PART 35

76 7 0
                                    

『✙ Twisted Lies ✙』

Sudah seminggu, hubungan Saga dan Ana berjalan. Hubungan pacaran yang benar-benar pacaran, bukannya pura-pura. Masalah hubungan palsu waktu itu juga dirahasiakan oleh Bagaskara juga Masayu dari keluarga besar mereka. Apalagi mereka melihat bahwa Saga dan Ana terlihat sama-sama saling mencintai. Pada akhirnya, demi kebahagiaan anak semata wayang mereka, keduanya memilih melupakan masalah yang sempat mengecewakan mereka sebagai orang tua.

Masayu juga sempat membujuk Ana untuk kembali pindah ke apartemen Saga yang sebelumnya, tapi Ana menolak. Ia merasa bahwa ia tak pantas pindah ke sana walaupun perasaannya kepada Saga sekarang tulus, tanpa iming-iming uang. Masayu juga tak bisa memaksa, jadi sebagai gantinya ia membeli kawasan di mana Ana dan Clara tinggal sehingga keduanya tak perlu membayar sewa setiap bulan. Ana tentu merasa tak nyaman dengan hal itu, tapi Saga meyakinkan dirinya bahwa itu tak menjadi masalah. Justru sebaiknya Ana menerima saja daripada Masayu makin berbuat aneh-aneh.

Ana juga Clara telah mendapatkan kabar dari kepolisian bahwa ayah mereka ditemukan tewas dalam kecelakaan. Jasad ayah mereka tidak bisa diselamatkan karena motor yang dikendarai oleh Hendra terjepit di bawah truk dan membuat anggota tubuh Hendra putus. Sebagai anak, tentu saja mereka sedih, tapi mereka juga merasa lega. Setidaknya sekarang mereka takkan diganggu oleh Hendra. Ketika keduanya ingin memakamkan jasad Hendra, Bagaskara langsung berkata akan mengurusnya agar kedua gadis itu tak perlu repot. Apalagi Ana masih harus bekerja dan Clara harus kuliah yang kebetulan saat itu sudah masuk masa ujian. Mengingat hubungan baik di antara mereka, Ana mengiyakan ucapan Bagaskara. Alhasil, Bagaskara yang mengurus pemakaman Hendra.

Tanpa diketahui siapapun, Bagaskara mengatur semuanya dan membuang potongan tubuh Hendra ke hutan untuk dimakan binatang buas dan hanya meletakkan kepala Hendra di dalam makan yang ia siapkan. Benar-benar mengerikan.

『✙ Twisted Lies ✙』


Saga menatap kamarnya dengan perasaan malas. Dua hari sebelumnya adalah hari kelulusannya dan ia telah lulus dengan nilai yang cukup sempurna. Saga berniat melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi dengan mengambil jurusan bisnis sembari membantu ayahnya di perusahaan Bagaskara. Masayu juga Bagaskara pun setuju saja. Namun, nenek Saga malah menanyakan kapan Saga akan menikahi Ana terus-menerus bahkan sampai wanita tua itu sering sakit.

Saga mengusap lembut tangan sang Nenek yang kini terbaring di kamar megah yang memang selalu disiapkan sebagai kamar sang Nenek ketika wanita itu menginap di rumah megah keluarga Bagaskara. Saga tadinya sedang dalam perjalanan seusai kelasnya berakhir dan mendapati kabar kalau Neneknya pingsan. Ia tentu saja langsung bergegas pulang dan izin untuk mata kuliah selanjutnya.

“Oma, kenapa bisa sampe pingsan, hm? Kalau sakit harusnya bilang sama kami atau pelayan. Oma jangan jalan-jalan, nanti capek.” Saga memberitahu sang Nenek.

Wanita tua itu tersenyum dan membalas menggenggam tangan sang cucu. “Cucu Oma udah gede. Perhatian banget sama Oma.”

Saga tersenyum kecil. “Pasti dong. Saga 'kan sayang banget sama Oma. Makanya Oma harus cepet sembuh biar bisa seneng-seneng sama Saga lagi. Oma mau jalan-jalan? Oma harus sembuh dulu, baru nanti Saga ajak jalan-jalan,” ucapnya.

Wanita itu mengangguk kecil. “Oma kangen Ana. Saga panggil Ana ke sini, bisa?” tanyanya. Saga menjawab, “Ana lagi kerja, Oma. Gimana kalo malem aja? Nanti Saga jemput di klinik dia kerja.”

Namun, wanita tua itu tetap keukeh dan meminta Saga untuk meminta Ana datang. Masayu yang tak tega pun langsung menelpon Ana tanpa sepengetahuan Saga. Ia memohon kepada Ana yang mana membuat Ana iba. Jadinya, Ana izin hari itu dan datang ke rumah keluarga Saga. Ketika ia datang, tentu saja Saga terkejut.

“Lho? Kok bisa dateng ke sini, sayang?” tanya Saga.

Ana duduk di samping Saga dan menatap Nenek sang kekasih dengan tatapan penuh kehangatan. “Oma mau ketemu sama Ana? Ana udah di sini, Oma.” Mengabaikan pertanyaan Saga, Ana lebih memilih fokus pada Nenek kekasihnya.

Saga yang diabaikan pun merasakan tepukan di pundaknya. Ketika ia menoleh, ia mendapati Ibunya tersenyum. Ah, Saga tahu. Pasti Masayu yang menghubungi Ana untuk datang.

Melihat senyuman manis Ana membuat wanita tua itu semakin tenang. Ia genggam tanga gadis yang menjadi kekasih sang cucu dan berkata, “Ana ... wanita tua ini mungkin takkan lama lagi bisa menemani kalian anak-anak muda.”

“Oma!” Saga tak suka dengan ucapan sang Nenek. Namun, wanita tua itu tak membalas. Ia kembali melanjutkan, “harapan Oma cuma satu. Oma pengen ngeliat cucu Oma ini bisa bersatu dengan orang yang dia cinta.”

Ana mempertahankan senyumannya. Ia paham maksud ucapan Neneknya Saga. Ketika ibunya akan mengembuskan napas terakhirnya, ia juga berpesan seperti itu kepada Ana dan Clara. Meminta agar keduanya saling menjaga satu sama lain. Tanpa sadar, netra Ana berkaca-kaca. Ia mempertahankan senyumannya dan mencoba menahan tangisnya.

Melihat Ana yang mengangguk dengan mata berkaca-kaca dan senyuman yang menurut Neneknya Saga terasa menyakitkan, wanita tua itu justru mengulas senyum. “Oma mau liat kalian menikah kalau bisa sebelum Oma pergi. Bisa?”

“Ma! Mama jangan ngomong gitu,” ucap Masayu. Ia sudah tak sanggup menahan kesedihannya. Saga hanya diam, tapi wajahnya sangat kentara sekali ia sedih dengan ucapan sang Nenek.

“Oma bakal panjang umur. Oma bakal tetep nemenin kami bahkan sampe puluhan tahun lagi,” ucap Ana sambil menggenggam erat tangan keriput Neneknya Saga.

“Oma udah terlalu tua. Enggak sanggup lagi buat ngimbangin anak muda seperti kalian,” balas wanita tua itu.

“Oma ....” Saga tak ingin mendengar apa yang ingin diucapkan oleh sang Nenek.

“Oma mau kalian bahagia. Kalian bisa 'kan ngabulin permintaan wanita tua ini?”

Wanita tua itu meraih tangan Saga dan meletakkan tangan sang cucu di atas tangan Ana yang ada di tangannya yang lain. Neneknya Saga tersenyum ketika ia melihat dua tangan itu ada di atas tangan kanannya. Ia letakkan tangan kirinya di atas tangan kedua anak muda itu.

“Oma harap kalian bahagia. Bener-bener bahagia bahkan sampe tua.” Wanita tua itu berkata dengan setetes air mata mengalir di sudut mata kirinya.

Ana yang sudah tak sanggup menahan kesedihannya pun akhirnya menangis. Masayu yang tak sanggup melihat itu lantas keluar dari kamar sang Ibu mertua. Begitu ia keluar ia langsung disambut pelukan sang suami yang memang menunggu di luar dan mendengar semua yang diucapkan sang Ibu.

“Mama enggak akan kemana-mana, 'kan?” tanya Masayu kepada sang suami. Bagaskara hanya diam. Ia tak tahu akan menjawab apa. Ia tentu sedih jika memang pada akhirnya sang Ibu harus pergi. Anak mana yang sanggup ditinggal mati orang tuanya?

“Mama enggak akan kemana-mana. Mama bakal sembuh. Mama bakal tetep sama kita,” ucap Masayu dengan mata sembab. Ia terlampau menyayangi sang mertua karena orang tuanya telah meninggal sebelum ia menikah dengan Bagaskara. Orang tua sang suami adalah figur orang tua yang akhirnya menyemangatinya selain sang suami juga keluarga sang suami. Ia ingat betapa terpukulnya ia ketika ayahnya Bagaskara dulu meninggal karena sakit. Ia bahkan menangis hampir seminggu lamanya padahal ia hanyalah menantu.

Bagaskara memeluk erat sang istri. Ia tak tahu harus berkata apa, tapi ia bisa membayangkan kemungkinan terburuk. Tepat beberapa saat kemudian ia mendengar suara anaknya memanggil sang nenek dan suara Ana yang menangis pilu. Ia eratkan pelukannya kepada sang istri yang kini menangis di dalam pelukannya. Sosok kuat Bagaskara pun pada akhirnya runtuh. Ia menangis tanpa suara mengiringi kepergian sang ibu yang kini tersenyum dalam tidur panjangnya.

『✙ Twisted Lies ✙』

『✙ Part 35
『✙ ditulis oleh girlRin

[03] Twisted Lies ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang