----
"Kamu engga apa-apa?" Dia bertanya sembari berjongkok di sampingku.
Aku segera mengusap air mataku, lalu beranjak. Aku tidak ingin bicara dengan siapapun sekarang. "Aku tidak apa-apa."
Tetapi, anak laki-laki yang tingginya hanya setelingaku justru menahan lenganku. Aku menatapnya bingung.
"Kamu membolos?" Tanyanya, nada bicaranya sedikit agak polos.
Aku memutar bola mataku. "Ya seperti yang kau pikir."
Dia tersenyum senang. "Ayo membolos bareng!"
Aku menatapnya dengan tidak percaya, lalu menyingkirkan tangannya kasar. "Kau siapa? Sok akrab sekali."
Dia justru mengulurkan tangannya, mengajak bersalaman. "Aku Delio, senang bertemu denganmu."
Aku tidak berpikir untuk membalas uluran tangannya. "Aku Leya, sekian."
"Berapa umurmu, Leya?" Tanya Delio. Entah kenapa nadanya seperti anak kecil berusia dua belas tahun.
"Aku lima belas."
"Ah pantas saja, aku tiga belas hehe." Delio tertawa kecil.
Aku menatapnya bingung. "Jadi, kau adik kelasku?"
Delio mengangguk antusias. "Ayo berteman!"
Hatiku sedikit menghangat saat mendengar kata-kata yang barusan dia ucapkan. Sudah lama sekali sejak terakhir kali ada yang mengajakku berteman. Tanpa sadar aku menerima uluran tangannya yang sedikit lebih kecil dariku, lalu aku menganggukkan kepalaku.
Aku menarik senyum. "Mari berteman, Delio."
Setelahnya, aku dan Delio duduk bersebelahan diantara rak-rak. Dia tengah menjelaskan cerita dari sebuah novel di tangannya. Aku hanya mengangguk-angguk mengerti saat mendengarkan ocehannya. Delio begitu banyak mengoceh, tetapi mengoceh soal novel.
"Jadi itu review novel 'Keajaiban Toko Kelontong Namiya'?" Ujarnya setelah ceritanya usai.
Delio mengangguk antusias. "Iya! Masih ada novel lain yang ingin kubahas, Kak!"
Aku tertawa di tempatku. Tampaknya tidak buruk jika membolos di perpustakaan dengannya, walaupun harus mendengarkan seluruh ocehan dari Delio.
"Ya sudah, lanjutkan ceritanya."
Setelahnya, Delio mulai bercerita isi sebuah novel lagi. Kali ini bergenre fantasi, judulnya 'Tiga Cara Bertahan Hidup di Dunia yang hacur'. Aku terus mendengarkannya sembari menatap wajahnya yang terkesan imut. Walaupun di dagunya terdapat perban yang cukup besar.
Tanpa sadar aku merasa nyaman dengan keberadaan Delio di sampingku.
Setelahnya, aku dan Delio sama-sama sering membolos pelajaran di perpustakaan. Aku tidak ingin bertemu dengan teman sekelasku karena aku membencinya. Sementara Delio bilang jika dia malas berada di kelas. Akhirnya aku menemukan kesamaanku dengan Delio, kita berdua sama-sama anti-sosial yang sulit bersosialisasi. Karena itu kita menyembunyikan diri bersama di sini.
"Aku benci teman sekelasku." Aku bercerita sembari menundukkan kepala.
Delio yang ada di hadapanku menatapku lekat. Lalu, bergerak mendekat ke arahku. Dia menggenggam tanganku yang ada di atas kakiku yang bersila. Ini sudah hampir empat hari sejak aku terus memutuskan untuk membolos di perpustakaan dengannya.
"Aku dibenci teman sekelasku karena melapor jika mereka menyontek dan saling bertukar jawaban."
Delio menatapku iba. "Bukankah hal yang kau lakukan itu benar. Toh ulangan memang seharusnya tidak mencontek seperti itu."
Tanpa sadar air mataku menetes. Buru-buru aku segera mengusapnya. "Aku tidak tahu. Aku sadar jika nilaiku sendiri juga jelek tetapi itu tetap tidak benar..."
Aku menutup wajahku dengan kedua tanganku, terisak di sana. Sementara Delio mulai menaruh kepalaku di pundaknya yang tidak terlalu lebar. Tangannya yang kecil mulai mengelus-elus kepalaku pelan.
"Seharusnya mereka tahu jika hal yang mereka lakukan salah, kenapa mereka justru menyalahkanku."
Delio tersenyum hangat. Lalu merengkuhku dengan badannya yang kecil. "Kau tidak bersalah kok, Kak Leya. Hal yang kamu lakukan benar."
-
-
-
-
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Star Lost | Kim Dokja
Fanfic"Aku pernah mencintai sebuah cerita, bahkan karakter-karakter yang ada di sana. Aku memimpikan mereka dan kebahagiaan yang mereka dapat. Namun, aku tidak pernah memimpikan kebahagiaanku sendiri." --- Delio, tertanda sebagai seorang anak kecil berus...