3.3: 'Baby, who cares?', but I know you care.

1K 128 4
                                    

[Yihiii! Update lagi. Karena yang di Karyakarsa juga udah update part 10 nya. Baca pas malam part 10 ya. Jangan lupa buat siapin mental karena part 10 isinya nano-nano. Di bawah juga aku kasih spoiler AU VERSION yang bisa kalian baca di Instagram freelancerauthor.]


Zaland tidak tahu. Pria itu tidak mengetahuinya. Bahwa apa yang diucapkannya mengenai keputusannya yang dikira tepat untuk tidak membuat Jorjia sebagai seorang ibu sangatlah menyakitkan. Ciuman pria itu tidak menyembuhkan hati Jorjia yang terluka. Dia tahu dirinya tidak boleh merespon dengan negatif apa yang suaminya katakan. Namun, rasanya dia tidak tahu harus menyembuhkan dirinya dengan apa.

Kini Jorjia berada di kamar mandi dan sibuk menangis setelah memastikan suaminya benar-benar berangkat bekerja. Dia bisa puas menangis dengan berada di kamar mandi, meluapkan emosi yang tidak bisa dilakukan ketika ada Zaland di rumah.

Emosinya campur aduk karena dia memang tahu bahwa akan ada masalah cepat atau lambat yang terjadi. Dia hanya tidak tahu apa yang akan Zaland lakukan jika mengetahuinya. Namun, Jorjia juga tidak bisa mengatakan dengan jujur mengenai status mereka yang akan bertambah menjadi orang tua dalam beberapa bulan ke depan.

Memijit kepalanya, Jorjia benar-benar merasakan sakit kepala. Dia tidak bisa mengungkapkan perasaannya sendiri di depan suaminya. Membiarkan suasana hati yang mudah berubah akan mampu membuat Zaland mencium sesuatu yang mencurigakan, sedangkan Jorjia tidak ingin kehilangannya. Dia tidak ingin kehilangan Zaland, dan bayi di kandungannya yang pasti masih berbentuk janin. Ya, perkiraan Jorjia masih janin. Dia tidak tahu tepatnya karena dia tidak berani untuk memeriksakan diri ke rumah sakit atau ke klinik kecil manapun, sebab namanya bisa terdaftar dalam riwayat pemeriksaan. Tidak sulit bagi Zaland untuk menemukan hal itu, jadi lebih baik bagi Jorjia menggunakan toilet mall dan melakukan tes mandiri dan membekap mulutnya kuat-kuat saat melihat hasilnya.

"Apa yang bakal papa kamu bilang kalo dia tahu kamu tumbuh di perut mama?" ucap Jorjia sendiri.

"Oh, lebih buruknya, apa yang bakal papamu lakukan karena mama nggak menuruti keinginannya untuk nggak memiliki anak?"

Jorjia sangat kebingungan. Tubuhnya menggigil karena tangisan. Dia cemas pada apa yang akan terjadi nantinya. Dia juga sedang berusaha untuk tetap mempertahankan pernikahannya. Dia tidak baik-baik saja disaat sendirian menyimpan segala kondisinya yang berbadan dua. Ditambah dengan intensitas seks dirinya dan Zaland. Menolak pria itu sama dengan mendatangkan pertanyaan besar lainnya yang pasti akan menggiring pria itu pada kesimpulan aneh-aneh di dalam pikiran pria itu.

Jorjia bisa saja memilih diceraikan oleh Zaland dan menjalani hidupnya sendiri dengan anaknya. Namun, Jorjia mencintai pria itu. Jorjia mencintai Zaland yang sudah menyelamatkannya berulang kali. Jorjia tidak bisa mengabaikan Zaland yang sudah menunjukkan dirinya yang lain hanya kepada Jorjia saja. Dia juga tidak bisa membiarkan Zaland menjalani masa sulitnya lagi setelah Jorjia-lah yang bisa mengisi trauma pria itu akan kasih sayang yang terbagi-bagi.

Jorjia hanya ingin terus berusaha untuk mengubah pendirian Zaland. Dia ingin menunjukkan pada pria itu bahwa tidak akan pernah berkurang kasih sayang yang Jorjia punya untuk suaminya itu. Sebab kasih sayang yang Jorjia punya untuk Zaland, jelas berbeda untuk anak mereka. Jorjia ingin membuat pria itu sadar bahwa cinta bisa mereka tumbuhkan bersama untuk anak mereka tanpa harus mengurangi cinta yang mereka punya sebagai pasangan.

Namun, pertanyaannya ... bisakah Jorjia mengubah seorang pria yang tidak ingin mengubah dirinya sendiri? Meski itu berkaitan dengan trauma, tidak akan pernah seseorang berubah jika dirinya sendiri tidak berusaha. Dari yang sudah-sudah, mana ada perempuan yang bisa mengubah lelakinya? Bagaimana bisa Jorjia mengubah pasangannya yang jelas-jelas baru menghabiskan hidup lima tahun dengannya dan sudah membentuk traumanya sejak lama, puluhan tahun hingga berada di titik ini.

"Mama harus gimana? Mama benar-benar nggak tahu harus melakukan apa untuk kita bertiga bisa bahagia tanpa menghilang salah satu diantaranya."

Kehidupan yang Jorjia gadang memang tidak mudah. Dia tidak bisa untuk selamanya terhindar dari masalah. Inilah hidup, selalu ada fase naik dan turun. Hanya saja, untuk Jorjia, tampaknya dia lebih dominan mengalami fase turun hingga dia kesulitan untuk menjalani nasibnya ini.

Kini dia hanya bisa menangis dan menangis, secara rahasia dan diam-diam. Jorjia hanya bisa berpura-pura tenang dan membuat nyaman Zaland, entah sampai kapan. Jika boleh, dia berdoa pada Tuhan agar hati Zaland diluluhkan dan dapat menerima kehadiran anak di rahim Jorjia ini. 

 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
PUAN DIGILIR CINTA/TAMAT/Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang