PART 27

64 8 0
                                    

『✙ Twisted Lies ✙』

Hendra menatap uang-uang di tangannya dengan tatapan penuh sukacita. Ia baru saja menjual gelang yang ia curi dari Masayu dan berhasil mendapatkan uang sebesar 20 juta.

Lumayan buat hidup seminggu. Bisa makan enak dan minum-minum deh. Batin Hendra senang.

Netra pria itu teralihkan pada sebuah bar. Senyum tak kuasa menghilang dari bibirnya. Ia berjalan memasuki bar itu dan langsung memesan minuman beralkohol yang paling mahal.

“Beri aku yang paling mahal yang ada di sini,” ucap Hendra dengan penuh kesombongan.

Sang bartender hanya menatapnya dengan tatapan menilai. Penampilan Hendra memang terlihat seperti orang biasa, apakah ia sanggup membayar jika benar-benar disajikan minuman paling mahal?

Hendra menyadari tatapan menyelidik dari sang bartender. Langsung saja ia meletakkan uang lima lembar seratus ribu di atas meja. “Aku bisa membayar.” Hendra berkata dengan nada congkak.

Bartender itu hanya melengos menuju penyimpanan botol minuman dan menyajikan satu gelas kepada Hendra.

“Jack Daniel's Honey Spirits. Satu botolnya seharga 590 ribu.” Sang bartender berucap.

Hendra menegak habis gelas yang disajikan oleh bartender itu. Ia menatap bartender itu dengan tatapan meremehkan. “Hanya segitu? Beri yang lebih mahal,” ucapnya menantang.

“Duitmu cuma 500 ribu dan itu saja masih kurang 90 ribu. Merasa orang berduit banyak, ha?” ejek si bartender kembali menuangkan minuman yang sama ke gelas kosong milik Hendra.

Bartender itu meletakkan botol minuman yang ia pegang ke depan Hendra. “Habiskan sendiri dan pikirkan bagaimana melunasi kekurangan 90 ribu itu. Dasar tua bangka. Harusnya banyak-banyak berdoa di rumah. Umur tidak ada yang tau,” ucap si bartender dengan nada kecil.

Hendra bukannya tak mendengar, tapi ia tak peduli. Ia pun menegak langsung minuman itu dari botolnya.

“Bang Johan!”

Bartender itu menoleh dan mendapati seorang pemuda berjalan mendekatinya. “Ngapain ke sini? Ini bukan tempat buat bocil kayak lo,” tegur si bartender.

“Elah, gitu amat ama sepupu sendiri. Eh, gue ke sini tuh mau nganterin kunci motor yang gue pinjem kemarin. Dahlah, gue mau balik. Saga katanya bawa makanan banyak ke apartemen ceweknya,” ucap pemuda itu. Ia adalah Galuh.

Bartender itu—Johan—menautkan alisnya heran. “Lho, temen lo yang itu udah punya cewek? Gue kirain homo soalnya enggak pernah mau sama cewek apalagi bareng lo sama Delon mulu,” ucapnya.

Galuh terkekeh kecil. “Hahaha. Enggaklah, Bang. Dia udah punya pacar, ya walau awalnya sih dia cuma pura-pura doang pacaran. Soalnya waktu itu mau dijodohin sama orang tuanya. Jadinya dia nyewa cewek buat jadi pacar pura-pura dia. Eh, tapi kayanya malah keterusan suka dianya. Gue seneng sih liatnya. Biar enggak dikira homo mulu dia,” balas Galuh.

“Oh. Emang sekarang ada-ada aja deh kerjaan orang. Pake ada jasa jadi pacar sewaan juga rupanya.” Johan berkata.

“Napa, Bang? Mau juga lo? Ntar deh gue tanyain Ana. Siapa tau dia punya kenalan yang juga buka jasa jadi pacar sewaan,” ucap Galuh dengan nada bercanda.

Johan menatapnya malas. “Gendeng lo, bocil. Eh, Ana emang siapa?”

“Itu lho, cewek yang awalnya jadi pacar sewaan Saga. Sekarang enggak tau deh masih pura-pura atau udah beneran pacaran merekanya. Soalnya lengket bener kayak perangko,” ucap Galuh. Tak membiarkan Johan berkata apa-apa lagi, Galuh pun pamit pergi.

“Ada-ada aja anak-anak zaman sekarang.” Johan hanya bisa menggelengkan kepalanya geli. Netranya menoleh ke arah Hendra yang kini menatap botol minuman di tangannya yang tersisa setengah. Johan kembali menggeleng dan bergumam lirih, “ini juga satu orang tua. Bukannya tobat di rumah minta doa panjang umur eh malah nyari penyakit mabuk-mabukan di umur segini. Mati ntar enggak yakin masuk surga.”

Di sisi lain, Hendra yang mendengar ucapan Galuh itu pun yakin kalau ia melihat pemuda itu adalah salah satu dari teman pacar anaknya. Jika Ana yang dimaksud itu benar adalah Ana anaknya maka Hendra punya satu tambang uang sekarang.

Hendra menyeringai dan menegak kembali minuman itu. Dalam hati ia sudah menyiapkan banyak rencana. Ia sudah tahu siapa orang tua pacarnya Ana. Ia juga tau kalau Ana dan pemuda itu hanya berpacaran pura-pura agar pemuda itu tak dijodohkan oleh orang tuanya.

Sekarang, gimana kalo gue ancam mereka bakal ngasih tau informasi ini ke orang tua cowok itu? Gue yakin, anak enggak tau diri itu bakal ngelakuin apapun buat gue. Bahkan uang ratusan juta mungkin bakal bisa gue dapetin dengan Informasi sepenting ini. Batin Hendra.

『✙ Twisted Lies ✙』

Ana menyajikan makanan yang dibelikan oleh Masayu tadi di atas meja ruang tamu. Di sana sudah ada Saga yang duduk langsung mencomot potongan pizza dan Delon yang membantu Clara menyajikan minuman dingin di atas meja.

“Eh, Galuh udah nyampe mana? Beneran dikasih tau suruh ke sini, ’kan?” tanya Delon kepada Saga yang dibalas anggukan oleh sahabatnya itu.

Clara langsung mengambil satu ayam goreng dan menggigitnya. “Wah, enak banget.” Gadis itu berdecak takjub.

Ana terkekeh kecil dan mengambil potongan pizza lalu menyantapnya. Delon mengambil satu tissue dan menyerahkannya kepada Clara. Ia masih punya malu. Mana mungkin ia langsung mengusap bibir Clara yang bercelemotan saos ayam itu di depan Ana. Bisa ditempeleng oleh kakak sang gebetan yang ada.

Clara menerima tissue itu dan mengucapkan terima kasih. Ia langsung menyapu bibirnya dan membuat noda saos itu hilang. Sekitar lima belas menit kemudian, Galuh datang dan langsung menghambur ke ruang tamu.

“Anjay! Makan besar nih! Bagi napa?!” ucapnya langsung mencomot ayam goreng saos di depan Clara.

“Wah, enak njirr!” serunya begitu menggigit ayam itu.

“Tumben beli begini, Ga? Biasanya ayam goreng biasa,” ucap Galuh sambil duduk di lantai.

“Bukan gue. Tadi gue sama Ana lagi ke Mall eh ketemu nyokap gue. Diajak makan abis itu dibeliin makanan ini katanya dibawa pulang ke apartemen siapa tau Clara mau. Trus gue bilang aja beli banyakan biar sekalian ngajak lo sama Delon juga. Nyokap gue setuju dan beli banyak deh. Ada pizza tiga kotak, ayam goreng saos tiga kotak trus sama burger sepuluh biji. Mana ada kentang goreng juga lagi banyak begini.” Saga menjelaskan.

“Padahal nyokap lo enggak harus beli segini banyak tau. Pizza sekotak sama ayam sekotak aja udah cukup. Nanti ini enggak abis malah mubazir,” ucap Ana yang memang sedari awal tak setuju.

“Abis kok, An. Ada gue,” ucap Galuh sambil mengambil ayam saos yang kedua. Ana yang melihat itu hanya bisa memutar bola matanya jengah.

“Iya, lo ’kan gentong makan. Perut karet gitu mah ngabisin ini bukan perkara susah,” ejek Delon yang tak ditanggapi oleh Galuh.

“Abis kok. Galuh bakal abisin sampe kotak-kotaknya,” ucap Saga ikut menenangkan Ana.

Ana mendelik malas dan kembali memakan pizza yang ia ambil tadi. Perempuan memang agak lama kalau makan, bukan?

『✙ Twisted Lies ✙』

『✙ Part 27
『✙ ditulis oleh girlRin

[03] Twisted Lies ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang