0.14

108 6 1
                                    

Damian tengah merenung didalam kelasnya, pemuda itu sama sekali tidak menghiraukan gurunya yang sibuk menerangkan materi didepan sana. Dari balik kaca jendela kelasnya, ia dapat melihat dengan jelas pemandangan anak-anak kelas dua belas yang sedang berolah raga dilapangan.

Walaupun jarak pandang lumayan jauh, netra sehitam jelaga itu nampaknya tak kesulitan menangkap objek lain yang sedari tadi sudah menjadi fokusnya. Sosok Hugo yang berlarian kesana kemari mengejar bola membuat darah pemuda itu berdesir.

Memori otaknya kembali memutar kilas balik kejadian didalam bilik toilet beberapa waktu yang lalu. Masih segar diingatannya, betapa basahnya ciuman mereka waktu itu. Bibir semanis buah cerry itu masih terasa nyata seolah baru kemarin ia mencium pemuda manis yang merupakan kakak kelasnya itu.

Sudah terhitung satu minggu setelah kejadian itu, jarak yang tercipta diantara keduanya semakin terbentang jelas. Hugo yang pada dasarnya tidak senang jika harus berdekatan dengan Damian kini semakin gencar menghindar.

Pemuda pucat itu bahkan tidak segan memutus kontak mata saat keduanya tidak sengaja berpapasan. Ia bahkan rela berjalan memutar hanya agar tidak bertemu dengan adik kelasnya itu. Pada saat rapat anggita Osispun demikian, semenjak kejadian dihari itu Hugo tidak pernah lagi menampakan wajahnya diruang rapat.

Damian dibuat pusing dengan kelakuan kakak kelasnya itu yang cenderung kekakanakan. Sejujurnya ia juga merasa tidak nyaman, padahal keinginannya cukup sederhana. Damian hanya ingin mengungkapkan perasaannya dengan tulus kepada kakak kelasnya itu.

Jika Hugo menolak, Damian akan mengupayakan segala cara serta mencoba segala hal agar pemuda itu melihat kearahnya. Numun jika pada akhirnya Hugo tetap menolak, Damian akan mundur dan melupakan perasaannya. Ia menghela nafas pelan, Damian merasa akhir-akhir ini dirinya seperti pujangga cinta yang sedang bersusah payah memperjuangkan perasaannya.

Pemuda jakung itu merasa kurang bersemangat. Ia terus bertanya-tanya mengapa respon yangi diterimanya frontal sekali, Hugo menolak mentah-mentah tanpa pernah membiarkannya mencoba upaya nya sesekali. Pemuda itu bahkan secara agresive menolak dan menghindarinya.

Jika Damian egois, ia pun ingin bertindak agresive dengan menunjukan upaya ugal-ugalan untuk mengejar pemuda itu. Tapi hal yang ia takutkan adalah bagaimana jika Hugo akan semakin membencinya? Maka yang dapat ia lakukan sekarang ini adalah menarik diri. Walaupun tidak mudah karena harus menarik ulur perasaannya, ia akan mencoba untuk tidak menakuti pemuda itu.

"Lagi liatin apa sih?"

Pemuda jakung itu terkejut dengan sebuah suara halus yang mengintrupsinya ketika dirinya sedang meatap keluar jendela. Dengan sigap Damian langsung menolehkan kepalanya kesamping, ia mendapati seorang gadis cantik dengan senyum sehangat matahari pagi sedang duduk di kursi kosong yang berada tepat disebelahnya. Kursi kosong itu milik Petra, si empunya sedang tidak masuk dikarenakan harus mengikuti olimpiade matematika mewakili sekolah mereka.

"Enggak, cuma liatin orang olah raga" pemuda itu menjawab singkat.

"Kenapa Lov?" Melihat gelagat aneh gadis itu yang tiba-tiba saja mendatanginya, Damian kembali menanyakan maksud kedatangannya.

"Damian lo ada waktu gak, gue mau ngomong?"

Melihat Lova yang hampir selalu ceria, membuat Damian secara naluriah menyukai enargi positive yang yerpancar dari gadis itu. Ia tanpa sadar tersenyum saat melihat gadis itu tersenyum. Lova memang semenyenangkan itu. Ia baik dengan segala tingkahnya yang polos dan apa adanya itu.


Naradipta melihat gerak gerik Damian dengan tatapan aneh, kemudian dengan cepat menoel bahu Jeffaro yang saat itu sedang asik mendengarkan musik melalui hadphone ditelinganya. Jeffaro lantas menoleh kearah Nara yang sedang memberikan isyarat menggunakan dagunya menunjuk Damian dan lova yang sedang tersenyum satu sama lain.

AsmaralokaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang