Extra Part - 1

81.8K 1.5K 82
                                    


Masuk yu, disini panas. Nanti kepala Baby pusing!" Baby Karenina, bocah kecil berusia 5 tahun tersebut hanya menoleh pada sang pengasuh lalu memberikan penolakan berupa gelengan kepala. Meski saat ini matahari menyorot tepat diatas kepalanya Baby tetap kukuh berdiri di depan pintu gerbang rumah tetangganya yang masih tertutup rapat. Menunggu seseorang keluar dari dalam sana.

"Aku mau tunggu Kak Boy" balas Baby, tak memperdulikan ucapan Mbak Rita. Tak peduli juga jika kini kulitnya sudah mulai terbakar dan tetesan keringat sudah mengalir di dahinya. Berutungnya Mbak Rita sigap menggunakan tubuh besarnya untuk menghalangi anak majikannya dari teriknya sinar matahari.

"Ya sudah, gimana kalo kita masuk aja ke dalam rumah Kak Boy" Mbak Rita juga masih mencoba membujuk Baby. Jika terjadi sesuatu dengan Baby, ia yang akan kena marah majikannya.

"Enggak mau, aku tunggu kak Boy disini aja" Balas Baby, sebal. Percuma masuk ke dalam rumah, yang ada jika menunggu di rumah Boy, nanti laki-laki itu akan diam-diam keluar dari rumah tanpa ia ketahui. Baby sudah hafal karena Boy sudah beberapa kali melakulannya.

Sekitar 5 menit berlalu akhirnya yang ditunggu muncul juga. Ketika mendengar suara kunci gerbang dihadapannya terbuka Baby dengan sigap berdiri, sambil tersenyum cerah Baby menyambut kehadiran Boy.

"Kak Boy!" Dengan suara cemprengnya Baby berteriak sembari melambaikan tangan kepada seorang anak laki-laki yang baru saja keluar dari pagar sambil mendorong sepedanya.

Berbanding terbalik dengan bocah laki-laki bernama Boy yang kini langsung memberikan wajah masamnya seolah ia sangat terganggu melihat kehadiran Baby.

"Kakak mau kemana?" Tanya Baby, sengaja berdiri tepat didepan sepeda milik Boy, menghalanginya agar tidak pergi.

"Main" Balas Boy, singkat.

"Ikuut!"

"Enggak!" Tolak Boy, cepat. Bocah 9 tahun itu langsung memberikan tatapan tak suka pada anak tetangganya. Ini yang membuat Boy malas dengan Baby, anak kecil yang selalu merusuhnya setiap ia akan pergi main.

"Ikuut!" Baby masih merengek, kali ini ia bahkan sampai mencengkram erat stang sepeda milik Boy.

"Ya udah, sana ambil sepeda kamu!" Bisa Boy lihat wajah anak perempuan di hadapannya berbinar kesenangan. Tapi tentu Boy tak sebaik itu. Otaknya sudah dengan cepat menyusun rencana agar bisa pergi tanpa harus Baby ikuti.

"Ayo Mbak ambil sepeda aku" Mendengarnya Baby langsung menarik baju yang Mbak Rita kenakan, mengajak masuk ke dalam untuk mengambil sepeda miliknya.

"Papa bilang Baby jangan main jauh-jauh, lho" Mbak Rita tak langsung mengiyakan, ia masih takut nanti kena semprot jika terjadi sesuatu dengan anak majikannya ini.

"Aku mau main, Mbak!" Pada akhirnya Mbak Rita hanya bisa pasrah menuruti permintaan Baby, mengambilkan sepeda roda tiga berwarna pink milik anak majikannya itu. Sebagai perlindungan tak lupa Mbak Rita juga memakaikan helm dan mengganti dress yang Baby pakai dengan setelan panjang yang lebih tertutup. Terakhir sebagai pelengkap Mbak Rita juga memasangkan sebuah helm sepeda milik Baby.

Langkah riangnya membawa Baby kembali ke tempat terakhir tadi Boy menunggunya. Seharusnya Boy masih ada disana tapi ternyata setelah kembali Boy sudah tidak ada. Baby sampai celingukan kesana kemari berharap ia menemukan Boy namun ternyata Boy memang meninggalkannya.

"Mbak sih, lama!" Jerit Baby sebal, padahal tadi ia sudah menolak ketika Mbak Rita mengganti pakaian sampai memakaikannya helm yang pastinya memakan banyak waktu. Benar saja ketakutannya Boy sudah lebih dulu pergi meninggalkannya.

Padahal tanpa Baby ketahui sebenarnya ketika gadis kecil itu masuk ke dalam rumah, Boy langsung pergi begitu saja meninggalkannya. Memang itulah rencananya sejak awal.

Menyadari jika dirinya ditinggal, Tangis gadis kecil berusia 5 tahun itu mulai keluar. Baby menangis kencang sambil meraung-raung memanggil nama Boy. Mbak Rita saja sampai dibuat kesusahan untuk menenangkannya.

"KAKAAAK!"

"IKUUUUT!"

Tangisan kencang Baby tentu membuat kegaduhan yang mengundang perhatian para tetangga.
Mbak Rita masih sibuk menenangkan Baby ketika pintu pagar tempat tadi Boy keluar terbuka dari dalam. Pelakunya adalah Dena, Mama dari Boy. Wanita itu seakan sudah bisa menebak apa yang membuat anak tetangganya bisa menangis kencang seperti sekarang ini.

"Baby kenapa nangis, Mbak?" Tanya Dena, berjalan menuju rumah samping.

"Tadi mau ikut sepedaan sama Kak Boy, Bu Dena" ujar Mbak Rita yang masih kesulitan menenangkan Baby yang kini memberontak dalam gendongannya.

"Mau Kak Boy!" Gadis kecil itu sudah mulai kehilanhan tenaga untuk memberontak tapi, tangisan yang Baby keluarkan masih terdengar kencang.

"Ayo sama Tante, kita main di dalam sama Lian" ajak Dena, mengulurkan tangannya mencoba membawa Baby masuk dalam gendongannya. Tanpa banyak penolakan kini Baby sudah berada dalam gendongan Dena.

"Mau Kak Boy" ucap Baby, disela tangisnya. Menatap Dena dengan wajah banjir oleh air mata.

"Iya, nanti sebentar lagi Kak Boy pulang" ucap Dena, menenangkan. Tangan ibu dua anak itu mengusap rambut panjang Baby yang terlihat berantakan tak lupa menghapus air mata yang membanjiri wajah Baby.

Pada akhirnya Baby baru bisa tenang bersama Dena. Perempuan itu mengajak anak tetangganya bermain bersama anak perempuannya.

"Mau Kakak" ucap Baby, menatap Dena dengan mata kembali berkaca-kaca. Baby lebih suka bermain bersama Boy, Baby malas bermain dengan adik perempuan Boy yang berbicara saja belum terlalu lancar.

"Nanti Kakak pulang" ucap Dena, memberi pengertian.

Karena Baby hanya diam melihat Lian bermain tanpa ada niat bergabung, akhirnya Dena memilih menyalakan televisi. Membiarkan Baby menonton tayangan kartun kesukaanya. Meski begitu Baby tak terlalu fokus dengan tontonannya karena mata bulatnya sejak tadi tak berhenti melirik ke arah pintu, berharap Boy segera muncul dari sana. Sampai matahari sudah hampir tenggelam, hari sudah semakin senja, Baby hampir saja jatuh tertidur ketika dengan tiba-tiba yang sejak tadi ia tunggu akhirnya datang juga.

"Kakak dari mana? Kenapa tadi tinggalin aku?" Cecar Baby, berjalan menghampiri Boy yang terlihat kumal dan bau matahari.

"Berisik!" Mendengar bentakan Boy membuat Baby kembali mencebikkan bibirnya, bersiap menangis.

"Boy! Jangan kasar sama adiknya" ucap Dena, memperimgati.

Mendengar sang Mama membela Baby malah semakin membuat Boy kesal saja. Baby hanya orang asing dikeluarganya tapi menurut Boy kedua orangtuanya memperlakukan Baby terlalu berlebihan. Seakan Baby adalah anak mereka sendiri. Itu yang membuat Boy sering merasa kesal kepada Baby. Apalagi Baby itu sangat manja, semua kemauannya sudah seperti kewajiban yang harus dituruti.

Setelahnya tanpa kata Boy berlalu pergi. Boy mandi lalu memilih mendekam di dalam kamar, tak memperdulikan Baby yang sepertinya kembali menangis karena ingin main dengannya.

****

Nah gue kasih cerita mereka zaman piyik, lanjut tidak??

Baby Boy [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang