MD.11

20 1 0
                                    

"Jadi, Arga ngeblock kamu, Bel?!" Anita melotot, terkejut dengan ceritaku barusan.

"Iya ... menurut kamu, apa mungkin sebenarnya Arga cinta sama aku, ya?" ucapku ragu. "Bukan aku GR, ya!" imbuhku kemudian.

"Aku nggak tahu, Bel, tapi ... lebih baik kamu singkirin pemikiran itu, deh. Itu hanya akan memperlambat proses move on kamu, sudah saatnya kamu fokus membangun hubungan dengan Fadhil. Kalian sudah lamaran, ingat!"

Aku mengangguk, benar apa yang dikatakan Anita, memang sebaiknya membuang jauh pemikiran tersebut. Lagipula, Arga memilih menghilang, itu artinya dia tidak mengijinkanku mengetahui tentang kehidupannya lagi, dan dia juga tak ingin mengetahui kehidupanku lagi.

Kakiku melangkah lunglai masuk ruang kelas, duduk di kursi pojokan dengan tangan bertopang dagu. Aku yang biasanya memilih duduk di depan dan antusias mendengarkan penjelasan Dosen, menjadi aku yang berbeda setelah kehilangan Arga. Dia telah membawa pergi separuh jiwaku, sehingga tanpanya aku kehilangan gairah untuk menjalani segala aktivitas. Hari-hariku terasa panjang dan membosankan.

"Mba, pinjam bolpoin, dong!"

Aku menoleh ke samping, pada laki-laki berkacamata yang tersenyum setelah mata kami bertemu.

"Nih, kirain siapa, kau ternyata," ucapku, mengenali sosoknya. Dia adalah Bagus—satu-satunya pria yang akrab denganku di kelas ini.

"Kenapa, sih, Bel? Biasanya juga duduk di depan ... ini kan tempat favorit gua, eh malah lu dudukin!" ujarnya dengan tangan yang sibuk menyalin tugas praktikum akuntansi entah milik siapa.

"Gapapa, kepo banget dah."

"Dih, jawabannya bagus banget anda!"

"Hahaha, jangan baperan!"

Bagus menoleh ke arahku, "Btw, selamat ya, finally dilamar juga akhirnya."

"Ya, makasih."

"Hah, gitu doang?" tanyanya dengan dahi yang berkerut.

"Terus harus bagemane?" ucapku melempar pandangan ke depan kelas.

"Excited, dong! Lu kan biasanya selalu heboh kalau ada apa-apa. Eh, malah pasang wajah suram mulu kek orang terlilit pinjol."

Aku tertawa, menimpuk pundaknya dengan binder. "Fokus aja nyalin contekkannya, nanti salah nulis!"

Dia menahan tawanya, kembali melanjutkan aktivitas menyalinnya.

***


"Arga lagi apa sekarang?"

"Arga mikirin aku nggak, ya?"

"Arga sedih nggak, ya, aku lamaran?"

"Biasanya jam segini kan kita udah chattan."

"Jangan-jangan Arga sakit hati. Makanya dia milih menghilang buat nenangin diri."

Aku bergeming dengan tangan memegang handphone, membaca kembali histori chat kami dengan tatapan sendu.

Spill isi chat;

Spill isi chat;

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mendadak Dilamar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang