Presence
Karena kerjasama bisnis yang sudah disetujui oleh ketiga pihak, maka jangan salahkan oranglain jika kini Jennie harus terus berduaan bersama Chanyeol. Timnya pun selalu berbaur, mereka berada di ruangan yang sama untuk mewujudkan mega proyek ini agar berjalan sukses dan meraup keuntungan besar bagi siapapun yang terlibat. Dalam dunia bisnis, kerja keras adalah segala-galanya, dan keuntungan adalah tujuan utamanya tanpa melihat apa yang sudah dilakukan, tentu saja salah satunya adalah menghalalkan segala cara.
Jennie tidak pernah berpikir sepicik Chanyeol, Chanyeol yang kini terus menerus menatapnya dengan tampang yang sungguh-sungguh menyebalkan, dalam kepalanya Chanyeol sedang membayangkan kalau Jennie tiba-tiba terpeleset karena sepatu hak tingginya, lalu kepalanya membentur ujung meja dan gadis itu mati otak.
“ehehe…”
Jennie menoleh pada Chanyeol yang melamun tapi masih bisa menertawakan sesuatu yang sama sekali tidak ada yang lucu disana.
“hei, tuan park?” Jennie menjentikan jemari lentiknya dihadapan mata Chanyeol, pria itu langsung tersadar dan berhenti tertawa.
Ternyata ruang rapat sudah sepi, hanya ada dirinya dan Jennie disana.
“apa yang kau tertawakan? Kau sedang melamun…jorok?” tanya Jennie dengan sinis.
Chanyeol berdeham pelan, “tidak sama sekali. Omong-omong, kemana anak buahku?”
“mereka makan siang bersama timku, kau sendiri menolak” balas Jennie, gadis itu masih fokus dengan setumpuk berkas diatas meja. Ia begitu serius dan cantik saat bekerja seperti ini, terlihat amat profesional dan tidak bisa diganggu.
“kau tidak makan siang? Kau bisa tinggalkan ruangan ini, biar aku yang menghandle sisa pekerjaan”
“hahaha… kau pikir aku bisa sesantai itu?” ejek Jennie pada Chanyeol.
“mega proyek ini akan menjadi dominasiku, lagipula aku tidak makan siang”
Sepasang mata bulat Chanyeol memicing, pria itu duduk mendekati Jennie dan menyambar berkas yang ada ditangan gadis itu, “cih, mengajukan hal seperti ini? Kau pasti anak baru di dunia ini, ide yang klise mudah ditebak”ejek Chanyeol pada berkas ditangannya yang sempat ia baca.
Jennie tertawa dengan puas, “ya tuhan, Itu berkas rancangan timmu tuan park..hahaha”
“sialan!”
.
.
.
Tiga bulan lagi akan digelar sebuah acara penghargaan bergengsi di dunia bisnis, dimana Jennie dan Chanyeol masuk di kategori penghargaan yang sama yaitu rising compatible award yang digelar oleh majalah bisnis ternama asia. Baik Jennie maupun Chanyeol benar-benar sibuk menata diri mereka, sibuk dengan pekerjaan untuk membuat performa mereka semakin bagus. Mereka juga bekerja sama dengan baik dan betul-betul menjalin hubungan komunikasi intens dengan siapapun, hal ini membuat persaingan diantara mereka mulai menipis.
Meski begitu, tak menutup kemungkinan bahwa keduanya begitu saling membenci satu sama lain. Hubungan komunikasi yang baik hanya sebuah pencitraan semata.
Hari ini hujan begitu deras, semua orang sudah kembali ke tempat tinggalnya masing-masing. Hanya Jennie dan Chanyeol yang tertinggal di kantor, mereka berdua melihat dari gedung di lantai atas bahwa hujan amat deras sehingga pemandangan terlihat hanya gumpalan awan yang gelap.
Chanyeol menarik napasnya sebelum menyesap kopi hitam di cangkir, “sekarang pukul 1 pagi. Kau tidak pulang?”
Jennie mengendikan bahunya, “untuk apa? Aku membawa pakaian ganti dan peralatan mandiku kesini”
“apa?! Memangnya tidak ada orang yang menunggumu di rumah?” tanya Chanyeol heran.
Jennie hanya tertawa kecil mendengar pertanyaan itu, “siapa? Ayah dan ibuku? Mereka tinggal di selandia baru”
Chanyeol mengangguk-anggukan kepalanya mengerti, “sejak kecil, kau sudah keras kepala seperti ini ya? Jangan memaksakan dirimu, seorang wanita itu lebih baik tinggal di dalam rumah dan menerima apa yang ia akan dapatkan dari laki-laki”
“hah? Maksudmu…menjadi wanita yang bergantung pada laki-laki? Menerima dengan tangan tengadah? Oh my god! Aku bukan wanita seperti itu. Meskipun, hal tersebut terdengar menyenangkan, tapi, aku belum siap diperintah laki-laki”
Chanyeol tertawa kecil mendengar jawaban Jennie, baru kali ini mereka mengobrol tentang pendapat pribadi, “sungguh? Kau ingin hidup mandiri sampai kapan?”
Jennie tampak berpikir sambil melipat kedua lengannya didepan dada, “entahlah…, mungkin sampai aku benar-benar menemukan seseorang yang dapat mengalahkanku dalam banyak hal”
“ya, boleh juga.”
Pagi-pagi sekali, Chanyeol yang juga tidak pulang karena mengobrol bersama Jennie pun harus dibangunkan oleh getaran ponselnya yang tersimpan diatas dada.
“sial!” Chanyeol mengumpat saat menyadari dirinya tertidur di sofa kantor dalam keadaan pakaiannya yang sudah kusut. Seohyun pasti marah padanya karena ia tidak pulang dan tidur mengenakan kemeja dan sepatu seperti ini.
Chanyeol langsung mengangkat telpon yang ternyata dari isterinya, “sayang, maafkan aku…”
“kau ini, aku menelpon belasan kali. Mengapa tidak pulang?” seohyun malah mengomel membuat Chanyeol yang masih linglung terpaksa harus menegakkan duduknya.
“maaf sayang, aku…sangat sibuk, dan semalam hujan deras”
“kau memakai mobil, kau tidak akan kena hujan” timpal Seohyun.
Chanyeol tersenyum dipaksakan, “sekali lagi aku minta maaf, aku juga mengantuk dan semalam kabutnya juga tebal. Aku takut terjadi sesuatu di perjalanan”
“baiklah, kau pulang hari ini kan?”
“tentu sayang, I love u”
Chanyeol menutup panggilan telepon, ia menghela napas yang lega. Bersamaan dengan itu, Jennie memasuki kembali ruangan meeting yang sudah rapi berkat dirinya sendiri yang membereskan, Jennie tak tidur semalaman namun pagi ini ia terlihat sangat cantik dengan rambutnya yang agak basah setelah keramas.
Chanyeol nyaris saja terbatuk-batuk saat melihat gadis itu hanya mengenakan tanktop dan celana pantalon longgar membalut kaki jenjangnya. Jennie hanya cuek, namun Chanyeol justru berusaha menghindari pandangan dengan gadis itu.
“kau tidur nyenyak sekali ya? Sampai tidak sadar bahwa ini tempat kerja. Aku semakin yakin, bahwa aku tetap mendominasi mega proyek ini”ujar Jennie sembari mengeringkan rambutnya.
Chanyeol merapikan kemeja miliknya dan berusaha tidak terpancing dengan ucapan Jennie barusan, “hm, ya… setidaknya aku masih bisa tidur dan tidak ambisius seperti dirimu. Aku mencoba menerapkan work life balance. Tahu?”
Jennie terkikik mendengar celoteh pria itu, “ya… kau mungkin tidak tahu ya pepatah ‘usaha tidak akan mengkhianati hasil’ dan hasilmu sudah terlihat dengan jelas”
Chanyeol beberapa kali mendapatkan skakmat dari Jennie semalaman dan waktu sepagi ini. Gadis ular itu benar-benar tidak bisa dianggap sepele, selain bersaing dalam proyek yang seharusnya bekerja sama, Chanyeol juga tidak akan pernah sudi jika diakhir tahun nanti Jennie akan menyandang gelar penghargaan itu. Chanyeol harus berusaha keras menyingkirkan gadis itu secepat mungkin, bagaimanapun caranya.
.
.
.
“uhuk… uhuk…” Jennie beberapa kali terdengar batuk dan bersin ditengah-tengah rapat penting, rapat bahkan beberapa kali terganggu berkat kondisi Jennie yang agak berisik.
Chanyeol hanya dapat menyembunyikan senyum sinisnya saat mendapati Jennie tampak pucat dan tidak sehat. Pria itu menggeser air mineral kesamping Jennie dengan senyum dibuat-buat.
“terimakasih…”Jennie tersenyum menerima kebaikan Chanyeol, gadis itu meminum air dari botol pemberian Chanyeol.
Bukannya membaik, Jennie justru semakin parah saat dirinya hendak melakukan presentasi ia terbatuk-batuk dan membuat klien semakin tidak nyaman dengan performa gadis itu, Jennie undur diri dari rapat dengan tangis diwajahnya. Sementara itu Chanyeol betul-betul diatas awan saat menyaksikan kegagalan Jennie dalam presentasi kali ini. Pada akhirnya semua pujian diberikan kepada Chanyeol oleh investor dan juga klien yang hadir.
Jennie menendang tempat sampah di toilet, ia terlihat seperti zombie dengan wajah pucat dan kantung mata yang menjijikan, gadis itu sudah menghapus makeupnya sehingga wajahnya betul-betul tidak tertolong. Memang betul Jennie sedang sakit karena ia belakangan ini tak cukup istirahat, ia hanya tidur 1 sampai 3 jam dalam sehari dengan aktivitas yang benar-benar padat. Tapi mengapa ia harus membuat keributan di waktu yang sangat tidak tepat.
Jennie memutuskan untuk kembali ke ruangan, disana ada Chanyeol yang sepertinya tampak bahagia karena mendapatkan pujian setinggi langit. Jennie mengabaikan pria itu da meminum vitamin miliknya.
“apa tidak sebaiknya kau pulang saja? Lagipula, kekacauan dirapat tadi sudah kubereskan” papar Chanyeol.
Jennie hanya menoleh malas, “tidak…”
“hmm, baiklah aku juga tidak akan pulang.”
“terserah kau saja” balas Jennie sembari menidurkan kepalanya diatas meja, posisinya terlihat tidak nyaman namun jennie hanya memastikan bahwa dirinya tetap berada di kantor untuk membuat tubuhnya tetap berkerja keras, ia tidak mau memanjakan dirinya.
Chanyeol yang tidak lagi punya teman berdebat pun mulai kebosanan, ia melihat Jennie tertidur dan kelihatan sangat kedinginan. Pria itu dengan ragu mendekati Jennie sembari melepas jas yang dikenakannya, “apa mungkin ia terkena flu musim gugur?” gumam Chanyeol.
“ah terserah saja, untuk apa aku peduli. Bukankah bagus kalau dia tumbang dalam peperangan ini. Keuntungan akan mejadi milikku!”
Chanyeol pun hendak meninggalkan Jennie, namun ia pada dasarnya memiliki rasa kasihan juga pada gadis itu, “baiklah, terakhir kalinya!” Chanyeol menaruh jas miliknya diatas tubuh Jennie guna menyelimuti gadis itu. Setelahnya, Chanyeol benar-benar meninggalkan Jennie di ruangan tersebut.
.
.
.
Makan malam di restaurant Jepang diadakan secara mendadak oleh pemilik proyek yang kini bekerja sama dengan Chanyeol juga Jennie, kebanyakan dari mereka adalah laki-laki dan hanya Jennie lah wanita yang terlibat dalam proyek ini sebagai salah satu petinggi dan orang penting. Chanyeol sudah datang terlebih dahulu, dan ia sangat yakin kalau Jennie tidak akan hadir sebab gadis itu masih flu. Chanyeol tampak lega ketika makan malam hendak dimulai namun Jennie belum menampakkan batang hidungnya. Beberapa orang disana bahkan membicarakan Jennie dan bagaimana gadis itu menarik perhatian banyak pria.
“bagaimana menurut anda tuan Park, bukankan Jennie Kim sangat seksi… kau pasti senang bekerja dengannya siang dan malam bukan?” tanya seorang klien yang usianya mungkin sudah dua kali usia Jennie, membuat Chanyeol begitu mual saat mendengar pertanyaan tersebut.
“iya, apalagi kemarin. Ia mengenakan setelan yang sangat pendek dan pas dengan badannya. Memang tidak salah kita mengajaknya dalam proyek ini”
Chanyeol yang tidak menanggapi obrolan tersebut hanya bisa meremat tinjunya, ternyata benar apa yang Chanyeol pikirkan selama ini, bahwa laki-laki disini hanya menganggap Jennie sebagai objek, bukan seorang pebisnis yang kompeten.
Tiba-tiba saja Jennie muncul di ruangan itu saat makanan telah tersaji, seperti biasanya ia tampil begitu cantik dengan pakaian yang berbeda dari biasanya, ia mengenakan mantel yang membuat ia benar-benar tertutup, hanya rambutnya saja yang terlihat tergerai, membuat dua klien prianya tampak kecewa. Chanyeol hanya dapat menyembunyikan senyumannya saat menyadari hal tersebut.
“ya ampun, diluar dingin sekali, tapi didalam sini lumayan panas ya?” Jennie tiba-tiba saja merasa kegerahan, ia membuka mantel yang dikenakannya sehingga hanya tersisa dress tanpa lengan saja yang menempel ditubuhnya yang indah.
Chanyeol membulatkan sepasang matanya, begitupula dengan laki-laki lainnya yang nampak begitu terkejut dengan tingkah Jennie. Saat makan malam selesai, Jennie bahkan menuangkan sake untuk semua pria yang ada disana, hanya Chanyeol yang menolak dengan alasan ia akan mengemudi untuk pulang, sehingga ia tidak minum sama sekali dan hanya menjadi pendengar disana.
Jennie menjalin obrolan dan juga kedekatan bersama kliennya dengan cara seperti itu? Chanyeol benar-benar kecewa dengan Jennie. Bagaimana mungkin gadis setangguh itu mau-maunya melayani lelaki hidung belang hanya untuk membuat dirinya masuk sebagai pebisnis paling berpengaruh. Chanyeol berusaha mengabaikannya, akan tetapi mereka terlihat sangat akrab dan Chanyeol tidak terlibat dalam hal tersebut.
Saat diparkiran ketika hendak pulang, Chanyeol menghubungi Seohyun bahwa dirinya akan segera tiba di rumah setelah makan malam usai, namun suara tangisan di tempat parkir bawah tanah itu membuat Chanyeol teralihkan, ia bergerak menuju sumber suara, ternyata Jennie sedang menangis dibelakang mobilnya sembari berjongkok, gadis itu tampak merapatkan mantel yang dikenakannya pada tubuhnya yang mungil. Chanyeol menguping tangisan gadis itu tanpa berani mengganggunya sama sekali.
“hiks… hiks… dasar laki-laki sialan!” umpat Jennie dengan tangis yang tak bisa ia tahan.
“berani-beraninya…hiks… me..mereka… menyentuh..ku…hiks”
Chanyeol yang mendengar hal tersebut langsung mengepalkan tinjunya dan masuk kedalam mobilnya tanpa mempedulikan lagi tangisan Jennie yang ia dengar.
tobeconinue
KAMU SEDANG MEMBACA
Third
RomanceYou are the best part but at the wrongest time. Perfection beyond imperfection.