[10] Our feeling

67 12 0
                                    

————

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

————

Kami berdua menjalani hubungan, hanya saja bersifat sangat rahasia. Terkecuali aku dan Delio sendiri, tidak ada orang yang mengetahui jika seorang guru berkencan dengan anak muridnya sendiri. Setiap saat dan setiap waktu, jika ada kesempatan untuk bisa menggodaku, Delio akan melakukannya.

Seperti saat kita tidak sengaja bertatapan, dia akan mengedipkan salah satu matanya hingga membuatku bersemu merah. Selanjutnya saat pembelajaran, Delio akan berkeliling mengecek pekerjaan murid satu-satu apabila mereka merasa kesulitan.

Lalu, saat berada di sampingku dia akan menggunakan kesempatan untuk menyentuhku ataupun menepuk-nepuk pucuk kepalaku. Kemudian, memberikan sepucuk kertas yang memberiku ucapan semangat atau apapun dengan gambar di bawahnya.

Semangat Leyaa sayangg, jangan lupa belajar lebih keras lho yaa^^

—Delio

Aku ingin tertawa keras karena isi suratnya benar-benar mencerminkan dirinya. Namun, aku harus menahan diri jika tidak ingin ketahuan. Lagi-lagi aku bersitatap dengan Delio kembali yang berada di depan kelas. Bibirnya seolah terbuka membicarakan sesuatu.

Leya. Dia bergumam seperti itu sampai akhirnya keluar dari kelas. Aku menatap punggungnya hingga benar-benar menghilang sampai tiba-tiba ponselku berbunyi menandakan ada notifikasi.

Delio
Hari ini tidak sibuk kan? Mau belajar bersama di cafe belajar?

Setelahnya aku berakhir di sini. Sebuah cafe yang ada di pusat kota. Dengan duduk yang menghadap ke arah kaca besar, kami berdua belajar bersama terkait materi untuk masuk ke universitas nantinya. Aku tengah mengerjakan soal yang disuruh oleh Delio. Sementara, pria tersebut hanya melamun sembari menatap kaca dan diriku bergantian.

Suara rintik-rintik mulai terdengar. Lalu, hujan langsung turun dengan deras dan membasahi lingkungan yang ada di luar. Aku mendongakkan kepalaku sembari menatap ke arah depan. Orang-orang berlarian ke sana kemari untuk mencari tempat berlindung. Lalu, beberapa sudah memakai payung di atas mereka. Air hujan dan angin yang sedikit kencang membuat suasana begitu berisik, tetapi di satu sisi itu juga cukup menenangkan.

"Hujan selalu datang tiba-tiba." Delio berujar, tatapannya terpaku pada hujan.

Aku menatapnya. Cukup lama kuperhatikan dirinya hingga dia menyadarinya. "Kaya waktu kamu ngajak aku kenalan dulu di perpustakaan."

Delio menoleh. Lalu, dia tersenyum hingga matanya tertutup sambil menunjuk dirinya sendiri. "Kau lebih suka saat aku masih berumur 13 tahun atau saat aku dewasa seperti ini."

"Aku lebih suka melihatmu hidup, Delio."

Senyum Delio seketika luntur dan berganti wajah sendu. Aku menatapnya tulus sembari tersenyum kecil.

"Aku sangat bersyukur kau memilih hidup daripada mengakhiri hidupmu saat itu." Aku melanjutkan kata-kataku.

"Kau tahu aku pernah terpikirkan untuk melakukannya. Keadaanku waktu itu memburuk dengan Ayah yang justru membawa wanita ke dalam rumah. Aku berada di atas rooftop sekolah sambil berharap jika mungkin kau akan datang padaku seperti waktu itu."

[✓] Star Lost | Kim DokjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang