[1]. I miss you

57 11 0
                                    

----

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

----

25 Mei 2023.

Dengan memakai seragam menengah atasku, aku berjalan di lorong sekolah menengah pertamaku. Beberapa guru bahkan staff sekolah seperti security mulai mengenalku dengan akrab. Ini karena aku sering sekali berkunjung di sekolah menengah pertamaku meski sudah lulus.

Alasanku?

Tentu saja karena Delio ataupun Dokja.

Aku akan selalu berada di perpustakan dari sore sampai malam hari hingga petugas perpustakaan—aku baru tahu namanya Mr. Seo—mulai mematikan lampu. Dia akan mendatangi di tempatku yang biasanya, pojok rak-rak tempatku bersama Delio dahulu dan menyuruhku pulang.

Sekarang aku berusia genap delapan belas tahun. Namun meski umurku bertambah berapapun, aku akan selalu tetap mengambil salah satu novel yang akan kubaca ulang ribuan kalinya. Novel dengan judul 'Tiga Cara Bertahan Hidup di Dunia yang Hancur'. Dunia pertama Dokja hidup pertama kalinya di alam semesta ini, sampai akhirnya dia memilih mengorbankan dirinya dengan membuat jiwanya tersebar di alam semesta.

Dan salah satu jiwa tersebut adalah Delio, salah satu serpihan jiwanya yang tersebar di alam semesta dan berenkarnasi. Namun, karena hidupnya yang menyedihkan dengan keluarga yang sama sekali tidak harmonis dan teman-teman sekolahnya yang justru merundungnya. Di umur tiga belas tahun, Delio memilih bunuh diri. Lalu, menjadi roh penunggu perpustakaan.

Aku mulai duduk di atas karpet yang biasa kududuki. Aku mulai bersila dan menaruh buku tersebut di atas kedua kakiku. Tanganku mulai membalik lembaran halaman novel.

Sejujurnya aku masih bingung memikirkan sesuatu. Aku bingung mengapa tiba-tiba perpustakaan miliknya yang ada di dunia lain menyerap dirinya. Apakah mungkin dia terkurung di dalam perpustakaan tersebut? Dan selama ini tidak bisa keluar? Apa itu alasannya dia menyuruhku untuk keluar?

"Aku tidak bisa membuatmu terjebak di sini."

Tes.

Tanpa sadar air mataku secara otomatis keluar dengan sendirinya. Aku mengusap mataku, tapi air mataku justru bergantian jatuh. Aku ingin menghentikannya, ini juga sudah ke sekian kalinya aku menangisi Delio. Aku sudah muak dengan sesak di dadaku ini.

Aku berpikir sesaat dengan menatap ke depan kosong. Kemudian, aku menyadari jika aku sudah mengubah masa lalu dirinya? Maksudku, aku ada di sana saat dia kesulitan dengan memberikan perban yang bahkan tidak pernah dia lepas selama lima belas tahun. Lalu, alasan dirinya menjadi roh penunggu pun karena menunggu diriku.

Bukankah artinya mungkin aku bisa mengubah masa lalu dirinya?

Jika mungkin aku bisa masuk ke dalam portal itu kembali. Aku pasti bisa menemukan jawabannya.

"Nak, ini sudah waktunya pulang."

Aku menoleh dan menemukan petugas perpustakan menatap ke arahku dengan tatapan malas andalannya. Aku tersenyum ramah lalu mengembalikan buku yang kubawa kembali ke tempatnya. Lalu, mulai berjalan mengekori petugas perpustakaan untuk keluar karena sudah petang. Namun, langkahku terhenti sesaat dan menoleh ke arah jendela tertutup yang diselimuti tirai.

"Saat itu, aku meninggal di sana."

Hari itu saat Delio menceritakan tempat dimana dia menghembuskan nafas terakhirnya. Lalu, dia menunjuk halaman belakang tempatnya terbaring kaku dengan darah yang mengitarinya. Aku ingat saat aku pergi ke masa lalu dan melihatnya sendiri.

Itu mengerikan lebih dari apapun.

Tanganku mengepal kuat. Seharusnya aku menyelamatkan dirinya. Seharusnya aku bergerak lebih cepat hingga bisa menggapai tangannya. Lalu, mencegahnya melalukan bunuh diri. Membuat tubuh kecilnya berada di dekapanku dan menangis di bahuku.

"Nak."

Aku menoleh dan menatap petugas perpustakaan di sampingku. Sepertinya barusan aku melamun. Petugas perpustakaan menyuruhku untuk segera kembali berjalan menuju pintu keluar perpustakaan bersamanya. Lalu, aku melihat petugas perpustakaan mengunci pintu, kemudian kami keluar dari sekolah yang sudah cukup gelap.

Saat ini aku berada di kamarku sendiri. Aku duduk di kursi dan hadapanku adalah meja belajar dengan buku-buku yang terbuka. Karena sebentar lagi aku kelas dua belas, aku harus belajar lebih giat agar bisa masuk ke universitas yang kuinginkan.

Hidupku berjalan terlalu baik, tidak buruk. Seolah hidupku terasa sama seperti anak-anak lain pada umumnya.

Lulus dari sekolah menengah pertama. Lalu, berjuang untuk bisa masuk ke sekolah menengah atas. Kemudian bersekolah seperti anak-anak lainnya dan menjalani kelas sepuluh juga kelas sebelas. Selanjutnya seolah waktu berlalu dengan cepat, kini aku akan beranjak ke tahun akhir sekolah menengah atas.

Aku sudah tidak pernah mendapatkan masalah seperti saat sekolah menengah pertamaku dahulu. Justru aku mendapatkan teman-teman yang kuinginkan. Kami pergi bersama kemanapun dan selalu merencanakan untuk terus pergi bersama-sama.

Sewaktu aku memasuki sekolah menengah atas, semua terasa indah. Namun, setiap aku merasa kosong aku akan mengingat Dokja. Lalu, menangisinya yang entah sudah ke berapa kalinya. Seharusnya aku segera move on, namun entah mengapa aku tidak bisa melakukannya.

Bahkan, jika terkadang mungkin ada pemuda yang mendekatiku, aku akan menolak mereka. Aku sama sekali tidak bisa melupakan Delio. Dia sangat berpengaruh dalam hidupku. Walaupun terkadang melihat teman-temanku menjalani hubungan dengan kekasihnya membuatku sedikit iri, aku hanya ingin melakukannya dengan Delio, bukan orang lain.

Aku sungguh menyedihkan.

Karena aku masih sangat sering pergi ke perpustakaan sekolah menengah pertamaku sewaktu senggang. Terkadang teman-temanku bingung padaku. Mereka bilang jika perpustakaan sekolah sekarang bahkan lebih bagus daripada sekolah menengah pertamaku. Bahkan jika membicarakan buku bacaan, perpustakaan sekolahku saat ini lebih lengkap.

Aku hanya mengatakan jika aku lebih nyaman di perpustakaanku dahulu, terlebih aku sudah akrab dengan petugas perpustakaannya sekarang. Aku mendedikasikan diriku untuk tidak memberitahu siapapun tentang kejadianku dengan Delio. Karena aku tahu, mungkin bagi beberapa orang itu terdengar tidak masuk akal. Namun, bagiku yang mengalaminya sendiri, itu masuk akal bagiku.

Aku tidak bisa belajar. Tanganku memegang dahiku merasa frustrasi karena terus memikirkan Delio. Bahkan sejujurnya aku masih bingung dengan kaitan dirinya dengan novel 'Tiga Cara Bertahan Hidup di Dunia yang Hancur'. Ingatanku mulai kembali saat aku baru saja masuk ke perpustakaan di dunia lain.

-

-

-

-

-

To be continued

[✓] Star Lost | Kim DokjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang