[5]. Living in the past

50 10 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


————

Saat ini kami berada di supermarket besar yang terdekat dari rumah Delio. Perbedaan tinggi dan tubuhku dengannya membuatku seolah benar-benar menjadi kakaknya. Aku menggiring troli sementara Delio kecil berjalan di sampingku sambil menoleh ke sekitar.

Tiba-tiba Delio menghentikan troli yang kubawa. Tatapan tulus dari matanya yang kecil terarah ke sesuatu. Dan aku bisa tahu bahwa dia sedang menginginkan sesuatu.

"Kak Leya. Bagaimana kita ambil itu untuk lauk?" Dia menunjuk ke arah sebuah sosis di dalam freezer.

Aku mengangguk. Anak-anak sangat menyukai sosis. Begitu pula denganku dulu. Delio dengan girang khas anak-anak segera berlari ke arah freezer. Lalu, dia mengambil satu set sosis dan menaruhnya di troli.

Kami berbelanja bahan-bahan yang lain sampai malam. Kemudian sewaktu pulang, Delio memasak denganku di dapurnya yang alat-alatnya terbatas. Bahkan sesekali, Delio bercanda hingga membuat suasana rumahnya yang suram mulai kembali hidup.

"Wah! Kenyang sekali!" Delio berujar sambil mengusap perutnya sendiri.

Aku baru saja mencuci piring lalu berjalan ke arahnya. "Bagaimana? Enak?"

Delio tertawa hingga giginya terlihat dan matanya menyipit. "Sangat enak!" Setelahnya, dia berbaring di lantai dan menatap ke arah atap. Tampaknya begitu kekenyangan. Aku juga berbaring di sampingnya. Lalu, menatap ke arah atas.

"Aku belum pernah makan seenak dan senyaman ini. Bahkan aku tidak pernah makan ditemani seseorang." Delio mengungkapkan hatinya.

Aku menoleh ke arahnya dengan wajah sendu. Dia menoleh ke arahku. Tatapan sama yang dia tujukan padaku saat dia mengenalkan dirinya di perpustakaan dan mengajakku berteman. Lengkungan senyum terbit di bibirnya. Begitu indah seolah menatap ke arah bulan sabit yang bersinar di kegelapan.

"Terima kasih, Kak."

Setelahnya kami beres-beres lalu mengunci pintu karena hari sudah semakin malam. Lalu, kami berbaring di atas kasur lantai masing-masing. Aku melamun, tidak bisa tertidur. Aku melirik ke arah Delio yang tertidur di kasurnya. Selanjutnya tanpa sadar aku justru membalik badanku menghadap ke arahnya.

Wajah Delio sangat menenangkan. Seperti anak kecil yang akhirnya menemukan kebahagiaan dalam hidupnya. Berbeda saat aku menemuinya di perpustakaan dahulu. Terkadang saat dia yang berada di perpustakaan tertawa pun rasanya seolah palsu. Karena aku tahu, dia mengalami hidup yang sulit.

Namun, dirinya saat ini yang kuubah masa lalunya begitu bahagia. Dia belum memiliki perasaan untuk membunuh dirinya sendiri, walaupun mungkin pernah terbersit untuk melakukannya.

Mengubah masa lalu dapat mengubah semuanya. Aku ingin Delio ataupun reinkarnasi Dokja bahagia di dunia ini. Namun, aku harus mengorbankan kenangan-kenangan yang pernah kita lalui bersama.

Hari-hari saat aku berada di perpustakaan. Saat aku dan dirinya saling mengungkapkan perasaan satu sama lain. Sewaktu kami menemukan portal dan menjelajah isi perpustakaan miliknya di lorong dunia lain.

Mungkin nantinya dia tidak akan menjadi roh penunggu perpustakaan. Namun, akan menjadi pria dewasa yang berjuang memperjuangkan hidupnya. Aku berharap Delio bisa melanjutkan hidupnya seperti itu.

