8.1: You pierced me with thorn

545 78 2
                                    

[Silakan dibaca :) anyway, kalo yang udah pengennya baca langsung tamat bisa beli ebook di google playbook, atau beli di KARYAKARSA kataromchik, ya. Jangan lupa follow Instagram freelancerauthor untuk dapat info mengenai tulisan terbaruku. Happy reading!]

Zaland mengemudikan mobilnya dengan pikiran yang menguap entah kemana. Dia tidak bisa memikirkan hal logis lainnya dengan benar karena hanya ada ekspresi wajah Jorjia, dan keinginan wanita itu untuk mengatakan hal yang Zaland kutuk dengan keras. Kenapa sulit sekali bagi Jorjia untuk menuruti apa yang Zaland inginkan? Mereka bisa menjalani lima tahun pernikahan ini karena saling sepakat untuk tidak melibatkan pihak lain di dalamnya—dalam hal ini yang dimaksud adalah anak.

Untuk apa menghadirkan anak disaat Zaland jelas-jelas membuka jati dirinya yang sebenarnya pada Jorjia? Bahwa Zaland adalah anak tengah yang tidak mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang penuh dan justru seperti anak yang tidak dianggap. Anak tengah seperti Zaland tidak bisa mendapatkan perhatian hanya dengan berada di dalam rumah mewah orangtuanya saja. Zaland harus berusaha dengan keras untuk bisa dilihat, diakui, dan diandalkan. Bahkan hingga dirinya dewasa, tidak ada hal yang bagus untuk diingat. Dia selalu disibukkan untuk mengerti keadaan kedua saudaranya.

Zaland yang paling bisa diandalkan, dalam artian bisa segalanya hanya untuk menggantikan kedua saudaranya jika mereka sibuk dengan kehidupan pribadi masing-masing. Mommy mereka selalu saja memanggil Zaland untuk menangani pekerjaan yang bukan hanya satu atau dua, tapi banyak. Zaland dituntut untuk bisa menguasai apa yang kedua saudaranya bisa, tapi kedua saudaranya tidak dibebani dengan semua itu. Zaland harus menjadi badut di keluarganya, yang paling banyak bicara, yang paling banyak berulah, yang paling banyak out of the box, hanya untuk bisa dilihat dan diperhatikan. Namun, hanya bagian buruknya saja yang dilihat dan menjadi highlight utama. Bagian dimana Zaland mampu membuat resort di luar negeri seolah tak ada. Bagian dimana Zaland mampu untuk membangung relasi setelah papi mereka tak bisa melakukan apa pun akibat stroke juga bukan hal yang berarti di mata keluarganya.

Terlalu banyak luka masa kecilnya yang belum sembuh. Masih banyak trauma yang Zaland rasakan hingga mendendam sebagai seorang anak. Dia tidak bisa mengatakannya pada siapapun dengan nyaman, hingga Jorjia bisa dirinya andalkan. Lalu, sekarang setelah lima tahun membangun kepercayaan tersebut, kenapa Jorjia malah membuat keputusan yang tidak Zaland terima dengan mudah?

"Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu, Pak?"

Apoteker yang berada di balik meja kasir bertanya dengan sopan.

"Testpack, Mbak."

"Yang merk apa, Pak?"

Zaland mengeluarkan kartu debitnya yang tidak dipedulikan berapa nominal di dalamnya. "Semuanya. Kasih saya semua merk masing-masing satu."

Zaland jelas terlihat begitu arogan dengan kalimatnya yang singkat-singkat, juga nada bicaranya yang tidak luwes sama sekali. Pria itu jauh dari dirinya yang seperti biasa, yang banyak bicara dan suka menggoda orang lain dengan kerlingan matanya. Zaland yang sekarang ini adalah sosok pria yang sedang resah, dan tidak sabar untuk mengetahui hasil urin istrinya dengan mata kepala sendiri, bukan hanya dengan ucapan Jorjia saja.

Saat ini Zaland pasti terlihat seperti pria aneh yang tidak bisa diajak bicara dengan basa basi. Dia bahkan dengan agak menyentak meminta apoteker yang sedang mengumpulkan barang pesanan Zaland untuk lebih cepat dan membuat pekerja itu tidak nyaman.

Namun, Zaland tidak bisa menahan dirinya lagi. Dia ingin segera kembali ke mobilnya, mengendarai dengan pikiran yang tidak di tempatnya, dan secepatnya sampai di rumah untuk mengecek hasil yang sebenarnya atas kehamilan Jorjia.

Setelah menyelesaikan pembayarannya, Zaland dengan cepat pergi dan membawa seluruh alat tes kehamilan itu dengan tangan yang gemetar. Iya, dia gemetar untuk mengetahui hasil dari urin Jorjia. Bukan karena dia ingin segera mengetahui bahwa dia akan menjadi ayah, tapi Zaland gemetar dengan kenyataan bahwa akan ada sosok baru yang akan seperti dirinya. Menjadi sosok yang tidak mengenal kasih sayang dengan penuh dan berujung pada luka di psikisnya dan terbenam hingga dewasa.

Zaland juga harus jujur bahwa dia tidak ingin berbagi Jorjia dengan anak yang akan lahir nantinya. Zaland hanya ingin menjalani kehidupannya bersama sang istri dengan tenang, tanpa gangguan, termasuk seorang anak yang bisa dipastikan akan mengambil seluruh atensi Jorjia dan ujungnya istri pria itu juga akan menuntut Zaland agar mencurahkan kasih sayang dan perhatian pada anak itu disaat Zaland tidak nyaman untuk menyayangi orang lain kecuali dirinya sendiri.

"Aku tahu aku akan jadi orang paling egois, Jia. Tapi aku udah bilang ini sejak lama ke kamu dan kamu nggak memilih untuk mengantisipasinya sama sekali. Maka jangan salahkan aku kalo ada hal yang nggak kamu suka akan terjadi."

PUAN DIGILIR CINTA/TAMAT/Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang