4 Ketahuan

764 103 13
                                    

Di jantung kota Croma yang dipenuhi dengan bangunan-bangunan klasik yang megah, berdirilah sebuah bar klasik yang menawarkan suasana yang begitu berbeda. Bangunan bar itu sendiri merupakan sebuah contoh arsitektur klasik yang unik, dengan detail-detail ornamen yang menawan, kolom-kolom marmer, dan jendela-jendela bergaya vintage yang memancarkan aura sejarah.

Ketika pintu kayu berat itu terbuka, suasana musik Italia kuno segera menyambut setiap pengunjung. Melodi yang diperdengarkan dari sebuah gramofon tua memainkan lagu-lagu klasik yang melankolis, menciptakan suasana yang teduh dan damai.

Di salah satu sudut bar, Archer duduk dengan tenang, meminum segelas alkohol favoritnya. Sebotol wiski tua diletakkan di meja kayu antik, mengisi udara dengan aroma khas yang menenangkan. Di sebelahnya, tumpukan buku-buku tebal dan berdebu menunjukkan kegemaran Archer pada literatur klasik. Sambil menyeruput minumannya, mata Archer asyik terpaku pada halaman sebuah buku, tenggelam dalam dunia cerita yang ia baca.

Bagi banyak orang, kehidupan Archer mungkin terlihat monoton dan menyedihkan. Rutinitas sehari-harinya yang selalu sama, kedamaian yang kadang membuatnya terasa sendiri, dan kecintaannya pada buku yang tampaknya lebih dari kehidupan nyata.

"Kamu mengajakku ke sini hanya untuk mengabaikanku?" Serena menatap Archer dengan tatapan mata yang penuh kekecewaan.

"Kamu yang ingin ikut, kan?" Archer menggeleng keheranan.

Jika bukan karena ingin mengusir dan menghindari Riley, ia tidak akan sudi diikuti oleh Anna. Salah satu dosen wanita yang begitu menggilainya.

"Bukan seperti itu, Archer. Kita bisa bicara—"

"Pulanglah, sudah malam." Archer memotong kata-kata Serena, fokus kembali pada bukunya. Ekspresi Anna tampak sangat kesal, dan dengan langkah cepat ia pergi meninggalkan Archer.

Setelah Anna pergi, Archer menghela nafas panjang. Ia mengambil cangkir alkoholnya dan menyeruputnya hingga habis. Rasa lega menyelimuti hatinya, kini ia bisa menikmati waktu sendirian.

Di tengah kesendirian, bayangan Aurora muncul dalam pikirannya. Wanita yang begitu istimewa baginya. Meskipun banyak wanita yang tergila-gila padanya, hanya Aurora yang benar-benar ia cintai. Wanita manis dengan hati yang tulus dan baik. Tak ada yang bisa menggantikannya dalam hatinya.

"Kini, hatiku dirundung kesedihan yang tak terkira. Dengan kehilangan yang mengoyak jiwa, aku terjatuh dalam kegelapan malam. Oh Beatrice, cahaya matahari yang menghangatkan dunia hatiku, mengapa kau pergi meninggalkanku dalam kegelapan ini? Denganmu, kebahagiaan dan kebijaksanaan telah pergi. Kini aku tersesat di dunia tanpa arah dan tujuan."

Puisi Dante yang sedang ia baca menggambarkan cinta Dante terhadap Beatrice sebagai sesuatu yang lebih dari cinta romantis, sebuah hubungan yang mendalam dan spiritual. Kematian Beatrice menggiring Dante pada kesedihan mendalam.

Archer merasa apa yang ia rasakan tak jauh berbeda. Terlebih setelah menerima undangan pernikahan dari Aurora. Mengapa dia begitu lemah saat itu? Mengapa dia tak memiliki keberanian dan materi untuk menikahi Aurora? Pertanyaan-pertanyaan itu terus menghantuinya, membuatnya merasa semakin kehilangan.

"Ingin sekali aku bertemu kembali denganmu, Aurora. Walau hanya dalam mimpi, datanglah," gumam Archer, suaranya penuh kerinduan, sementara ia menutup bukunya dan kembali meminum alkohol yang ada di mejanya.

Dari meja yang tak jauh darinya, Riley memandangi pria itu dengan raut sendu. Matanya terperangkap dalam kebingungan saat melihat Archer yang begitu terpukul. Riley bisa menebak jika yang membuat Archer kacau saat ini adalah sosok wanita di foto itu, mantannya, Aurora.

Kenapa tampaknya Aurora begitu spesial di hatinya? Apa yang membuatnya begitu terikat padanya sampai-sampai menciptakan kerinduan yang begitu mendalam bahkan setelah perpisahan yang mungkin telah lama terjadi?

Ketika Archer tampak tersandung dan goyah karena efek mabuknya, Riley segera mendekatinya dengan ekspresi prihatin. Dengan perlahan, Riley merapatkan dirinya dan memberikan dukungan kepada Archer untuk membantunya berdiri tegak.

"Beruntunglah aku mengikutimu." Riley mengusap wajah Archer dengan lembut. "Walau kamu sangat galak dan kasar padaku, aku tetap mencintaimu! Tetap tidak menyerah untuk mendapatkanmu. Bahkan aku bahagia walau kita bisa akur seperti ini hanya di saat kamu mabuk."

Riley memeluk Archer erat, mencoba membantu pria itu berjalan dengan langkah yang terhuyung-huyung menuju hotel terdekat. Dengan hati-hati, Riley memesan satu kamar untuk Archer, mengingat kondisi mabuknya yang begitu parah.

"Dengan kondisimu yang seperti ini, lebih baik kita menginap semalam di sini," ujar Riley, ekspresinya penuh kekhawatiran.

Sesampainya di kamar hotel, Riley dengan lembut merebahkan Archer di ranjang. Dia membantu Archer melepas sepatunya dan merenggangkan ikat pinggangnya untuk memberikan kenyamanan.

Riley kemudian mengambil handuk basah dan dengan lembut membersihkan wajah tampan Archer dari sisa-sisa alkohol yang menempel, berharap bisa sedikit meredakan rasa pusing yang mungkin dirasakan Archer esok hari.

Setelah menyelesaikan tugasnya merawat Archer, Riley merasa terdorong untuk merebah di samping pria itu. Ia memposisikan dirinya dengan cerdas, menjadikan dada tegap dan kokoh Archer sebagai bantalan untuk tubuhnya.

"Begini sangat terasa nyaman," gumam Riley sambil menyesuaikan posisinya agar lebih pas. Matanya menatap langit-langit kamar, lalu kembali pada wajah Archer yang tenang di sampingnya. "Beruntungnya wanita yang bisa menyandar seperti ini tanpa harus menjadi penyusup sepertiku.

"Kamu tahu aku tidak punya siapa-siapa di dunia ini, tapi kenapa kamu meninggalkanku?" Archer berkata lirih seraya membuka matanya perlahan. Ia menarik Riley kepelukannya, dan mengusap wajah cantik itu dengan lembut.

Tatapan mata mereka bertemu, penuh dengan rasa sakit dan kehilangan.

Perlahan, Archer menautkan bibir mereka dan melumatnya dengan menggebu. Ia menindih Riley dan mengunci semua pergerakannya, seolah tak ingin melepaskan lagi. Berbeda dengan ciuman sebelumnya, kali ini ciuman itu lebih intens, penuh dengan keinginan. Archer bahkan mengangkat gaun yang Riley kenakan dan menyusup kedalamnya. Memberikan kecupan basah pada setiap lekuk tubuh Riley hingga membuatnya menggeliat.

Archer..." Riley mendesah pelan, nafasnya terengah-engah karena remasan tangan Archer yang kuat di dadanya. Kulitnya terasa hangat dan berdenyut dengan setiap sentuhan, membuatnya merasa terikat dan terhanyut dalam sensasi yang Archer ciptakan.

Lumatan lembut yang diberikan Archer tidak hanya pada dadanya, tetapi juga di bagian lain tubuh Riley, membuatnya tak bisa menahan diri.

Dalam keadaan terguncang, Riley spontan meremas sprei yang terbentang di atas tempat tidurnya, mencari sesuatu untuk menahan dirinya agar tidak sepenuhnya menyerah pada keinginan Archer.

"Aku merindukanmu!" Kata-kata Archer terdengar lirih di telinga Riley, meskipun fokusnya terbagi antara perasaan yang ia alami dan suara dari Archer yang tetap berbisik mesra.

Riley memeluk punggung Archer kuat-kuat saat dia mulai menyentuh miliknya. Pria itu memandang Riley dengan mata penuh keintiman, lalu menghujamnya dengan jari telunjuknya yang lentik dan lincah. Setiap gerakan jari itu seperti melukiskan sebuah cerita cinta yang penuh dengan kelembutan dan keintiman.

"Kamu ingin hal yang lebih dari ini?" Tanya Archer, suaranya penuh keintiman namun menuntut jawaban.

Riley hanya bisa mengigit bibirnya, merasa terjepit antara keinginannya untuk berbicara dan ketidakmampuannya menjawab pertanyaan itu.

"Katakan!" Desak Archer, matanya menantang Riley untuk berbicara.

"Aku----"

"Jadi kamu menguntitku hanya untuk seks? Apa setelah ini kamu akan berhenti mengikutiku?" Potong Archer dengan nada tajam, membuat Riley terkejut dan merasa terjepit. Apa maksud Archer dengan semua ini? Apakah saat ini Archer benar-benar sadar dan tidak terpengaruh oleh alkohol sepenuhnya?

"Berapa lama kamu sudah menguntitku seperti ini?" Tanya Archer, suaranya kini lebih tajam dan menuntut. Riley merasa tertekan oleh pertanyaan-pertanyaan tersebut, menyadari bahwa Archer mungkin telah mengetahui atau merasa curiga tentang sesuatu yang telah lama berlangsung di antara mereka.

Pretty Stalker (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang