MD.8

21 7 0
                                    

Kantuk masih menggelayuti mata, udara pagi ini terasa begitu sejuk setelah kota dengan icon nanas ini diguyur hujan semalaman. Kudapati diriku masih meringkuk di pembaringan. Dengan sekujur badan tertutup selimut yang tebal. Kepalaku terasa sangat berat, begitu juga dengan anggota tubuh lainnya yang mendadak pegal-pegal.

Dering alarm berbunyi untuk yang ke sekian kali, tanganku terulur untuk menghentikan suaranya yang berisik. Weekend begini, kurasa tidak perlu bangun pagi.

"Bella ...." Aku mendengus, alarm dari jam weker telah mati, berganti alarm bernyawa yang tidak akan membiarkan tidurku tenang.

"Iya, Bu. Bella sudah bangun." Aku menyibak selimut, melangkah dengan lemah membuka pintu kamar.

"Anak gadis jam segini masih tidur. Gimana kalo ikut mertua?!"

Tanpa merespon ucapannya, aku berjalan menuju kamar mandi. Langkah kakiku menjadi bernada, diiiringi melodi indah dari suara ibuku yang terus berceramah. Jika sudah begini, aku hanya bisa terus mendengarkannya tanpa boleh menyanggahnya. Atau ibuku, akan semakin marah.

Omelan ibu terhenti saat aku sudah memegang sapu di tangan kanan dan kemoceng di tangan kiri. "Gitu dong, bantu orang tua. Jangan malas-malasan jadi anak gadis!" ungkapnya penuh emosi. Pasti mood ibu sedang tidak baik hari ini. Soalnya kalau moodnya bagus, hal-hal seperti ini kadang dimakluminya.

"Iya, Ndoro," sahutku dengan badan yang kubungkukkan. Akhirnya aku bisa melihat senyum itu lagi dari sana. Kan adem, kalo ibu senyum.
Aku membersihkan seluruh ruangan dengan ditemani play list lagu India kesayangan. Volume salon kukeraskan. Aku ingin mendengar lirik favoritku bergema memenuhi ruangan. Sebuah lagu dari Jubin Nautiyal yang berjudul "Tum Hi Aana" atau dalam bahasa kita berarti "Kau Harus Kembali".

Memori membawa ingatanku melanglang buana pada masa silam. Masa awal memasuki dunia kampus. Periode ketika masih menjadi mahasiswa baru dan sedang mengikuti ospek. Aku kagum kepada kakak tingkat yang memimpin anggota kelompok. Perhatiannya yang berlebihan membuatku menaruh simpati. Yah, benar, dari banyaknya anggota lain, padaku dia memperlakukan berbeda. Pada malam itu, hari kedua kegiatan masa orientasi berlangsung, kak Anam-kakak tingkat-meminta kami untuk menginap di rumahnya. Dengan alasan, agar persiapan untuk pembekalan besok pagi bisa dipersiapkan bersama malam ini. Regu yang berjumlah sekitar 30 anak ini memutuskan setuju untuk tawaran kak Anam. Aku dilanda bingung. Ayah dan ibu pasti tidak menyetujuinya.

"Dek? Sepertinya kamu gelisah Kakak lihat dari tadi. Kenapa? Mau pulang aja?"

Kak Anam menghampiriku yang sedang termenung sendirian di teras rumahnya ketika anak-anak lainnya sedang sibuk membahas agenda besok pagi di dalam. Aku menggeleng pelan, malu jika ku katakan terus terang, takut ditertawakan olehnya. Aku sedang menunggu pesan balasan dari ibu atas izinku menginap malam ini. Aku menekan tombol power segera, sesaat setelah menangkap pandangan kak Anam yang mengarah pada room chat dengan ibu. Satu pesan masuk dari ibu. Aku kembali menyalakan ponsel.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mendadak Dilamar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang