Vote yang kamu pencet tidak ada satu detik, adalah semangat untuk kami mengetik berjam-jam. Jangan pelit vote, ya. Terimakasih ♥️
-----------------"Kenyataan yang paling menyedihkan
adalah ketika aku menyadari bahwa
aku jatuh cinta sendirian."
Bella Nesha Thania
🥀🥀🥀Dekorasi lamaran mulai dipasang. Suara riuh rendah tidak berhenti-henti sedari tadi pagi. Terdengar bersahut-sahutan percakapan dari keluarga besar yang berkumpul. Mereka terlihat bahagia bercengkrama satu dengan yang lainnya. Jika bukan karena ada acara, kapan lagi anak-anak nenek yang telah menjalani kehidupan masing-masing akan saling bertemu?
"Bella sudah mau jadi istri orang nih," goda budhe Hana, anak tertua dari nenek dari pihak ibu.
"Aku terakhir lihat Bella masih TK, lho, sekarang udah kuliah, ujug-ujug lamaran," ucap tante Sania yang memang jarang pulang karena kesibukan bekerja juga menetap di luar kota.
"Makanya aku kaget, dikabarin Fatma si Bella mau lamaran. Dalam hatiku, lho, kayaknya masih kecil si Bella," sambung budhe Dara, anak nomor dua.
Tidak ada tanggapan apapun dariku. Yang ada, hanyalah senyuman malu-malu yang kusembunyikan dalam kepala yang ditundukkan.
"Padahal, kelihatannya kayak masih SMP, ya?" timpal om Slamet.
Aku menoleh. Ada derap langkah yang kuhafal betul milik siapa. Ibu baru datang dengan membawa beberapa jajanan basah di antaranya : kue poci, nagasari, dan kipas-jajanan wajib di kampungku setiap ada hajatan. "Kecil badannya doang si Bella," sahut ibu tergelak. Ternyata dari kejauhan ibu sudah mendengar percakapan dari saudara-saudaranya.
Ibu meletakkan dua piring yang berisikan jajanan tersebut di tengah-tengah keluarga besar yang sedang berkumpul. "Silahkan, disambi."Ibu turut duduk di sebelah om Slamet. Gelak tawa kembali terdengar bersambut. Aku yang merasa malu karena terus disindir dan menjadi pusat perhatian pun izin pergi dengan alasan ingin mengecek dekor.
"Tadi kayaknya berdua, satunya kemana, Om?" Aku duduk bersebrangan dengan dekorasi. Laki-laki yang sedang sibuk menata bunga dekorasi pun menoleh menatap diriku. "Eh, iya, Mba. Lagi udud di luar."
"Sudah dikasih wedang sama Ibu, Om?" tanyaku kembali, memastikan barangkali belum diberikan minum.
"Sudah, Mba. Itu," ucapnya, menunjuk ke arah pojok kiri, di bawah kursi.
Aku mengangguk, kembali menatap layar ponsel sedang menantikan pesan balasan dari Arga. Hingga pada malam ini, dia belum kuberi tahu tentang lamaranku esok hari. Yang mendasari alasan kenapa aku tidak memberi tahu dia adalah rasa takut jika Arga akan pergi. Apa aku egois? Bersama mas Fadhil tanpa ingin kehilangan Arga?
Perhatianku teralihkan pada handphone yang kugenggam sebab getarannya yang muncul berulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mendadak Dilamar
RomanceDesakan menikah dari orang tua, membuat Bella iseng mencuri melati pengantin saat pergi kondangan di pernikahan tetangganya. Siapa yang menyangka, mitos yang beredar dan selalu ia sangkal, kini ia alami sendiri, saat tiba-tiba dirinya dilamar oleh l...