Beberapa bulan berlalu semenjak perang. Beruntung Matthias dan Riette berhasil lolos dari blokade di kota Sienna.
Claudine tentu sudah mengetahui hal itu berkat ingatannya dari kehidupan lampau.Hari ini keluarga Brandt mengunjungi kediaman Herhardt. Sebagai bentuk penyambutan Duke Herhardt yang kembali dari perang.
Walaupun Claudine tahu bahwa Sienna berhasil diambil alih oleh Lovita, namun dia tetap berpura-pura tak tahu.Dan daripada harus berkumpul di rumah kaca dan menatap wajah Matthias lagi, gadis itu memilih berjalan-jalan di taman mawar Herhardt.
Suasana hatinya tidak bisa dibilang baik ataupun buruk, Claudine hanya merasa hampa. Melihat wajah Matthias setelah berbulan-bulan tidak bertemu, nyatanya tak bisa menghilangkan rasa bencinya.Claudine akui wajah Matthias memang tampan dan sebagainya. Namun tak perduli apa yang mereka katakan, Claudine tetap tak bisa menghilangkan rasa tak nyaman dan benci saat bersamanya. Claudine merasa, hanya dengan menatap Matthias emosinya sudah naik dengan cepat.
Gadis itu menghela nafas pelan lalu tangannya terulur mengambil setangkai mawar. Dilihatnya mawar biru itu, terlihat indah dan menawan.
"Claudine-ku, mawar biru-ku."
Ucapan Matthias kala itu terngiang di pikirannya. Ucapan Matthias entah berapa bulan yang lalu, kala dirinya disekap dalam paviliun si pria, kala malam mengekang bulan di mana Claudine tengah terbaring tak sadarkan diri.
Walaupun suara itu samar dan terdengar tajam, namun suaranya tertanam jelas di pikirannya.Tanpa sadar Claudine meremas tangkai mawar itu, membuatnya sedikit patah.
Bukankah hal ini nyata?
Hanya dengan melihat Matthias von Herhardt,Maka emosi Claudine von Brandt akan naik pesat.
-·-
"Lama tidak bertemu, Claudine."
Suara lembut itu membuat Claudine menoleh. Pupilnya gemetar, menatap sosok di belakangnya dengan pandangan syok dan tak percaya.
Tanpa kata, si gadis berhambur memeluk erat sang pria.Cintanya, segalanya, Riette-nya berhasil kembali dari medan perang yang seperti neraka. Yang menelan banyak jiwa ke dalam abadinya akhirat.
Riette von Lindmann selamat dari itu semua."Kenapa kamu menangis, Claudine?" Suara Riette bagai alunan harpa yang menenangkan hati Claudine.
Gadis itu mendengar tawa renyah dari si pria, membuatnya ikut terkekeh."Ini tangisan bahagia," jawab si gadis dengan nada berguyon.
Pelukannya terlepas, gadis itu mengusap air matanya dan menatap Riette dengan dalam.
"Riette, aku..." Suara Claudine terdengar lantang namun sedikit ragu. "Aku mencintai mu."
Sudah ditekankan, bahwa hidupnya hanya untuk Riette seorang.
Dia benar-benar mencintai pria bermata cokelat itu dengan segenap jiwa raganya.Senyum Riette tambah melebar, kini giliran si pria yang menarik gadisnya ke dalam pelukan hangat mereka.
Keduanya tertawa."Bagaimana jika sosialita menyebarkan rumor tentang kita?"
Pertanyaan Riette dibalas ekspresi bertanya oleh Claudine. Salah satu alis Claudine naik.
"Memang kenapa? Kita bisa kabur, ke tempat yang tenang dan hidup bahagia." Jawab Claudine.
Riette mengangguk-angguk paham.
"Baiklah, nona-ku."Mata biru yang menatap tajam, terlihat sekilas dari balik pohon yang cukup jauh dari mereka.
Mata itu merepresentasikan kekecewaan, kesedihan, dan kebencian.Matthias von Hehardt kali ini kalah.
-·-
Novel baru yang panas dibicarakan di sosialita, judulnya We Can't Be Friends.
Ruelle baru saja membelinya kemarin, jadi hari ini dia akan menghabiskan malam untuk membaca novel tersebut.Singkatnya, bercerita dengan seorang gadis yang terjebak cinta segitiga.
Gadis itu harus memilih antara tunangannya atau sahabatnya.
Sulit, namun Ruelle penasaran dengan akhir dari novel itu.
Ternyata benar kata lady Odette, novel ini benar-benar menarik."Nona,"
Suara Lippe membuat Ruelle menoleh.
"Tuan Earl meminta anda untuk pergi menemui Baron Herbert di kasino." Katanya.Ruelle hampir tersedak. Dia lupa, perang sudah selesai. Padahal dirinya berharap besar pria itu mati.
Seharusnya..."Bilang padanya aku akan bersiap."
-·-
Suasana kasino terlihat begitu ramai, banyak orang yang bersenang-senang. Wangi menyengat khas tempat mewah, dengan banyaknya gelas bir yang ada di setiap meja.
Pria itu berjalan dengan linglung, mata biru yang biasanya tajam kini terlihat sayu dan seakan tak sadar tengah di mana dirinya.
Dia berjalan tanpa arah menuju lantai dua kasino, memasuki kamar vip yang ia pesan.Tubuhnya dia lempar dengan sengaja ke kasur, menyentuh lembutnya kain sprei.
Pandangannya dibawa ke atas; menatap langit-langit kamar dengan tangan yang mencengkram rambut hitamnya.Matthias, kini berada di kasino Sodent di Ratz.
Kabur dari Arvis selama semalam cukup membuatnya lebih tenang, walaupun tidak bisa menghilangkan rasa yang masih membekas di dadanya.Dia tak ingat lagi berapa banyak gelas yang ia minum sejak pukul sembilan, sampai akhirnya beakhir di sini bagai orang yang tak memiliki tujuan 'tuk hidup.
Matanya tak memancarkan cahaya, pikirannya pun berkecamuk.Mereka ulang memori yang ia simpan--- melihat bagaimana kedekatan antara sepupu dan tunangannya.
"Mawar biru-ku..."
Suara Matthias terdengar serak, berat dan basah. Matthias terus mengulang ucapan sampai beberapa kali, sampai akhirnya dia kembali berdiri dan membuka pakaiannya. Hanya menyisakan celana hitam dan gesper yang melingkari pinggangnya.
Pria itu berjalan mendekat ke jendela yang terbuka lebar, lalu menyalakan cerutunya.
Mata biru Matthias menggelap."Kamu itu milikku, Claudine." Desisnya tajam.
-·-
AKU COMEBACK HWHWHWHWHWH
Kurleb 7 hari ga si??Btw....... Aku mau jelasin sesuatu yaaa
Teruntuk yang ngasih saran tentang pemasukan karakter (name) ke book ini, maaf sekali ya... Tapi gaakan aku lakuin.
Karena alur buku aku ini emang udah terlalu telat buat pemasukan karakter seperti (name).
Plot nya sudah mendekati ending, apalagi perangnya udah selesai.So.... If you don't like it, then leave.
Aku ga maksa kalian baca kokk 👍🏻👍🏻(Btw ini chapter terpendek 😃)
See ya~👋🏻

KAMU SEDANG MEMBACA
Tight-Rope
Fantasy"Menyerahlah, Claudine. sejauh apapun kau mau kabur dari ku, aku akan tetap bisa menemukanmu." ini tentang Claudine von Brandt, antagonis dalam novel yang kembali mengulang waktu. ⚠️ - alur lambat - fanfiksi dari webtoon - original story by Solche...