Aku mengalihkan tatapanku dan merogoh leherku. Aku masih memakai baju seragamku lalu mengambil sebuah jam pocket yang ada di leherku. Karena jam ini, aku bisa menemukan portal dan kembali ke masa lalu. Bahkan bertemu dengan jiwa 49 persen dari Kim Dokja yang utuh di kereta.

"Sebaiknya, Delio tidak mengetahui asal usulnya dahulu dan kenangan kami." Lalu tanpa kusadari mataku tertutup.

"Dokja, apa yang akan terjadi jika kau bertemu dengan jiwamu yang utuh?" Aku bertanya secara tiba-tiba saat kami duduk di meja belajar perpustakaan miliknya.

"Apa yang akan terjadi? Tentu saja aku akan menyatu padanya lagi."

"Lalu, apa yang akan terjadi setelahnya? Kau menghilang?" Aku bertanya dengan penasaran.

"Aku tidak menghilang. Aku menyatu dengannya."

———

Pukul 03.41. Delio terbangun dari tidurnya karena merasa kehausan. Pria kecil itu beranjak dari kasurnya. Lalu segera berjalan menuju dapur untuk mencari air minum di kulkas. Saat kembali, tatapannya tertuju pada seseorang yang tidur di kasur sebelahnya. Seorang gadis misterius yang datang tiba-tiba dan menyelamatkan dirinya saat dirundung.

Namun, tatapan Delio tertuju pada sebuah jam pocket yang ada di kalung gadis tersebut. Dengan perlahan tangannya menyentuh kalung tersebut dengan hati-hati, berusaha agar tidak membangunkannya. Setelah terpegang, sebuah cahaya muncul dari jam tersebut hingga membuatnya terperanjat.

Cahaya itu bergerak ke atas. Lalu, ke samping. Delio berdiri dari tempatnya dan mengikuti cahaya tersebut. Dia masuk ke dapur, cahaya itu berhenti di depannya. Selanjutnya, sebuah portal terbuka bersamaan dengan cahaya tersebut masuk ke dalamnya.

Delio berjalan maju. Tidak ada rasa ketakutan pada dirinya. Kemudian, dia masuk ke dalam portal bersamaan dengan portal tersebut yang menghilang. Delio terus melangkah di dalam perpustakaan misterius yang dia temukan. Dia terus melangkah demi mencari setitik cahaya yang dia temukan tadi.

Titik cahaya itu terhenti di depannya. Kemudian, cahaya tersebut menyebar hingga menyilaukan mata dan membuat tempat seketika berganti. Delio kecil yang baru saja menutupi wajahnya dengan tangan perlahan menurunkan kedua tangannya. Tempat berganti lorong kereta api yang kosong. Di jendela hanya menampilkan langit biru disertai awan-awan.

Delio mulai menyadari keanehan dari badannya sendiri yang bertambah tinggi meski perutnya tetap kurus kering. Lalu, baju yang dia pakai pun berubah menjadi baju sekolah menengah pertama. Warna coklat dengan dasi di bagian tengah.

Lagi-lagi dia melangkah menuju lorong kereta lain. Saat dia membuka pintu. Matanya membulat sempurna. Rekaman-rekaman tertampil di jendela kereta yang besar. Delio menatap salah satunya. Dia melihat dirinya sendiri yang berusia sekitar delapan belas tahun tengah menatap ponsel yang menampilkan sebuah novel.

"Orang yang menginginkan dunia yang sama denganmu."

Tsuchuchut!

Delio menoleh ke samping saat dia mendengar suara aneh dari samping. Sebuah kabut kuning muncul di sudut lorong kereta. Bergerak perlahan menuju ke arahnya. Namun, tatapannya justru tertuju pada salah satu rekaman yang ada di jendela di sebelahnya.

"Aku selalu ada untukmu, Delio."

Setelahnya, seluruhnya berubah gelap.

To be continued

[✓] Star Lost | Kim DokjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang