Bagian - 13

3K 241 6
                                    

Dua orang pengacara yang sudah Joanna percaya untuk mengurus perceriannya dengan Bastian tiba-tiba ingin mundur. Tidak memberikan alasan yang jelas, hanya kalimat maaf atas ketidakprofesionalan sambil mengembalikan uang muka yang sudah Joanna transfer. Sempat tebersit bahwa Bastianlah yang berada di balik semua ini. Tapi setelah Joanna amati, suaminya yang bodoh itu tidak ada sangkut pautnya dengan keputusan para pengacara yang Joanna sewa. Mungkin ada orang lain di pihak Bastian yang melakukannya. Tapi, entah, sampai detik ini Joanna belum berhasil menemukan pelakunya.

Bastian sudah kembali ke apartemen setelah mendapat teguran keras darinya. Dan dalam dua hari ini, lelaki itu malah tidak ada kabar. Padahal sebelum pergi sempat menjanjikan sesuatu pada si kembar untuk bermain bersama. Alhasil, si kembar tidak berhenti merengek sepanjang hari mencari ayahnya.

Joanna mendesah lelah, ada perasaan bersalah mengingat anak-anaknya harus terpisah dari ayahnya, tapi di lain sisi, ia ingin mengutuk kelakuan Bastian karena sudah menyebabkan prahara ini terjadi. Selama ini Joanna berusaha memberikan yang terbaik buat anak-anaknya, namun kini harus menjadi pelaku antagonis yang memisahkan mereka dari ayahnya.

Demi Tuhan, Joanna tidak menginginkan semua ini terjadi. Mendengar tangisan anaknya yang merindukan sosok ayah, sudah cukup membuat hati Joanna teriris.

"Bapak nggak ada telepon nanyain si kembar, Sus?" Joanna kembali memastikan. Karena sejak Joanna memblokir nomor Bastian, lelaki itu menghubungi anak-anaknya melalui para pengasuh.

"Sama sekali tidak, Bu. Padahal biasanya, Bapak itu, sehari bisa berkali-kali telepon loh." Jawab pengasuh putrinya yang bernama Kya. "Tadi coba saya telepon tiga kali juga nggak ada respon, Bu. Ngapunten, Adek Kya tantrum pengin ngomong sama Daddynya. Saya nggak punya pilihan selain nurutin permintaannya, Bu."

"Kakak sudah tidur, Sus?" Joanna menatap susternya Kissa yang baru muncul di ruang keluarga. Malam sudah larut, dan anak-anaknya kini terlelap di kamar setelah rewel sepanjang hari.

"Sudah, Bu. Ini Bapak baru menghubungi. Katanya beliau sedang tidak enak badan. Dua hari ini tiduran terus. HP Bapak disenyap, agar tidak ada yang mengganggu istirahatnya, Bu." Lapor pangasuh Kissa.

Joanna sangat paham penyakit yang biasanya dikeluhkan suaminya, lambung. Berhari-hari mengurus Joanna saat harus terbaring di tempat tidur, pasti membuat lelaki itu kurang istirahat dan makan yang teratur. Dihembuskan napas lelah, mau tidak mau, tetap Joanna yang harus turun tangan sendiri.

"Yaudah, suster ikut istirahat sana! Seharian ini pasti kalian sudah capek tenangin kembar." Titah Joanna.

"Baik, Bu." Mereka serempak mengangguk dan enyah dari hadapannya.

Joanna berusaha mensugesti diri, bahwa rasa khawatir yang membuat dadanya terasa sakit, bukan berasal dari perasaan peduli pada sang suami yang masih begitu dalam. Melainkan kepada anak-anaknya. Joanna memikirkan kebahagiaan anak-anaknya yang butuh sosok ayah, sehingga ia harus memastikan kondisi ayah dari anak-anaknya itu sekarang. Joanna segera bersiap memberi tahu sopirnya untuk mengantar ke apartemen.

"Ngapunten, panjenengan kok bisa tahu kalau Bapak sedang kurang enak badan, Bu?" Sopirnya tampak terkejut.

"Lah, Pak Nurdin tahu dari mana kalau Bapak lagi sakit?" Joanna bahkan belum sempat memberitahu kondisi Bastian pada sopirnya. Ia hanya menyuruh sosok di depannya untuk mempersiapkan kendaraan yang akan dipakai pergi.

Nurdin menggaruk tengkuk bingung.

"Pak Nurdin malah udah tahu duluan kalau Bapak sakit? Wah, kok sampean nggak ngasih tahu aku?!" Tuntut Joanna.

NYARIS (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang