8.2 : You pierced me with thorn

491 82 6
                                    

[Yuhuuu! Untuk kalian yang udah nggak sabar baca sampai tamat, cerita ini udah lengkap tersedia di KARYAKARSA kataromchik dan ebook juga di google play. Silakan mampir bagi yang udah ada rezeki 🥰.]

Di rumah, ada Jorjia yang tidak kalah resahnya menunggu sang suami. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi dengan Zaland yang ingin memastikan sendiri kehamilan wanita itu. Jantung Jorjia berdegup dengan kencang, dia sudah duduk dengan mengepalkan kedua tangan agar bisa lebih tenang, tapi tak bisa. Wanita itu berakhir berdiri dan berjalan ke sana kemari karena pikiran dan perasaannya yang kacau.

Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa mendengar suara mesin mobil Zaland di rumah. Sejujurnya Jorjia ingin menyambut pria itu tanpa perlu menunggu di dalam seperti ini, seperti kebiasaannya yang suka menyambut sang suami sepulang kerja. Namun, dia tahu suasana hati Zaland tidak sebagus biasanya. Mereka sedang menghadapi konflik yang tidak ringan saat ini. Jadi Jorjia memilih untuk tetap diam menunggu.

Pintu rumah terbuka, dan langkah kaki Zaland begitu tercetak jelas di telinga Jorjia. Wanita itu mendapati Zaland yang berjalan tegas dan melemparkan kantung belanja ke meja dan berkata, "Cek sekarang."

Pria itu tidak susah payah memberikannya dengan cara yang lebih sopan kepada Jorjia. Ada rasa sakit yang langsung terbentuk di hati Jorjia, tapi dia tidak bisa mengedepankan hal tersebut karena dia adalah pihak yang sedang dipersalahkan.

"Kenapa diam? Kamu cek sekarang, Jia. Aku mau tahu apa hasilnya."

Jorjia menelan ludahnya dengan susah payah dan berkata, "Aku bisa kasih tahu kamu—"

"Aku nggak butuh ucapan kamu. Yang aku butuhkan sekarang adalah hasil tes nyata di depan mataku. Paham?"

Tidak. Jorjia tidak paham kenapa dia dipaksa melakukan tes jika wanita itu sudah melakukannya sendiri dan tahu kondisi tubuhnya sekarang ini memang sedang mengandung anak dari pria yang sudah menjadi suaminya selama lima tahun ini.

Mungkin karena gemas dengan Jorjia yang tidak kunjung pergi untuk melakukan tes, Zaland mengambil tas belanja yang semula dilemparkan ke atas meja dan menarik sang istri untuk segera ke kamar mandi tanpa bicara apa pun lagi.

Jorjia akhirnya berada di dalam kamar mandi dan Zaland mengeluarkan semua alat tes kehamilan yang dibelinya. Tidak ada pilihan lain yang bisa Jorjia ambil selain menunjukkan secara terang-terangan bagaimana dirinya mengumpulkan urin dan menggunakannya untuk bisa dibaca oleh masing-masing alat hasilnya saat itu juga. Meski membutuhkan beberapa menit untuk bisa mengetahui sepenuhnya hasilnya, mereka pada akhirnya bisa menangkap makna yes, pregnant, dan dua garis yang menyatakan kehamilan Jorjia memang tidak bisa lagi disangkal oleh Zaland.

Jorjia berdiri dengan lemas, dan dia menatap pantulan cermin kamar mandi dengan mata berkaca-kaca karena kesedihan. Ini bukan reaksi terharu, tapi kesedihan yang bahkan tidak bisa wanita itu ungkapkan dengan leluasa. Ini kehamilan pertamanya, tapi dia tidak bisa mendapatkan dukungan yang seharusnya.

"You are pregnant," ucap Zaland setelah sekian menit terdiam.

Pria itu menatap seluruh alat tes kehamilan tersebut dan tampak tidak berdaya. Kenapa kehamilan saja bisa membuat pria itu tidak berdaya? Padahal Zaland sudah memiliki segalanya.

"Jadi ... selama ini kamu berbohong ke aku."

Jorjia mengangkat pandangannya dengan heran. Apa yang sudah Jorjia lakukan hingga diberi label berbohong oleh suaminya? Kehamilannya?

"Aku nggak berbohong, aku hanya menyembunyikan kehamilanku karena aku tahu kamu nggak siap, Zal."

Zaland menggelengkan kepalanya dengan dramatis dan akhirnya mereka saling bertatapan untuk bisa membaca emosi satu sama lain yang saling berlawanan tujuannya.

PUAN DIGILIR CINTA/TAMAT/Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang