———
"Di dalam ingatanku, kamu selalu terpatri di dalamnya."
Aku membuka mataku dan langsung menatap ke arah sekitar. Saat ini aku tengah duduk di antara rak-rak perpustakaan. Tempatku biasa di mana aku dan Delio bertemu.
Aku beranjak berdiri. Lalu, kakiku melangkah sambil melihat-lihat ke sekitar. Mataku terarah pada jendela yang tertutup tirai. Namun, tatapanku justru berpindah ke arah langit yang menampilkan mega merah di antara kumpulan awan.
Aku memakai sepatuku dengan susah, sementara petugas perpustakaan tengah mengunci pintu. Kemudian, kami jalan bersama untuk keluar sekolah menengah pertama. Kakiku terus berpijak di pinggir jalan raya yang cukup ramai. Pikiranku berkerabut. Dan semua pikiranku tertuju pada Delio.
"Sekarang adalah giliranku untuk menunggumu."
Menunggu? Kenapa aku harus menunggu dirinya? Lalu tiba-tiba dia memakai jam pocket tersebut hingga bercahaya dan membuatku kembali ke masa depan. Kakiku berhenti berpijak saat menyadari sesuatu. Mungkinkah Delio masih hidup dan tidak memilih bunuh diri sewaktu itu? Apakah masa depan sekarang sudah berubah?
Aku menoleh ke sekitar. Pemandangan yang kudapat hanya orang-orang yang lalu lalang. Lalu, jalan raya yang dipenuhi dengan kendaraan.
Jika Delio masih hidup saat ini.
Di manakah dia?
Meski aku berusaha mencarinya pun. Aku tidak menemukan dirinya. Aku mendatangi tempat tinggalnya berada. Namun, tempat itu sudah berubah menjadi tempat lain setelah sekian lama. Tahun 2005, memang sudah selama itu. Aku masih sering mendatangi sekolah menengah pertamaku bahkan bertegur sapa dengan petugas perpustakaan.
Namun, saat aku menceritakan soal Delio, petugas perpustakaan tidak mengetahui apapun. Dirinya bahkan bilang jika mungkin aku berimajinasi tentang adanya sebuah roh penunggu perpustakaan. Saat aku mendengarnya, aku benar-benar mengerti besarnya perubahan yang kusebabkan karena mengubah masa lalu.
Namun, aku tidak menyerah untuk tetap mencari tahu tentang Delio. Di dalam perpustakaan sekolah menengah atasku, buku berjudul 'Tiga Cara Bertahan Hidup di Dunia yang Hancur' muncul. Aku bertanya pada petugas perpustakaan yang ada di sana untuk bertanya dari mana buku ini muncul. Karena setahuku dahulu sewaktu aku berada di sini, buku ini tidak pernah ada. Namun sayangnya, petugas perpustakaan tidak mengetahui dari mana asal buku tersebut karena dirinya baru di pekerjaan ini.
Pada akhirnya aku menyerah. Mungkin saja Delio berhasil berjuang dalam hidupnya. Melalui hidup yang sulit mungkin tidak semudah yang orang kira. Apalagi terkadang dia pernah mendapat kekerasan fisik dari Ayahnya yang berada dalam kondisi mabuk alkohol.
"Hal yang kuinginkan saat ini hanyalah bahagia di dunia ini."
Mungkin saja. Mungkin.
Delio melanjutkan hidupnya dengan senyum yang terpapar di bibirnya. Lalu, memiliki sesosok teman yang membantu dirinya. Lulus dari sekolah menengah pertama, melanjutkan di sekolah menengah atas. Menjalani hidup sederhana dengan semangat. Kemudian, lulus dan kuliah di jurusan yang dia inginkan.
Mungkin Delio sudah menemukan jati dirinya dalam hidup dan berusaha menjalaninya meski tanpa arti. Namun dia tahu, betapa berharganya semangat dalam hatinya. Dan melupakan semua keputusasaan yang pernah dia rasakan dahulu.
Jika itu mungkin yang terjadi dalam hidupnya, aku bersyukur. Setidaknya Delio tidak memilih untuk mengakhiri hidupnya sendiri seperti waktu itu. Senyuman terpatri di bibirku meski air mataku mengucur deras. Aku segera mengusapnya, lalu berusaha kembali fokus untuk belajar demi ujian kenaikan kelas esok. Namun, air mataku bahkan membasahi buku soal yang ada di hadapanku. Setelahnya, aku justru melipat kedua tanganku di atasnya dan menangis di antara tanganku sendiri.
Delio mungkin melupakan diriku.
Keesokan harinya sebelum aku pergi ke sekolah, aku menemukan diriku dalam cermin dengan kantung mata hitam di bawahnya. Namun, aku tidak memedulikannnya dan segera berangkat menuju sekolah. Suasana hatiku tidak terlalu baik hari ini. Bahkan saat aku hendak menjawab soal ujian pun rasanya pikiranku justru kosong.
Lalu saat ujian berakhir dan jam pulang berbunyi, aku duduk di atas kursi yang berada di depan kelasku. Tanganku melambai ke arah teman-temanku yang pulang lebih dahulu. Sementara aku ingin beristirahat sejenak dengan melamun. Meski tas sudah kupakai di bahuku.
"Kenapa kamu belum pulang? Sekolah sudah mau ditutup lho."
Aku mendengar suara seorang pria yang cukup menenangkan untuk didengar. Saat aku mendongakkan kepalaku, aku tidak bisa melihat ke arah wajahnya karena sinar matahari yang menutupinya. Namun, dari baju yang dia pakai, dia tampak seperti guru.
"Cepat pulang ya, lalu belajar di rumah saja."
Setelah mengatakan itu, dia berjalan pergi ke arah lorong sekolah. Tatapanku terpaku pada punggungnya yang pergi. Meski aneh, aku merasa deja vu seolah tengah menatap punggung Dokja yang memakai coat saat pertama kali menginjak perpustakaan dunia lain.
Aku yang baru saja menyadari hal yang kulakukan segera memalingkan kepalaku. Aku harus segera move on kembali dari Delio. Aku tidak boleh selalu memikirkan dirinya. Setelahnya aku memilih untuk beranjak dan berjalan pulang untuk belajar demi ujian esok harinya.
—
—
—
—
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Star Lost | Kim Dokja
Fanfiction"Aku pernah mencintai sebuah cerita, bahkan karakter-karakter yang ada di sana. Aku memimpikan mereka dan kebahagiaan yang mereka dapat. Namun, aku tidak pernah memimpikan kebahagiaanku sendiri." --- Delio, tertanda sebagai seorang anak kecil berus...