abi, namun lebih akrab dengan Bimo dibanding dengan anaknya sendiri.
Tentunya Bimo yang menjadi pemantik agar tercipta obrolan-obrolan hangat. Jika Bimo terkadang mencurahkan isi hatinya selama seharian penuh, maka orang tua Abi akan menanyakan keadaan anak mereka melalui Bimo. Karena sejatinya sangat susah jika Abi harus mengoceh panjang lebar seperti Bimo.
"Bim, nanti pulang ya, nak. Kasihan mama kalau sendirian di rumah," Sinta selaku bundanya Abi ikut bersuara setelah melihat suasana hati Bimo membaik untuk dibujuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAROMAH: Kisah Para Pendosa yang Dimuliakan #ACR_2024
EspiritualKarya ini berisi antologi cerbung yang dikurasi oleh Remember Me dari para pengarang berbakat.