Pagi-pagi sekali Bastian sudah sampai di kediamannya. Saat Joanna masih sibuk berkutat di dapur untuk membuat menu sarapan bersama dua asisten rumah tangga. Kembar menyambut kedatangan ayahnya dengan penuh keceriaan. Meski dongkol di hati, demi anak-anak yang masih membutuhkan kasih sayang seorang ayah, mau tidak mau Joanna harus bisa menahannya.
"Hari ini aku mau ajak anak-anak ke Taman Safari, kamu bisa ikut kan?"
Pergerakan Joanna menyajikan hasil olahannya di meja makan seketika terhenti. "Kenapa tiba-tiba? Aku nggak ingat kamu ngasih tahu aku soal ini."
"Anak-anak dan susternya sudah tahu. Kemarin aku kelupaan mau ngasih tahu kamu. Tapi kalau kamu nggak bisa, nggak masalah, aku bisa pergi sama anak-anak dan susternya aja."
Joanna mengerutkan kening. Ada yang aneh dari Bastian. Kemunculannya kali ini sama sekali tidak menampilkan ekspresi menyebalkan seperti yang sudah-sudah. Raut wajahnya tampak serius, saat mengatakan ingin mengajak kembar berlibur. Menggeleng kecil, Joanna kembali ke dapur untuk mengambil sisa menu yang belum tersaji di meja makan.
"Kamu mau minum apa? Jus kacang hijau?" Tanya Joanna spontan. Mungkin karena ia belum bisa meninggalkan kebiasaan melayani suami, sehingga pertanyaan itu tercetus begitu saja.
"Aku air putih saja. Aku bisa ambil sendiri." Jawab Bastian. "Kamu duduk gih! Ikut sarapan. Biar sisanya diurus mereka." Maksud Bastian adalah para pembantu di rumahnya.
"Belum laper." Tapi Joanna menurut untuk duduk. Mengabaikan piring dan nasi goreng seafood buatannya. "Yaudah deh, aku ikut aja." Tidak sampai hati Joanna membuat kedua putrinya bertanya-tanya tentang keabsenan ibunya di momen yang jarang terjadi.
"Yeay, Mommy ikut!" Seru Kya.
"Mommy sudah nggak sibuk lagi?" Giliran Kissa yang bersuara.
Joanna menggeleng sambil tersenyum menatap putrinya. "Khusus hari ini Mommy akan luangkan waktu untuk putri-putri Mommy."
Betapa bahagianya anak-anak melihat kebersamaan kedua orang tuanya yang selama beberapa bulan ini tidak dirasakan.
"Horeeee!" Mereka yang sedang disuapi oleh suster masing-masing serempak bersorak riang.
Hati Joanna seperti diremas tangan berduri yang nyerinya tidak bisa digambarkan oleh apa pun. Bisa saja ia terus menyalahkan Bastian atas prahara rumah tangganya. Tapi, mungkinkah semua yang terjadi, Joanna ikut andil di dalamnya? Bastian tidak akan berkhianat jika sebagai istri ia bisa menjalankan perannya dengan baik.
Bastian salah, sangat-sangat salah. Tapi, Joanna juga tidak boleh melupakan banyak kebaikan yang sudah diberikan lelaki ini padanya. Sebagai suami, Bastian tipikal laki-laki yang inisiatif. Bastian tidak membiarkan istrinya mengurus kedua putri kembarnya seorang diri. Dia menyediakan dua baby sitter untuk putri-putrinya, dan juga asisten rumah tangga yang lebih dari seorang. Pengurus rumah seperti tukang kebun, sopir, dan satpam yang bertugas memberi keamanan pun ada sendiri. Jadi, tidak ada alasan bagi Joanna untuk berkata lelah, saat urusan anak dan rumah sudah ada yang menangani.
Joanna sadar, beberapa kali pernah menolak suaminya saat di tempat tidur, dan mungkin itu akar masalahnya. Sekali lagi, Joanna tidak bermaksud meringankan perbuatan buruk yang dilakukan Bastian. Bagi Joanna, perselingkuhan, tetap menjadi kejahatan paling kejam di muka bumi. Tapi yang namanya ujian rumah tangga bisa terjadi dari segala arah dan dengan bentuk yang berbeda-beda. Sekarang, Joanna hanya ingin berdamai dengan takdir dan mencoba memaafkan ayah dari anak-anaknya. Meski kelak endingnya akan tetap sama, yaitu perpisahan.
Seperti yang sudah-sudah, posisi Bastian duduk di samping sopir. Joanna berada di baris kedua bersama kedua putrinya yang secara bergantian meminta duduk di pangkuan ayahnya dan si pengasuh berada di bangku paling belakang. Hanya butuh satu jam untuk sampai di tempat tujuan, lalu suara sahut-sahutan si kembar semakin mendominasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
NYARIS (TAMAT)
Romance"Kau memang tak menyuruhku bunuh diri, tapi kau menunjukkan caranya."