『✙ Twisted Lies ✙』
"Sebentar lagi kan lulus, langsung saja menikah," ucap Nenek Saga membuat keduanya terdiam sejenak.
"Udah ah, ayo keluar acaranya mau mulai," ucap Saga yang mengalihkan topik pembicaraan. Karena pembahasannya sudah cukup berat.
『✙ Twisted Lies ✙』
Saga menuntun sang Nenek menuju ruang makan dimana para keluarga lainnya telah menunggu. Ana juga ikut menuntun Neneknya Saga karena wanita berumur itu terus memegang tangannya seolah enggan melepaskan.
“Duh, Mama. Kok enggak bilang Masayu sih kalo mau turun? Sini, sini. Masayu bantu,” ucap Masayu kepada sang Ibu mertua. Ia membantu wanita itu untuk duduk di meja utama di mana memang hanya wanita itulah yang paling tua di keluarga besar mereka. Suami Neneknya Saga telah meninggal karena sakit dan membuat wanita berumur itulah yang kini harus mengatur pembagian warisan apalagi ia juga sekarang mulai sakit-sakitan.
“Sini duduk, Nak.” Tantenya Saga mengisyaratkan kepada Ana untuk duduk. Ana pun duduk di samping Saga dan menatap keluarga besar tersebut dengan tatapan gugup.
Merasakan kegugupan Ana, Tantenya Saga—Melanie—pun mengusap lembut punggung tangan Ana. “Tenang aja. Mereka enggak ngegigit kok,” ucap Melanie sambil mencoba membuat Ana merasa lebih rileks.
“Sudah, sudah. Sekarang mending kita makan aja. Pelayan, tolong segera dihidangkan makanannya.” Neneknya Saga pun melerai. Sesuai perintah, para pelayan pun mulai menyajikan makanan dimulai dari menu pembuka yang berisi makanan manis seperti kue.
Ana menatap kue cantik di depannya dengan tatapan takjub. Ia memang sering diajak ke restoran mahal oleh pacar-pacar yang menyewanya dulu, hanya saja baru Saga yang membawanya ke makan malam keluarga dan ini tak kalah mewah dari restoran berbintang lima.
“Silakan, Nona.” Pelayan menuangkan jus ke gelas Ana dan kemudian membungkuk sopan sebelum melangkah mundur.
Ana menatap Saga yang terlihat sangat tenang dalam menyantap makanannya. Ia pun meniru gerakan Saga dan bersyukur tak membuat kesalahan satupun.
Kemudian, pelayan menyajikan makanan utama. Ada steak daging yang disajikan dengan bau yang menggugah selera. Ana bahkan nyaris mengeluarkan air liur jika saja ia tak menahan diri. Bau aroma rempah serta tekstur daging yang lembut itu sudah membuat Ana merasa kelaparan.
Ia memegangi pisau dan garpu untuk mulai memotong dagingnya. Baru satu potong ia mencoba dagingnya dan ia bersyukur bisa merasakan daging seenak itu. Saat akan memotong potongan lain, tiba-tiba saja Saga menukar piringnya dengan piring milik Ana.
Tindakan pemuda itu tentu saja tak luput dari perhatian semua orang. Ana menatap piring Saga yang ada di depannya dan daging di sana sudah dipotong kecil-kecil oleh Saga. Tanpa sadar Ana merona dibuatnya dan Saga malah kembali fokus memotong daging di piring yang dia tukar dengan Ana tadi.
“Ekhem. Sayang, mau juga dong dipotongin dagingnya,” ejek Masayu sambil menatap sang suami.
Ana menundukkan kepalanya malu. Saga hanya menatap sang Ibu dan kemudian mengembuskan napas berat. Sudah ia duga. Pasti keluarganya akan mengejeknya akibat tindakannya, hanya saja ia melakukan ini agar mereka terlihat mesra di hadapan keluarganya.
“Aduh yang masih muda mah beda ya mesranya. Jadi pengen muda lagi nih,” ejek Melanie.
“Tante apaan deh? Mau juga? Minta Om Pandu aja tuh buat motongin steak Tante,” balas Saga. Pandu—suaminya Melanie sekaligus adik iparnya Bagaskara pun menautkan alisnya dan membalas, “ngapain dipotongin? Tante kamu bisa motong sendiri kok.”
Melanie menatap suaminya dengan tatapan kesal. “Ih, kok gitu sih?! Mau juga tau dimanja-manja begitu. Kamu mah, pas pacaran doang akunya dimanja. Udah dinikahin malah dianggurin,” ucapnya kesal. Pandu hanya menggeleng kecil dan tersenyum geli melihat tingkah istrinya.
“Bang, liat tuh adik iparmu! Masa aku enggak mau dimanja lagi sih?” adu Melanie kepada Bagaskara. Ayahnya Saga itu hanya membalas, “Pandu bener. Ngapain manjain kamu? Udah gede. Jangan manja. Udah punya anak dua juga. Anak kamu dua-duanya pada kuliah di luar negeri lho.”
“Ih, Mama. Liat Bang Bagas sama Mas Pandu! Aku dibully!” adu Melanie kepada sang Ibu, Neneknya Saga.
“Mas, kami tuh hobi banget gangguin adik kamu.” Masayu menegur Bagaskara.
Ana menatap interaksi keluarga kaya tersebut dengan tatapan tak percaya. Ia kira ia akan menghadapi makan malam keluarga kaya seperti di drama Korea yang ia tonton, di mana ia akan dihina lantaran berada di kasta yang berbeda. Namun, ia justru diperlukan bak keluarga sendiri. Mereka juga tak melemparkan ucapan sinis atau apa, malah mereka terlihat bercanda selayaknya keluarga hangat pada umumnya. Ana merasa iri, tapi ia bersyukur bisa ada di tengah-tengah mereka.
“Makan yang banyak,” ucap Saga sambil meletakkan potongan kentang goreng ke piring Ana.
Bagaskara hanya menatap interaksi anaknya itu dengan tatapan penuh arti. Ia tahu kalau Saga mengenalkan Ana sebagai pacarnya, tapi entah kenapa Bagaskara merasa kalau keduanya ada hal yang disembunyikan. Ia bisa saja meminta orangnya untuk menyelidikinya, tapi ia memilih diam karena ia tahu bahwa anaknya akan kesal kalau kehidupan pribadinya diusik.
“Saga, pacarmu nanti kesel lho kalo kamu pindahin terus makanan kami ke piringnya,” tegur Neneknya Saga.
“Gapapa, Oma. Biar dia gembul.” Saga membalas.
Ana mendelik tajam ke arah Saga dan mencubit pelan paha Saga, hanya saja pemuda itu mengaduh kesakitan hingga menarik perhatian.
“Kok dicubit sih? Sakit tau,” ucap Saga. Ana menundukkan kepalanya malu. Kenapa malah Saga mengatakannya dengan lantang sih? Sekarang semua perhatian terarah kepada mereka.
“Kenapa, Nak?” tanya Neneknya Saga kepada sang cucu.
“Ana nih, Oma. Nyubit-nyubit,” ucap Saga mengadu. Ana menatapnya panik dan menatap Neneknya Saga dengan tatapan takut.
“Kamu sih yang salah. Lagian kamu kalo mau pacar kamu banyak makan ya belikan dia makanan yang dia suka. Bukannya malah mindahin makanan kamu ke piring dia. Wajar dia nyubit kamu. Kalo Nenek jadi dia sih kamu udah Nenek tempeleng,” ucap sang Nenek.
Ana mengembuskan napas lega. Ia menatap Saga tajam. Ia kesal lantaran pemuda itu hampir membuatnya ketakutan.
“Iya deh, iya. Saga mah kayaknya udah jadi anak tiri sejak Ana jadi pacar Saga.” Pemuda itu membalas dengan nada malas. Ana yang mendengar itu langsung menatap keluarga besar Saga dengan tatapan bertanya-tanya. Ia penasaran apa balasan mereka dengan ucapan Saga barusan.
“Kamu 'kan memang anak tiri. Mama nemu di jalan,” balas Masayu dengan tenang. Saga yang mendengar itu langsung menekuk wajahnya. “Gitu aja terus. Bully aja Saga. Bully terus.” Pemuda itu membalas dengan nada malas.
Masayu terkekeh geli dan membalas, “enggak kok. Ambekan mulu. Ana kok betah sama kamu sih?”
“Dia cinta mati sama Saga.” Anaknya membalas dengan penuh percaya diri. Oke, Ana sekarang akui kalau Saga semakin pandai bersandiwara.
『✙ Twisted Lies ✙』
『✙ Part 21
『✙ ditulis oleh girlRin
KAMU SEDANG MEMBACA
[03] Twisted Lies ✔
Novela JuvenilStory 03. [ Twisted Lies ] By : @girlRin @LindraVey ▪︎▪︎▪︎▪︎ Keterbatasan ekonomi membuat Ana tak melanjutkan sekolahnya setelah lulus dan memilih bekerja untuk mencukupi kehidupannya dan membiayai sekolah adiknya, Clara. Bekerja sebagai pacar sewaa...