0.3

140 8 1
                                    



    Sepasang kantung mata tercetak jelas pada wajah tampan seorang pemuda jakung. Ia baru saja melangkahkan kaki jenjangnya memasuki rumah pada pukul 15.00 sore. Pusing yang teramat sangat dikepalannya membuat pemuda itu sedikit sempoyongan saat membawa langkahnya untuk menaiki anak tangga menuju kamarnya dilantai atas. Setelah dua hari dua malam tidak pulang, Damian akhirnya kembali ke rumahnya. Rumah yang hanya ditinggalinya bersama sang ayah. Pemuda itu bermaksud untuk beristirahat sebentar, karna rencananya nanti malam ia akan keluar lagi bersama teman-temannya. Namun sebelum sempat melangkahkan kaki lebih jauh sebuah suara baritone yang sudah sangat dikenalnya sedari kecil menghentikan langkah pemuda itu.

"Darimana kamu?"

Damian tidak menjawab, ia memalingkan wajahnya berusaha untuk tidak menghiraukan ucapan sang ayah. Ia terlambat menyadari keberadaan lelaki itu. Sang ayah saat ini sedang duduk di sofa ruang tamu. Damian yakin sekali sang ayah sudah lama menunggu kedatangannya. Sepertinya lelaki itu hendak pergi ke suatu tempat, terlihat dari setelan jas rapi yang dikenakannya.

"Kurang-kurangi main sama teman-teman kamu yang begajulan itu, mereka cuma ngasih pengaruh buruk buat kamu"

"Bukan urusan ayah!"

Obsidian gelapnya menatap kedua iris sang ayah nyalang. Kemarahan itu tampak jelas pada sorot tajam milik si pemuda. Setelah apa yang ia ucapkan mimik wajah sang ayah mendadak tak santai.

"Damian kamu itu sudah besar, sebentar lagi kamu mau masuk SMA loh. Kurang-kurangin bandelnya, pusing ayah lama-lama mikirin kamu"

"Setiap hari ada aja masalah yang kamu buat. Gak sedikit orang yang laporan ke ayah soal kelakuan kamu"

Lelaki dewasa itu berdiri dari duduknya, ia memijit pangkal hidungnya pening dengan perilaku sang putra yang hampir membutnya stres akhir-akhir ini.

"Kalau ayah pusing, kirim aja aku ke Bandung biar aku tinggal sama mima"

"Dam, kita sudah sepakat ya soal ini. Aturannya kamu tinggal sama ayah sampai usia kamu cukup dewasa"

"lagian mima kamu itu mana bisa cukupin kebutuhan kamu yang seabrek-abrek itu"

"Cukup" pemuda itu mendesis

"Sekolah di Jakarta lebih bagus, ayah udah daftarin kamu ke SMA paling favorite di kota ini. Senin besok kamu udah mulai kegiatan MPLS jadi jangan aneh-aneh"

"Ini yang ngebuat mima gak betah tinggal sama ayah. Terlalu over controling, its too much ayah!"

Damian mengacak rambutnya frustasi, demi tuhan ia sudah lelah dengan ayahnya yang selalu menganggapnya anak kecil.

"No! Gak ada yang berlebihan buat suatu kebaikan, nanti kamu bakal ngerti kenapa ayah kaya gini"

Karna sudah kepalang jengkel Damian tidak langi menghiraukan ucapan sang ayah. Pemuda itu kembali melangkahkan kaki jenjangnya menaiki anak tangga dengan terburu-buru. Ia sengaja menulikan telinga saat sang ayah masih berteriak memanggil-manggil namanya.





      
       Hari yang ditunggu-tunggu akhirya datang juga, hari ini adalah hari pertama kegiatan Masa Orientasi Sekolah (MOS) atau sekarang kita lebih sering menyebutnya MPLS (Masa Perkenalan Lingkungan Sekolah). Dimana seluruh para calon peserta didik diwajibkan mengikuti kegiatan tersebut selama tiga hari. Sekolah masih libur, hanya panitia dan anggota anggota Osis saja yang berada disekolah. Mereka semua sudah ada disekolah pagi-pagi sekali untuk mengurus kegiatan tersebut. Semua orang terlihat sibuk memepersiapkan segala sesuatu yang sekiranya akan dibutuhkan pada saat kegiatan nanti.

AsmaralokaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang