Bagian - 26

2.2K 168 5
                                    

"Daddy capek? Adek pijitin, ya." Suara Kya di ruang keluarga yang terdengar sampai dapur.

"Kakak juga mau pijitin Daddy!" Kissa ikut menimpali.

"Oke, jangan berebut. Adek pijit lengan Daddy sebelah kanan, dan Kakak yang sebelah kiri." Ayah dua anak itu mengatur formasi agar anak-anaknya tidak saling berebut.

"Ih, kok lengan Daddy keras banget, ya. Adek nggak bisa pijitnya." Seru Kya, setelah beberapa saat.

"Iya, tangan kakak jadi sakit karena lengan Daddy keras banget kayak batu!" Imbuh Kissa.

"Lengan Daddy nggak kayak lengan Mommy. Lengan Daddy keras, kasar. Bikin tangan adek sakit." Kya yang kritis terus mengeluarkan pendapatnya.

"Ini bukan kasar dong, Dek. Ini kan cuma bulu-bulu aja." Bastian mengoreksi.

"Lengan Mommy halus dan bulunya kecil-kecil. Kenapa lengan Daddy kasar dan bulunya gedhe-gedhe?" Tanya Kissa.

"Ya karena Daddy laki-laki, makanya lengannya kuat." Bastian pasti sudah kehabisan stok jawaban untuk pertanyaan anak-anaknya yang cerewet.

"Hem, lebih enak mijit Mommy ketimbang Daddy. Capek." Keluh Kya.

"Ya sudah, nggak usah mijitlah, Dek. Mainan aja sana!" Sahut Bastian terdengar kehilangan kesabaran.

"Tapi kan Daddy capek habis dari Surabaya. Adek sama Kakak pengin pijitin, biar Daddy nggak capek lagi." Kya berkeras.

"Nggak usah, Dek. Daddy duduk-duduk gini aja nanti hilang sendiri capeknya. Daripada tangan Kakak dan Adek sakit."

"Enakan mijit Mommy ketimbang Daddy. Adek nggak suka!"

"Sama, kakak juga nggak suka mijit Daddy!"

"Nggak usah, Daddy kan juga nggak minta Kakak sama adek mijit kan?"

Posisi Joanna sedang membuat egg waffel yang sudah hampir kelar. Diletakkan di atas piring, di atasnya ditambahi es krim vanilla, dan susu kental manis. Lalu segera ia bawa ke ruang di mana anak-anaknya berada.

"Buatku mana?" Beo Bastian, saat Joanna hanya membawa dua piring untuk si kembar.

"Kamu juga mau?" Tanya Joanna sambil menyuapi Kya dan Kissa bergantian. "Biasanya kamu nggak suka manis. Kalau aku bikin kayak gini, kamu cuma icip-icip doang."

"Mau! Sudah lama aku nggak makan waffel buatanmu!" Rajuk ayah dua anak itu.

"Ya sudah, makan aja ini punya Kya. Biar nanti kalau kurang aku bikinin lagi." Titah Joanna.

"Aku mau disuapin juga!"

Joanna menoleh sambil memelototi tingkah manusia dewasa yang berubah menjadi bocah ini.

"Ih, Daddy kan sudah gedhe, masa mau disuapin juga?!" Seru Kya. "Jangan mau, Mom! Daddy kan sudah gedhe!"

"Jangan gitu dong, Dek. Kita harus berbagi dong. Mommy kan punyanya Daddy juga." Suara Bastian yang melembut membuat Joanna ingin melemparinya dengan bantalan sofa. "Daddt kan pengin juga disuapin Mommy, Dek. Sudah lama Daddt nggak disuapin Mommy."

"Apaan siiiih?!" Sentak Joanna dengan nada rendah. "Kamu selalu curi-curi kesempatan pas ada anak-anak gini karena aku nggak mungkin nolak kan? Kebiasaan!"

"Biarin ajalah, Dek. Kasian Daddy capek." Kissa cenderung di pihak ayahnya. "Ayo, Mom, suapin Daddy juga!"

"Daddy itu punya sopir, Kak. Bukan Daddy yang nyetir. Daddy sih tiduran mulu di mobil. Daddy nggak capek. Biarin Daddy makan sendiri, ya." Joanna menyodorkan waffel jatah Kya pada Bastian. "Nih, buruan dimakan. Nggak usah banyak omong. Es krimnya keburu meleleh."

"Braga kemarin pulang jam berapa?" Tanya Bastian setelah menandaskan sepiring waffel es krim.

"Siang. Habis duhur." Jawab Joanna. "Kok kamu tahu kalau Mas Braga ke sini?" Tanyanya balik.

"Dia kan posting di WA story lagi main sama kembar."

"Oh ...."

"Di dapur ada makanan nggak? Aku laper." Keluh Bastian tiba-tiba.

"Ada sih, sisa menu sarapan tadi pagi. Kamu belum sarapan? Kok bisa?!"

"Nggak sempat tadi." Bastian langsung beranjak dan melangkah mendekati meja makan.

"Ajak sekalian sopirmu!" Teriak Joanna.

"Sudah makan dia. Aku aja yang belum." Sahut Bastian.

"Loh loh, Mas. Makanan sisa itu." Ibunya yang sejak tadi berkutat didapur kotor muncul. "Tunggu, sepuluh menit lagi, sapi lada hitam buatan ibu mateng. Sama ibu goreng ikan juga kok. Tungguin."

"Ini saja cukup, Bu. Nggak habis, yang makan aku doang." Tolaknya kalem.

Ibunya Joanna membantu sang menantu menuang nasi di piring.

"Aku bisa ambil sendiri loh, Bu."

"Nggak apa-apa."

Dari jauh Joanna hanya mencibir sikap ibunya yang terlampau baik setiap kali Bastian datang ke sini. Ibunya seperti menemukan anak lelakinya yang lama menghilang.

"Makan yang banyak, Mas. Sampean kalau makan nasinya dikit banget loh." Protes ibunya.

"Dia takut perut kotak-kotaknya hilang, Bu. Makanya dibatesin banget." Seru Joanna kencang.

"Ya ampun, jadi gitu!"

Bastian terkekeh. "Nggak sih, Bu. Nggak sedikit juga ini. Cukup pokoknya."

"Untuk ukuran laki-laki, segini termasuk sedikit, Mas. Bapak itu makannya banyak. Ibu kalau sudah makan bareng-bareng Bapak, pasti keselek deh. Cepat dan lahap banget makannya."

"Itu karena ibu masakannya enak. Makanya Bapak makannya lahap."

Joanna mendekat. "Bapak harus mulai kurang-kurangin karbo, Bu. Aku sudah sering ngasih tahu, nggak didengerin."

"Bapak sudah dengerin kamu nggak minum kopi manis, Jo. Jangan disuruh lagi nggak makan nasi. Kasian. Bapakmu itu suka makan, kamu malah ngelarang makan ini itu. Nggak tega ibu lihatnya."

"Demi kebaikan Bapak, Bu. Kakek nenek, pakdhe budhe kena diabetes semua. Aku nggak akan biarin Bapakku ngikutin jejak mereka. Sehat itu aset paling mahal loh, kita harus bisa ngejaganya."

"O ya? Diabetes semua?" Bastian baru tahu.

Joanna mengangguk. "Aku kalau ngelihat penderitaan PakDhe Mut ngelawan penyakit diabetes, efeknya bikin aku nggak doyan makan berhari-hari. Kepikiran. Kakinya yang kiri sudah diamputasi."

"Bapak sudah dicek?" Tanya Bastian dengan mulut terisi penuh.

"Setiap bulan sekali Ibu dan Bapak cek, Mas. Kalau ibu lagi susah tidur sama punggung pegel, langsung ibu suruh cek Joanna. Ternyata kolesterol tinggi." Jawab ibunya.

"Kalau Bapak, Bu? Gula darahnya gimana?"

"Gula darah Bapak terakhir dicek malah rendah gara-gara sekarang nggak pernah minum manis sama sekali. Nggak dibolehin sama Joanna."

"Ya baguslah, Bu, ketimbang yang tinggi." Sambar si tersangka.

"Nggak bagus juga, Sayang. Harus seimbang lah." Bastian menengahi.

"Ya seminggu sekali aku kasih minuman manis. Tapi Bapak pernah aku bikinin kopi waktu alat kopiku baru dateng, eh, besoknya Bapak sudah minta dibikinin lagi. Padahal peraturannya kan seminggu sekali gitu."

"Dua hari sekali aja dong."

"Kamu sih nggak tahu susahnya ngebujuk Bapak buat nggak minum gula. Susah banget tahu!"

"Mas, gih makannya nambah lagi! Menu makan siang ibu sudah mateng nih." Dari dapur ibunya membawa sepiring sapi ladang hitam.

"Wah, sudah kecium bau sedapnya dari tadi, Bu." Responnya.

"Dih, semangat banget ya kamu kalau disuruh makan di sini?" Sindir Joanna, yang langsung mendapat teguran dari ibunya.

"Ya nggak apa-apalah, makan di rumah ibu sendiri."

NYARIS (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang