『✙ Twisted Lies ✙』
Ana sedang memotong bahan-bahan di dapur ketika Saga masuk. Tadinya Saga menawarkan untuk memesan makanan saja dari luar, tapi Ana bersikeras untuk memasak katanya nanti bahan-bahan yang ada di kulkas malah layu dan busuk. Jadi, daripada dibuang ketika layu lebih baik segera diolah menjadi makanan. Teman-teman Saga juga Clara menolak untuk makan juga karena mereka sudah kenyang usai menghabiskan satu kotak pizza bahkan rupa-rupanya mereka juga telah menghabiskan dua toples kue kering yang waktu itu sempat Ana beli ketika ia pulang kerja dari klinik. Delon juga Galuh sepertinya benar-benar membuat apartemen itu selayaknya rumah sendiri sampai-sampai ketika membuat apartemen berantakan pun mereka tanpa merasa bersalah walaupun nantinya akan diomeli oleh Ana dan berujung membereskannya dibantu oleh Clara tentunya.
Ngomong-ngomong tentang Clara, Ana sering menatap Delon dengan tatapan tajam tatkala pemuda yang merupakan sohib Saga itu selalu mendekati Clara. Delon juga suka sekali mengantar-jemput Clara ke kampus jika ia punya waktu, lalu kadang juga mampir ke apartemen tanpa Saga juga Galuh hanya untuk menemui Clara dan berakhir mereka menonton atau menikmati camilan di apartemen itu.
“Masak apa, hm?” tanya Saga sambil mendekati Clara yang sedang memotong wortel.
“Sop ayam. Lo suka enggak?” tanya Ana tanpa mengalihkan perhatiannya dari kegiatannya.
“Suka. Trus selain sop ayam mau masak apa lagi?” tanya Saga. Ia menggulung lengan bajunya dan mulai mengambil mangkuk juga pisau yang ada di dekat Ana.
“Kurang tau sih. Biasanya gue masak yang simpel aja. Lo mau bikin apa?” tanya Ana ketika melihat Saga berjalan menuju kulkas untuk mengambil dua butir telur dari sana dan mulai memecahkannya ke dalam mangkuk.
“Telur dadar. Kata Galuh sop ayam dimakan pake nasi panas sama telur dadar tuh enak. Mau nyoba enggak?” tanya Saga sambil memasukkan bumbu ke dalam kocokan telur di dalam mangkuk sebelum akhirnya mulai mengaduknya agar menyatu dengan bumbu.
“Boleh juga sih. Nasinya juga baru mateng. Mau pake sambel enggak?” tawar Ana. Saga menatap gadis itu dengan tatapan bingung sebelum akhirnya mengangguk mengiyakan.
“Terserah.”
Ana mengangguk dan menutup panci berisi sop ayam yang masih menunggu mendidih. Ia kemudian mulai meletakkan wajan di atas tungku kompor yang lain dan menggoreng bawang merah, bawang putih, tomat serta cabai-cabai merah kecil.
“Bisa makan terasi enggak lo?” tanya Ana. Saga menautkan alisnya heran. “Terasi tuh apaan?” tanya pemuda itu.
Ana menggeleng kecil dan memilih tak menjawab. Ia memasukkan sedikit terasi ke dalam wajan itu dan mulai menggorengnya dengan api kecil sebentar. Usai semuanya mulai melayu, ia kemudian memindahkan bahan-bahan sambal itu ke dalam cobek batu yang baru pertama kali dilihat oleh Saga.
“Itu apa?” tanya Saga. Maklum, sepertinya orang kaya seperti Saga belum pernah melihat cobek atau mungkin saja ia tak tahu benda itu ada di rumahnya atau tidak.
“Cobek, buat ngulek sambal. Enak diulek daripada pake blender. Nih, wajannya udah kosong. Lo masak aja telur dadarnya. Nanti sambil liatin ya sop ayamnya mendidih apa enggak.” Ana berkata sambil membawa cobek ke atas meja makan dan mulai mengulek sambalnya di sana.
Saga menuruti apa yang diucapkan oleh Ana dengan telaten. Sampai butuh beberapa saat bagi makanan untuk siap dan mulai disajikan di atas meja makan. Ana mengambilkan nasi ke dalam piring mereka dan kemudian memasukkan sop ayam ke dalam piringnya lalu diikuti oleh satu potong telur dadar dan sedikit sambal ke piringnya. Saga yang melihat itu langsung mengikutinya.
“Enggak pake sendok?” tanya Saga saat melihat Ana langsung makan dengan tangan kanannya. Ana membalas, “makan pake sendok sih bagus, cuma makan pake tangan tuh ada sensasi yang bikin makanan jadi lebih enak. Cobain deh, tapi kalo lo geli ya pake sendok aja gapapa.”
Saga meraih sendok dan mulai menyuap makanannya ke dalam mulut. Netranya membola dan ia langsung menatap Ana dengan tatapan penuh kekaguman.
“Enak?” tanya Ana yang sudah paham maksud tatapan Saga. Pemuda itu mengangguk mengiyakan.
Ana yang melihat itu terkekeh kecil. Ia merasa lucu dengan tingkah Saga. Mungkin karena terlahir sebagai orang kaya, makanan sederhana seperti ini merupakan hal baru bagi Saga dan harus Ana akui, pemuda itu tidak pilih-pilih makanan dan itu menguntungkan bagi siapapun wanita yang akan dinikahi oleh Saga. Terlepas dari harta yang dimiliki Saga, bahkan jika wanita itu hanyalah dari kalangan sederhana pastinya Saga akan menerimanya dengan baik, bukan? Iya, kan?
“Wah, apa nih? Enak banget makan sop ayam sama sambel pake telur dadar!”
Keduanya menoleh dan menemukan ada Galuh yang datang ke sana. Niat Galuh sebenarnya adalah untuk mengambil minum, tapi begitu ia mendapati Ana dan Saga makan apalagi bau sambal terasi yang begitu menggiurkan baginya.
“Mau makan juga? Ambil piring sendiri gih. Nasinya masih banyak kok,” ucap Ana. Galuh menatap keduanya dan tersenyum geli.
“Kalian kayak pasutri baru tau enggak? Pasutri muda yang masih dilanda manis-manisnya pernikahan. Makanan sederhana, tapi makan berdua dengan kemesraan yang hakiki. Hahahaha. Udah paling bener nikah aja deh lo berdua,” ucap Galuh sambil mengambil tiga kaleng soda cola dari kulkas.
“Pasutri kepalamu!” sembur Ana dengan tatapan galak.
Galuh tak menjawab. Ia hanya tertawa dan kemudian berjalan meninggalkan mereka berdua. Usai kepergian Galuh, Saga langsung menatap Ana yang dibalas tatapan bingung oleh gadis itu.
“Kenapa natap gue begitu?” tanya Ana.
“Ngomongin pasutri, gimana jawaban lo tentang nikah kontrak sama gue?” tanya Saga pada akhirnya. Ana tak menjawab. Ia mengalihkan pandangannya ke lantai dan mengembuskan napas berat. Saga yang melihat itu pun paham.
“Yaudah, jangan dipaksa jawab sekarang. Pikirin lagi aja,” ucap Saga sambil melanjutkan makannya.
Saat Saga akan menyuap makanan, Ana bersuara, “nikah tuh perkara sakral. Nikah enggak bisa main-main, Ga. Kita bisa bohongin semua orang dengan hubungan pacaran kita, tapi enggak dengan pernikahan. Kalo pacaran pura-pura masih bisa putus, tapi kalo nikah pura-pura jalan satu-satunya kalau kacau ya pasti cerai. Umur kita masih terlalu muda buat menyandang status suami-istri atau bahkan duda-janda pada akhirnya. Keluarga lo nuntut kita pacaran, oke. Trus kalo keluarga lo nuntut kita nikah, apa harus kita lakuin juga? Gimana kalo baru nikah, trus keluarga lo nuntut kita punya anak? Gue enggak mau jadiin anak gue anak yang harus lahir karna hubungan pura-pura, Ga. Dia enggak bisa milih lahir dari orang tua yang mana sedangkan orang tuanya malah jadiin pernikahan sebagai candaan. Ini enggak bener, Ga.”
Saga terdiam. Ucapan Ana benar-benar membuatnya mati kutu bahkan tertampar. Ana benar dan Saga sangat mengagumi bagaimana gadis itu bisa berpikir begitu dewasa. Jika saja Saga benar-benar jatuh cinta pada Ana, maka Saga akan menjadi orang paling bahagia di dunia.
Benar, kan?
『✙ Twisted Lies ✙』
『✙ Part 24
『✙ ditulis oleh girlRin
KAMU SEDANG MEMBACA
[03] Twisted Lies ✔
Teen FictionStory 03. [ Twisted Lies ] By : @girlRin @LindraVey ▪︎▪︎▪︎▪︎ Keterbatasan ekonomi membuat Ana tak melanjutkan sekolahnya setelah lulus dan memilih bekerja untuk mencukupi kehidupannya dan membiayai sekolah adiknya, Clara. Bekerja sebagai pacar sewaa...