Part 11

56K 3.2K 165
                                    

Happy Reading!

Diandra dengan hati-hati menyalin hasil masakannya ke dalam rantang. setelah itu memberikannya kepada Daniel

"Aku minta tolong ya, kak."ucap Diandra pelan.

"Iya. Tenang saja."sahut Daniel lalu bergegas meninggalkan dapur dengan rantang makanan di tangannya.

Sedang Diandra langsung membantu para pelayan menghidangkan makan siang.

"Sayang, kamu harusnya tidak perlu repot-repot di sini."ucap Karin yang baru saja memasuki ruang makan.

Diandra tersenyum."Nggak repot kok, mah." lagipula ini adalah kebiasan saat di rumah orang tuanya. Diandra selalu membantu pelayan memasak dan menghidangkan makanan. Kadang juga ia makan bersama para ART di dapur belakang. Makan terasa jauh lebih nikmat saat ia duduk bersama dua ART di rumah dibanding meja makan bersama keluarganya.

Karin menggeleng pelan lalu menatap makanan yang ada di atas meja. Sepertinya ia benar-benar tidak salah memilih menantu.

"Baiklah, setelah makan siang kembalilah ke kamar dan istirahat."ucap Karin.

"Baik, mah. Apa sore ini kakek atau orang rumah ingin makan kue lagi?"tanya Diandra perhatian.

Karin segera menggeleng."Jangan. Kakek tidak boleh makan kue terlalu sering, apalagi kemarin kakek makan kue seperti orang kesurupan. Benar-benar bahaya."

Diandra tertawa."Lalu mama? Benar-benar tidak mau makan lagi?"

Karin menelan ludah. Ia ingin tapi aroma kue akan memenuhi rumah besar ini hingga semut di ujung rumah saja akan bergegas datang.

"Tidak perlu. Sebaiknya untuk hari ini kamu istirahat saja atau jika mau, mama bisa panggil layanan salon ke rumah. Kamu bisa melakukan beberapa perawatan."tawar Karin dan langsung ditolak oleh Diandra.

"Diandra mau tidur siang saja, mah."

"Baiklah. Tapi jika mau, segera beritahu mama."pesan Karin dan dibalas anggukan oleh Diandra.

Sedang di rumah sakit, David terus saja dibuat kesal. Dira benar-benar membuat repot akan kecurigaan wanita itu. Dia ke kamar mandi diteriaki, memegang ponsel dituduh menghubungi Diandra. Bahkan dari tadi pagi sampai sekarang, David hanya memakan satu apel, perutnya benar-benar sangat lapar.

Ingin sekali David mengabaikan Dira. Tapi wanita itu selalu berakhir merengek dan menangis hingga kedua orang tuanya datang dan kembali mendesak David untuk menceraikan Diandra.

Benar-benar keluarga yang menjengkelkan. Sepertinya sekarang David tahu apa alasan keluarganya tidak menyukai Dira.

Ting

"Siapa, mas?"

Benar kan? Ponsel David tidak bisa berdering sedikitpun maka Dira akan langsung menatapnya seolah menuduh.

Mengabaikan Dira, David memilih beranjak dari sofa dan memilih keluar. Daniel mengiriminya pesan bahwa Diandra memintanya mengantar makanan.

"Mas, kamu mau ke mana? Mas David!"teriak Dira namun David tetap saja pergi.

Di halaman rumah sakit, David bisa melihat sepupunya berdiri di samping mobil.

"Titipan Diandra."ucap Daniel sembari memberikan rantang yang David yakini berisi makanan. Benar-benar pas sekali karena perutnya sangat lapar.

"Sampaikan ucapan terima kasihku dan apa Diandra mengatakan sesuatu?"tanya David penuh harap.

Daniel dengan cepat mengangguk."Diandra bilang berikan makanan ini pada kakaknya."

David mengernyit.

"Kakak?"

"Ck! Istrimu. Diandra bilang, kakaknya selalu menolak makanan dari rumah sakit karena itu ia sengaja memasak dan memintaku mengantarnya."

David berdecak kesal."Tidak ada makanan untukku?"

"Tidak ada."sahut Daniel cepat.

"Lalu apa ada lagi yang ia katakan?"tanya David lagi.

"Tidak ada eh ada. Diandra bilang sebaiknya jangan beritahu wanita itu kalau makanan ini darinya."ucap Daniel lalu berniat untuk segera memasuki mobil.

"Tunggu!"cegah David membuat Daniel mendengus.

"Apa lagi, kak? Aku benar-benar harus segera pulang. Karena hari ini Diandra memasak banyak makanan enak. Jika aku terlambat pulang maka semua makanan itu akan habis."ucap Daniel kesal membuat David berdecak.

"Kamu, ini__"

"Aku bahkan pulang dari kantor untuk mencicipi masakannya, tapi malah disuruh ke sini."omel Daniel lalu segera masuk ke dalam mobil membuat David menahan makian yang ingin dia keluarkan.

Setelah mobil sepupunya pergi, David segera melangkah menuju kantin dan memakan masakan Diandra. Dia tidak peduli lagi pada apapun. Rasanya sangat menyebalkan karena Diandra sama sekali tak terlihat peduli padanya. Di sini dia harus menghadapi kecurigaan Dira tapi Diandra di rumah malah hidup dengan tenang.

Benar-benar tidak adil.

David membersihkan bibirnya dengan tisu setelah menghabiskan semua makanan yang ada di rantang. Jika tahu akan seenak ini, lebih baik kemarin dia pulang untuk makan.

Setelah merapikan tempat makan, David langsung mengeluarkan ponselnya dan menghubungi nomer Diandra.

Satu, dua, tiga, empat sampai sepuluh detik namun tidak diangkat juga. Bahkan sampai panggilan itu berakhir.

David mengeram marah saat panggilannya tidak dijawab sama sekali. Bukannya Diandra sudah menjadi istrinya dan mengabaikan suami adalah sebuah dosa.

Sepertinya David harus pulang dan mengajarkan itu pada istri keduanya.

David kembali ke halaman rumah sakit dan memasuki mobilnya. Dia benar-benar harus menemui Diandra sekarang.

Sedang di tempat lain, terlihat seorang wanita sedang duduk santai sembari memegang ponselnya.

Diandra hanya terkekeh saat melihat panggilan dari suaminya itu. Ia sengaja mengabaikannya dan menunjukkan pada pria itu bahwa pernikahan mereka bukanlah apa-apa.

Jika tebakannya tidak salah, maka pancingannya pasti sudah berhasil atau paling tidak sudah mempengaruhi suaminya itu. Apalagi didukung oleh sikap menyebalkan Dira, Diandra yakin David pasti punya pemikiran sendiri.

Tapi meski sejauh ini rencananya berjalan dengan lancar. Diandra tidak boleh lengah. Karena kesalahan sedikit saja bisa menghancurkan segalanya.

Diandra harus tetap bertindak hati-hati sampai ia menemukan waktu yang tepat untuk menjebak kakak perempuannya itu.

Bersambung

Diandra : The Real PelakorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang