Part 9

66.3K 3K 169
                                    

Happy Reading!

Diandra menghela napas lalu mengaduk sarapannya. Ia benar-benar tidak nafsu makan saat ini.

"Kakak mengerti bagaimana perasaanmu."ucap Abi penuh makna. Keduanya pasti sudah bercinta tadi malam tapi paginya si pria malah menghilang.

"Maksud kakak?"tanya Diandra tak mengerti.

"Kamu pasti sedih karena suamimu pergi begitu saja."ucap Abi. Wanita man yang tidak kecewa ditinggal begitu saja.

Diandra menggeleng."Aku tidak memikirkan tentang itu, kak. Aku hanya cemas pada keadaan kak Dira. Aku ingin menelpon dan bertanya tapi mungkin orang tua kami tidak akan senang."ucap Diandra lemah membuat Abi mengangguk mengerti. Tadinya dia pikir Diandra sedih karena David meninggalkannya dan pulang sendiri tapi ternyata ia malah mengkhawatirkan kakaknya.

"Kakakmu pasti baik-baik saja. Jangan terlalu khawatir."

"Semoga saja. Nanti jika kakak menelpon kak David atau kak David yang menelpon, tolong tanyakan keadaan kak Dira ya."pinta Diandra membuat Abi mengangguk.

Tebakan Abi tidak salah, Diandra sangat baik bahkan kesan pertamanya saat bertemu Dira dulu tidak sebaik ini. Dan sebagai asisten dan sekaligus sahabat David, Abi rasa dia bisa menjaga Diandra selama di sini.

"Jika kamu mau, kakak akan mengajakmu keliling di sini. Kita mungkin bisa mengunjungi beberapa tempat."ajak Abi. David memang meninggalkan kartu untuk Diandra gunkan belanja padanya.

"Benarkah?"tanya Diandra berbinar lalu menunduk."Tapi___"

Abi yang mengerti segera tersenyum."Tidak masalah. Untuk hari ini kamu bisa istirahat. Kita bisa jalan-jalan besok dan malamnya kembali ke Indonesia."

Diandra tersenyum lalu berdiri."Aku akan kembali ke atas. Dan jika kak Abi sudah mendapat kabar tentang keadaan kak Dira, tolong segera beritahu aku."ucap Diandra lalu segera keluar meninggalkan restoran hotel itu.

Abi hanya menghela napas saat melihat cara jalan wanita itu. Memang dia yang memasukan obat itu ke dalam kopi David dan tentu saja itu atas arahan tante Karin. Tapi entah mengapa Abi malah menyesalinya sekarang. Wanita sebaik Diandra harusnya bisa mendapatkan pasangan yang baik, bukannya malah berkorban untuk orang lain yang bahkan tidak pantas menerima semua itu.

Diandra menutup pintu kamar hotel lalu menghela napas. Ia tidak tahu apa kakaknya itu benar-benar kecelakaan atau hanya pura-pura agar David segera kembali ke Indonesia. Namun yang jelas, karena hal ini beberapa rencananya menjadi terganggu.

"Sepertinya aku harus memperlihatkan sifat asli kak Dira dihadapan kak David."gumam Diandra tapi tentu tidak bisa ia lakukan sekarang. Karena jika kakaknya benar-benar sakit maka besar kemungkinan wanita itu akan menempel dan tidak akan membiarkan suaminya pergi ke manapun.

Diandra menghela napas lalu naik ke atas tempat tidur. Baiklah. Mungkin untuk satu atau dua minggu ke depan, ia tidak akan mengganggu pasangan itu. Diandra hanya akan fokus mengambil hati keluarga Atmajaya.

Sedang di Indonesia, tepatnya di sebuah ruangan rumah sakit. Terlihat seorang wanita sedang menangis histeris dipelukan suaminya. Itu adalah Dira. Dira berteriak menuduh suaminya berkhianat hingga menyebabkan dirinya kecelakaan.

"Kamu tega sekali sama aku, mas."jerit Dira membuat David hanya diam. Dia memeluk tubuh istrinya erat.

"Hiks Diandra ingin merebutmu dariku. Wanita jahat itu ingin menghancurkan pernikahan kita."teriak Dira lagi membuat David menghela napas. Merebut dan menghancurkan adalah dua kata lucu jika mengingat awal mula kenapa dia dan Diandra bisa menikah.

"Tenanglah, Dira."bujuk David sedang Dira semakin histeris.

"Mas, aku ingin kamu menjatuhkan talak pada Diandra. Cepat ceraikan pelakor itu hiks"

David menggeleng. Mana mungkin bisa dia lakukan. Apalagi tadi malam dia baru saja merenggut kesucian Diandra. Bagaimana jika istri keduanya itu hamil.

"Tenangkan dirimu dulu, baru setelah ini kita bicara."ucap David membuat Dira menangis semakin keras. Suaminya tidak mau menceraikan Diandra, sungguh hal ini membuat Dira sangat frustasi.

Setelah dua jam, akhirnya Dira jatuh tertidur. Wanita itu terus saja meracau bahwa Diandra ingin merusak rumah tangga mereka. Bahwa Diandra bukanlah wanita baik seperti yang terlihat.

David benar-benar pusing, apalagi kedua mertuanya juga mendesak dirinya untuk menceraikan Diandra.

"Apa kamu tidak kasihan pada istrimu? Dira sedang sakit, ia tidak boleh banyak pikiran."bujuk Dewi.

"Betul. Diandra akan baik-baik saja. Kami akan mengirim anak itu ke luar negeri setelah kamu menjatuhkan talak."ucap Bayu membuat David mengusap wajahnya kasar.

"Aku tidak bisa menceraikan Diandra begitu saja."ucap David.

"Kenapa begitu? Ingat, David! Wanita yang kamu cintai itu Dira. Kamu harus menjaga perasaan istrimu."

"Mama mertuamu benar. Apalagi Diandra juga sepertinya punya niat yang tidak baik. Ia memang putri kami, tapi merebut suami saudari sendiri bukanlah hal yang baik. Diandra harus diberi pelajaran."

David diam. Melihat bagaimana kedua mertuanya membela Dira dan menyudutkan Diandra membuatnya mengingat kejadian saat Diandra bermimpi buruk. Sekarang justru tekad David untuk mempertahankan Diandra sangat kuat. Entah apa yang akan diterima wanita itu nanti jika dia menjatuhkan talak. Setidaknya saat ini Diandra aman di rumah keluarga Atmajaya.

"Tidak akan ada perceraian. Aku akan membuktikan kesetiaanku pada Dira dengan tidak menemui Diandra tanpa sepengetahuan kalian."ucap David membuat Dewi dan Bayu saling pandang. Untuk sekarang mereka cukup puas. Nanti baru pikirkan cara lain.

Dewi dan Bayu segera masuk ke ruang rawat putrinya sedang David segera mengekuarkan ponselnya.

"Kenapa menelpon?"tanya David. Dan yang menelpon adalah Abi.

"Diandra memintaku menelponmu."

David mengernyit. Diandra? Kenapa memanggil nama istrinya dengan begitu akrab.

"Untuk apa?"tanya David. Bukankah Diandra tahu kalau dia akan bersama dengan Dira atau Diandra sengaja ingin membuat Dira salah paham.

"Diandra memintaku bertanya tentang keadaan kakaknya. Ia bilang takut menelpon orang tuanya."

David menghela napas. Ternyata tebakannya salah.

"Kecelakaannya tidak begitu parah tapi mungkin tidak akan bisa berjalan untuk beberapa minggu."

"Baiklah."

"Respon macam apa itu, Abi? Dan aku belum memukulmu atas obat yang kamu campurkan pada minumanku."bentak David kesal.

"Aku memang pantas dipukul."

"Baguslah. Jika kamu menyadarinya."ucap David.

"Aku bukan hanya menyadarinya, tapi juga menyesalinya."

Tutt

"Apa_ apa yang ck!" David berdecak saat telponnya dimatikan. Sepertinya Abi mulai kurang ajar padanya dan apa tadi?

Menyesal?

Ada apa dengan pria itu?

Bersambung

Diandra : The Real PelakorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang